Pengertian tentang Teori Motivasi

Pengertian tentang Teori Motivasi

Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi internal dan motivasi ekternal. 

Motivasi yang muncul atas kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal. 

Motivasi internal: 
Motivasi Fisiologi 
Merupakan Motivasi alamiah contohnya: Lapar & Haus
 
Motivasi Psikologis 
■ Motivasi Kasih Sayang (Affectional motivation) (menciptakan kehangatan, keharmonisan)
■ Mempertahankan diri (Ego-defensive motivation) (melindungi kepribadian, mendapatkan kebanggaan)
■ Memperkuat diri (Ego-bolstering motivation) (mengembangkan kepribadian, berprestasi)

Motivasi ekternal menjelaskan kekuatan-kekuatan yang ada didalam individu yang dipengaruhi oleh factor-faktor intern, pada teori ekternal tidak mengabaikan motivasi internal akan tetapi mengembangkannya. Teori Motivasi ekternal dijelaskan dengan Teori X dan Teori Y yang ditemukan Mc. Gregor. Inti dari Teori tersebut adalah:

“Teori Tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan oleh teori X yang menganggap rata-rata pekerja malas, tidak suka bekerja maka harus dipaksa dan dikendalikan, dihukum jika perlu, diarahkan demi mencapai tujuan tetapi pada kenyataanya teori X tidak mampu menjawab seluruh fakta yang terjadi dalam organisasi oleh sebab itu dimunculkan teori Y untuk menjawabnya, teori ini beranggapan Usaha fisik atau mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, rata-rata mereka bersedia belajar dalam kondisi yang memungkinkan dengan tanggung jawab, ada kecerdikan, kreatifitas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah, hukuman bukan salah satu jalan untuk mencapai tujuan, organisasi seharusnya memberikan kesempatan untuk mereka dalam berprestasi.

Tahun 1943 terjadi pengembangan teori motivasi yang dikenal dengan “Hirarki Kebutuhan Maslow” yang dikemukakan Abraham Maslow. Lima tingkatan keinginan dan kebutuhan menurutnya adalah:


  • Fisiologi: Lapar, haus, perumahan dll 
  • Keamanan: Keselamatan, perlindungan dll 
  • Sosial: Rasa cinta, kekeluargaan, persahabatan, kasih saying 
  • Penghargaan: Status, kedudukan, kehormatan 
  • Aktualisasi diri: Pemenuhan diri, pengembangan diri, kreatifitas, ekpresi diri.

Cara-Cara menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa

Cara-Cara menumbuhkan Motivasi Belajar Siswa


1. Hal-Hal yang Dilakukan Oleh Guru
Sebagai komponen yang secara langsung berhubungan dengan permasalah rendahnya motivasi belajar siswa, maka guru harus mengetahui beberapa hal yang bisa dilakukannya untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, diantaranya adalah :
  • Memilih cara dan metode mengajar yang tepat termasuk memperhatikan penampilannya
  • Menginformasilkan dengan jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
  • Menghubungkan kegiatan belajar dengan minat siswa
  • Melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran misalnya melalui kerja kelompok
  • Melakukan evaluasi dan menginformasikan hasilnya, sehingga siswa mendapat informasi yang tepat tentang keberhasilan dan kegagalan dirinya
  • Melakukan improvisasi-improvisasi yang bertujuan untuk menciptakan rasa senang anak terhadap belajar. Misalnya kegiatan belajar diseling dengan bernyanyi bersama atau sekedar bertepuk tangan yang meriah
  • Menanamkan nilai atau pandangan hidup yang positif tentang belajar misalnya dalam agama islam belajar dipandang sebagi sebuah kegiatan jihad yang akan mendapatkan nilai amal disisi Allah. 
  • Menceritakan keberhasilan para tokoh-tokoh dunia yang dimulai dengan mimpi-mimpi mereka dan ceritakan juga cara-cara mereka meraih mimpi-mimpi itu. Ajak siswa untuk bermimpi meraih sukses dalam bidang apa saja seperti mimpinya para tokoh dunia tersebut.
  • Memberikan respon positif kepada siswa ketika mereka berhasil melakukan sebuah tahapan kegiatan belajar. Respon positif ini bisa berupa pujian, hadiah, atau pernyataan-pernyataan positif lainnya. 

2. Hal-Hal Yang Dilakukan oleh Orang Tua
  • Mengontrol perkembangan belajar anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mengontrol kegiatan anak.
  • Mengungkap harapan-harapan yang realistis terhadap anak
  • Menanamkan pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi
  • Melatih anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan seperlunya
  • Tanyakanlah keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan cita-cita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar.
  • Menggunakan hasil evaluasi yang diberikan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar selanjutnya.
3. Hal-Hal Yang Dikerjakan oleh Ortu dan Guru Secara Bersama
Ketika permasalahan rendahnya motivasi sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak bisa diantispasi oleh guru sendiri atau oleh orang tua sendiri, maka kerja sama antara guru dan orang tua harus segera dilakukan. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan di ataranya :
  • Mengidentifikasi masalah yang terjadi pada siswa, cari factor penyebab yang mengakibatkan rendahnya motivasi belajar siswa, identifikasi masalahnya. 
  • Mencari solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi pada anak. Cari masalah yang bisa diatasi oleh guru, atau masalah yang bisa diatasi oleh orang tua 
  • Memberikan perlakuan yang tepat terhadap anak, mereka sedang mengalami permasalahan, maka orang tua dan guru harus mempunyai komitemen yang tinggi untuk tidak menambah beban mereka dengan menyalahkan, mencemooh anak-anak.
  • Libatkan siswa untuk memecahkan permasalahannya. Orang tua, guru dan siswa perlu duduk bersama untuk menyelesaikan permasalahannya.

Motivasi Belajar pada Siswa menurut Para Ahli

Motivasi Belajar pada Siswa menurut Para Ahli

Motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif/daya menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan tertentu. Dalam hal belajar motivasi diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan serangkaian kegiatan belajar. Motivasi siswa dapat timbul dari dalam diri individu (motivasi intrinsic) dan dapat timbul dari luar diri siswa/motivasi ekstrinsik (Uzer Usman, 2008).

Motivasi instrinsik merupakan motivasi yang timbul sebagai akibat dari dalam diri individu tanpa ada paksanan dan dorongan dari orang lain, misalnya anak mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan atau ingin mendapatkan keterampilan tertentu, ia akan rajin belajar tanpa ada suruhan dari orang lain. Sebaliknya motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena ajakan, suruhan atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau belajar.

Kegiatan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa bukanlah hal mudah untuk dilakukan. Rendahnya kepedulian orang tua dan guru, merupakan salah satu penyebab sulitnya menumbuhkan motivasi belajar anak.. Fakta yang terjadi selama ini menunjukan bahwa ketika ada permasalahan tentang rendahnya motivasi belajar siswa, guru dan orang tua terkesan tidak mau peduli terhadap hal itu, guru membiarkan siswa malas belajar dan orang tua pun tidak peduli dengan kondisi belajar anak. Maka untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa orang tua dan guru perlu mengetahui penyebab rendahnya motivasi belajar siswa dan factor-faktor yang mempengaruhinya. 

Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Metode mengajar guru. Metode dan cara-cara mengajar guru yang monoton dan tidak menyenangkan akan mempengaruhi motivasi belajar siswa
  • Tujuan kurikulum dan pengajaran yang tidak jelas
  • Tidak adanya relevansi kurikulum dengan kebutuhan dan minat siswa 
  • Latar belakang ekonomi dan social budaya siswa

Sebagian besar siswa yang berekonomi lemah tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Contohnya siswa yang berasal dari pesisir pantai misalnya lebih memilih langsung bekerja melaut dari pada bersekolah, .
  • Kemajuan teknologi dan informasi. Siswa hanya memanfaatkan produk teknologi dan informasi untuk memuaskan kebutuhan kesenangan saja. 
  • Merasa kurang mampu terhadap mata pelajaran tertentu, seperti matematika, dan bahasa inggris
  • Masalah pribadi siswa baik dengan orang tua, teman maupun dengan lingkungan sekitarnya.

Raymond dan Judith (2004:24) mengungkapkan ada empat pengaruh utama dalam motivasi belajar seorang anak yaitu:
1. Budaya
Masing-masing kelompok atau etnis telah menetapkan dan menyatakan secara tidak langsung nilai-nilai yang berkenaan dengan pengetahuan baik dalam pengertian akademis maupun tradisional. Nilai-nilai itu terungkap melalui pengaruh agama, undang-undang politik untuk pendidikan serta melalui harapan-harapan orang tua yang berkenaan dengan persiapan anak-anak mereka dalam hubungannya dengan sekolah. Hal–hal ini akan mempengaruhi motivasi belajar anak.

2. Keluarga 
Berdasarkan penelitian orang tua memberi pengaruh utama dalam memotivasi belajar seorang anak. Pengaruh mereka terhadap perkembangan motivasi belajar anak-anak memeberi pengaruh yang sangat kuat dalam setiap perkembangannya dan akan terus berlanjut sampai habis masa SMA dan sesudahnya.

3. Sekolah 
Ketika sampai pada motivasi belajar, para gurulah yang membuat sebuah perbedaan. Dalam banyak hal mereka tidak sekuat seperti orang tua. Tetapi mereka bisa membuat kehidupan sekolah mnjadi menyenangkan atau menarik. Dan kita bisa mengingat seorang guru yang memenuhi ruang kelas dengan kegembiraan dan harapan serta membukakan pintu-pintu kita untuk menemukan pengetahuan yang mengagumkan.

4. Diri anak itu sendiri
Murid-murid yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk belajar dengan serius, belajar dengan baik dan masih bisa menikmati belajar, memiliki perilaku dan karakter pintar, berkualitas, mempunyai identitas, bisa mengatur diri sendiri sudah pasti mempengaruhi motivasi belajarnya.

Dilihat dari peranannya, maka orang tua dan guru paling berpengaruh dalam rangka memotivasi belajar siswa.Kerja sama antara kedua komponen ini akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang bisa menumbuhkan motivasi belajar anak. Untuk menghasilkan kolaborasi dalam rangka mencapai tujuan yang baik maka pola kerja sama antara ke duanya harus dirancang sedemikian rupa. Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh orang tua dan guru harus teridentifikasi dengan jelas. Karena dengan memahami kekuatan dan kelemahan guru dan orang tua akan dapat membuat rancangan yang tepat untuk menumbuhkan motivasi anak.

Ciri- Ciri Guru yang Bisa Memotivasi Siswa
Salah satu ciri guru yang bisa memotivasi adalah antusiasme, mereka peduli dan paham dengan apa yang diajarkannya dan mengkomunikasikannya dengan murid bahwa apa yang sedang mereka pelajari itu penting. Ia memberikan teladan yang dapat menjadi inspirasi bagi siswanya.

Ciri-ciri guru yang berkualitas dan bisa memotivasi siswa adalah guru yang melakukan hal-hal sebagai berikut :
  1. Menjadi manajer yang baik yang mampu merencanakan,mengelola, mengorganisasikan serta mengevaluasi kelasnya, murid-murid akan merasa aman dan nyaman bersamanya
  2. Fasilitator yang memperlakukan semua siswa mendapatkan kesempatan untuk belajar dan bertanggungjawab
  3. Memberikan pengaruh arus balik yang bersifat korektif
  4. Memberikan test-tes yang adil, penilaian yang bersifat informative
  5. Membantu murid-murid untuk menyadari bahwa mereka sedang tumbuh dalam persaingan dan keunggulan.

Ciri-ciri keluarga yang efektif
Keluarga yang efektif mampu memotivasi anak untuk belajar. Ciri-cirinya adalah :
  1. Membuat suatu kontrol atas kehidupan mereka
  2. Mengkomunikasikan harapan-harapan yang tinggi kepada anak-anak
  3. Memiliki impian tentang keberhasilan anak di masa depan
  4. Menanamkan pandangan bahwa kerja keras merupakan kunci keberhasilan
  5. Mengarahkan waktu anak-anak dalam aktifitas yang bermanfaat
  6. Membuat aturan yang positif seperti pembatasan menonton acara televise
  7. Memberikan tanggungjawab kepada anak untuk menyelesaikan masalah
  8. Sering berhubungan dengan guru
  9. Menekankan kehidupan spiritual terhadap anak.

Membangun Hubungan Kerja Sama
Selama ini hubungan yang terjadi antara guru dan orang tua masih terbatas pada hal-hal tertentu, orang tua ke sekolah atau menghubungi guru hanya karena ada masalah saja, begitupun sebaliknya guru menghubungi orang tua apabila ada masalah dengan anaknya. Orang tua ke sekolah hanya karena diundang oleh pihak sekolah pada acara-acara tertentu. Jarang dijumpai orang tua dan guru duduk bersama membahas upaya-upaya yang dapat dilakukan secara bersama untuk menunjang motivasi belajar anak. Maka ketika anak mendapatkan masalah terkait dengan motivasi belajarnya maka akan terjadi aksi saling menyalahkan antara guru dan orang tua. 

Maka kita tak boleh mengulangi kondisi di atas. Guru dan orang tua harus menciptakan hubungan positif dalam rangka menumbuhkan semangat belajar anak. Ada banyak cara yang bisa dilakukan oleh guru dalam membuka pintu untuk membangun komunikasi langsung. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi maka guru bisa memanfaatkan sms, email, atau pesawat telepon untuk membuka komunikasi dengan orang tua, atau kalaupun media-media komunikasi di atas belum memungkinkan untuk digunakan maka cara-cara manual seperti mengirim surat atau kuisioner yang berisi informasi tentang perkembangan kognitif, psikomotorik dan afektif anak dapat dilakukan oleh guru. Guru dapat menyediakan waktu sekali sebulan untuk melakukan hal ini. 

Sebaliknya orang tua juga perlu mengambil inisiatif dalam membuka jalur komunikasi dengan guru. Orang tua hendaknya bisa memberikan informasi-informasi yang berguna bagi guru tentang kondisi anak di rumah. Orang tua bisa melakukannya dengan menghubungi guru secara langsung di rumahnya atau melalui SMS, atau melalui telepon di luar jam mengajarnya. Orang tua juga bisa membina hubungan dengan pihak sekolah dengan cara sedapat mungkin menghadiri undangan dari pihak sekolah, karena momen seperti rapat-rapat orang tua merupakan sarana yang efektif untuk menyampaikan pendapat, uneg-uneg serta usul saran bagi pihak sekolah. 

Untuk mendukung kerja sama yang baik maka guru dan orang tua harus mengetahui apa yang bisa mereka lakukan untuk menumbuhkan motivasi belajar anak. Guru harus menempatkan usaha memotivasi siswa pada perencanaan pembelajarannya. Sebagai mana yang diungkapkan oleh Gagne yang dikutip oleh Abdul Majid (2008:69) Siswa sadar akan tujuan yang harus dicapai dan bersedia melibatkan diri. Hal ini sangat berperan karena siswa harus berusaha untuk memeras otaknya sendiri. Kalau kadar motivasinya rendah siswa akan cenderung membiarkan permasalahan yang diajukan. Maka peran guru dalam hal ini adalah menimbulkan motivasi siswa dan menyadarkan siswa akan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.

Proses Pendidikan Karakter

Proses Pendidikan Karakter

Proses pendidikan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, psikomotorik) dan fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat. Totalitas psikologis dan sosiokultural dapat dikelompokkan sebagaimana yang digambarkan dalam bagan berikut:
Bagan 1: Ruang Lingkup Pendidikan Karakter

 Berdasarkan gambar tersebut di atas, pengkategorian nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyrakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural dapat dikelompokkan dalam:
  1. Olah hati (spiritual & emotional development); 
  2. Olah pikir (intellectual development); 
  3. Olah raga dan kinestetik (physical & kinesthetic development); dan 
  4. Olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Proses tersebut secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar di atas (Desain Induk Pendidikan Karakter, 2010: 8-9).

Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter

Landasan Pedagogis Pendidikan Karakter 

Pendidikan adalah suatu upaya sadar untuk mengembangkan potensi peserta didik secara optimal. Usaha sadar itu tidak boleh dilepaskan dari lingkungan peserta didik berada, terutama dari lingkungan budayanya, karena peserta didik hidup tak terpisahkan dalam lingkungannya dan bertindak sesuai dengan kaidah-kaidah budayanya. Pendidikan yang tidak dilandasi oleh prinsip itu akan menyebabkan peserta didik tercerabut dari akar budayanya. Ketika hal ini terjadi, maka mereka tidak akan mengenal budayanya dengan baik sehingga ia menjadi orang “asing” dalam lingkungan budayanya. Selain menjadi orang asing, yang lebih mengkhawatirkan adalah dia menjadi orang yang tidak menyukai budayanya.

Budaya yang menyebabkan peserta didik tumbuh dan berkembang, dimulai dari budaya di lingkungan terdekat (kampung, RT, RW, desa) berkembang ke lingkungan yang lebih luas yaitu budaya nasional bangsa dan budaya universal yang dianut oleh umat manusia. Apabila peserta didik menjadi asing dari budaya terdekat, maka dia tidak mengenal dengan baik budaya bangsa dan dia tidak mengenal dirinya sebagai anggota budaya bangsa. Dalam situasi demikian, dia sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar dan bahkan cenderung untuk menerima budaya luar tanpa proses pertimbangan. Kecenderungan itu terjadi karena dia tidak memiliki norma dan nilai budaya nasionalnya yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan pertimbangan.

Semakin kuat seseorang memiliki dasar pertimbangan, semakin kuat pula kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang menjadi warga negara yang baik. Pada titik kulminasinya, norma dan nilai budaya secara kolektif pada tingkat makro akan menjadi norma dan nilai budaya bangsa. Dengan demikian, peserta didik akan menjadi warga negara Indonesia yang memiliki wawasan, cara berpikir, cara bertindak, dan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan norma dan nilai ciri ke-Indonesiaannya. Hal ini sesuai dengan fungsi utama pendidikan yang diamanatkan dalam UU Sisdiknas, “Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Oleh karena itu, aturan dasar yang mengatur pendidikan nasional  (UUD 1945 dan UU Sisdiknas) sudah memberikan landasan yang kokoh untuk mengembangkan keseluruhan potensi diri seseorang sebagai anggota masyarakat dan bangsa.
Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, yang berfungsi mewariskan nilai-nilai dan prestasi masa lalu ke generasi mendatang. Nilai-nilai dan prestasi itu merupakan kebanggaan bangsa dan menjadikan bangsa itu dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Selain mewariskan, pendidikan juga memiliki fungsi untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter bangsa. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan inti dari suatu proses pendidikan.

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu  menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, IPS, IPA, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta keterampilan). Dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa, kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Selain itu, pendidikan harus membangun pula kesadaran, pengetahuan, wawasan dan nilai berkenaan dengan lingkungan tempat diri dan bangsanya hidup (geografi), nilai yang hidup di masyarakat (antropologi), sistem sosial yang berlaku dan sedang berkembang (sosiologi), sistem ketatanegaraan, pemerintahan dan politik (ketatanegaraan/politik/ kewarga­negaraan), bahasa Indonesia dengan cara berpikirnya, kehidupan perekonomian, ilmu, teknologi dan seni. Artinya, perlu ada upaya  terobosan kurikulum berupa pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan  karakter bangsa. Dengan terobosan kurikulum yang demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada diri peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, bangsa, dan bahkan umat manusia.


Pendidikan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Urgensi Pendidikan Karakter (2)

Urgensi Pendidikan Karakter
Pemasalahan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembang­kan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.


Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. 
Pendidikan karakter merupakan perpaduan yang seimbang  diantara empat hal yaitu, olah hati, olah pikir, olah rasa, dan olah raga. Olah hati bermakna berkata, bersikap, dan berperilaku jujur. Olah pikir, cerdas yang selalu merasa membutuhkan pengetahuan. Olah rasa artinya memiliki cita-cita luhur, dan olah raga maknanya menjaga kesehatan seraya  menggapai cita-cita tersebut. Dengan memadukan secara seimbang keempat anasir kepribadian itu, peserta didik akan mampu menghayati dan membatinkan nilai-nilai luhur pendidikan karakter.
Banyak yang beranggapan kesuksesan seseorang banyak ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja. Sesungguhnya tidaklah benar bila ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis semata, tetapi lebih dominan ditentukan oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter sangat penting untuk dikembangkan.
Berbicara masalah pendidikan karakter, tentu tidak terlepas dari pengertian karakter itu sendiri. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Sang Penciptaa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dengan demikian, pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Dalam konteks keindonesiaan, penerapan pendidikan karakter  merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Para putra putri bangsa telah banyak pemborong medali dalam setiap kompetisi olimpiade sains internasional. Mereka mereka membutuhkan penghargaan sebagai bagian implementasi pendidikan karakter. Namun di sisi lain, kasus siswa-siswi cacat moral seperti siswi married by accident, aksi pornografi, kasus narkoba, plagiatisme dalam ujian, dan sejenisnya, senantiasa  marak menghiasi sejumlah media. Bukan hanya terbatas pada peserta didik, lembaga-lembaga pendidikan maupun instansi pemerintahan yang notabene diduduki oleh orang-orang penyandang gelar akademis, pun tak luput terjangkiti virus dekadensi moral.
Realitas mencengangkan tersebut dapat dianalogikan sebagai sebuah tamparan keras bagi bangsa. Para stakeholders dan pendidik yang tadinya diharapkan menjadi ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani, malah lebih menyuburkan slogan sarkastik: guru kencing berdiri, murid kencing berlari.
"Ketidaksehatan" lingkungan pendidikan inilah yang akhirnya mendorong munculnya tren homeschooling dan pendidikan virtual. Model pendidikan baru ini kian membuat sistem pendidikan formal tersisih. Tak sedikit keluarga peserta didik yang lantas mengalihkan anaknya untuk mengikuti program homeschooling karena khawatir akan pengaruh lingkungan sekolah yang tak lagi ‘steril’. Penyebab lain, tak jarang peserta didik mengalami tekanan psikologis di sekolah non-virtual disebabkan interaksi dengan guru yang terlalu kaku dan otoriter, plus tekanan pergaulan antarsiswa. Naasnya, pendidikan virtual bukannya memberikan solusi, malah membuat peserta didik semakin tercabut dari persinggungan realitas sosialnya.
Berbagai fenomena di atas menuntut agar sistem pendidikan dikaji ulang. Dalam hal ini, kurikulum sebagai standar pedoman pembelajaran belum sepenuhnya mengejawantahkan tujuan utama pendidikan itu sendiri, yaitu membentuk generasi cerdas komprehensif. Oleh karena itu, diperlukan reformasi pendidikan, demi memulihkan kesenjangan antara kualitas intelektual dengan nilai-nilai moral etika, budaya dan karakter.
Proses pendidikan di samping sebagai transfer pengetahuanseharusnya menjadi alat transformasi nilai-nilai moral dan character building.. Semakin terdidik seseorang, secara logis, seharusnya semakin tahu mana jalan yang benar dan mana jalan yang menyimpang, sehingga ilmu dan kualitas akademis yang didapatkan tidak disalahgunakan.
Pendidikan karakter berupaya menjawab berbagai problema pendidikan dewasa ini. Pendidikan  tersebut adalah sebuah konsep pendidikan integratif yang tidak hanya bertumpu pada pengembangan kompetisi kognitif peserta didik semata, tetapi juga pada penanaman nilai etika, moral, dan spritual.

Untuk mewujudkan pendidikan karakter, tidaklah perlu dibuat mata pelajaran baru, tetapi  cukup diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Salah satu cara yang efektif dengan mengubah atau menyusun silabus dan RPP dengan menyelipkan norma atau nilai-nilai dalam konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Salah satunya dengan mengambangkan pembelajaran kontekstual.

Pengertian Perilaku

Perilaku
Perilaku dalam kamus bahasa indonesia adalah tingkah laku atau perbuatan individu atau tanggapan individu yang terwujud dalam gerakan atau sikap (Walgito, 2003). Setiap manusia pastilah memiliki perilaku berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun demikian sebagian terbesar dari perilaku organisme itu sebagi respon terhadap stimulus eksternal. Bagaiman kaitan antara stimulus dan perilaku sebagai respon terdapat sudut pandang yang belum menyatu antara para ahli. Ada ahli yang memandang bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus, akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya, dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya, hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistis. Pandangan semacam ini pada umumnya merupakan pandangan yang bersifat behavioristis.


Berbeda dengan pandangan kaum behavioristis adalah pandangan dari aliran kognitif, yaitu yang memandang perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya. Ini berarti individu dalam kedaan aktif dalam menentukan perilaku yang diambilnya (Walgito, 2003: 13).

Menurut lewin (dalam Jalaluddin Rakhmat, 2007 : 27), perilaku individu diartikan sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan. Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan dimana individu berada. Perilaku manusia didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku.

Menurut Skiner (dalam Walgito, 2003:17) membedakan jenis-jenis perilaku menjadi (a) perilaku yang alami (innate behavior), (b) perilaku operan (operant behavior). Perilaku alami yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme dilahirkan, yaitu yang berupa refleks-refleks dan insting-insting, sedangkan perilaku operan yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar.

Proses Pembentukan Perilaku
            Perilaku manusia sebagian besar ialah berupa perilaku yang dibentuk, perilaku yang dipelajari. Berkaitan dengan hal tersebut ada tiga cara yang digunakan dalam  membentuk perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Walgito, 2003: 18 – 19).
1. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning (kebiasaan).
Salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun oleh Thorndike dan Skinner.
2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight).
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight. Misal datang kuliah jangan sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman-teman yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri. Cara ini berdasarkan atas teori belajar kognitif, yaitu belajar dengan disertai adanya pengertian. Bila dalam eksperimen Thorndike dalam belajar yang dipentingkan adalah soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau insight. Kohler adalah salah seorang tokoh dalam psikologi Gestalt dan termasuk dalam aliran kognitif.
3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model.
Di samping cara-cara pembentukan perilaku seperti tersebut di atas, pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Kalau orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya, hal tersebut menunjukkan pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning theory) atau observational learning theory yang dikemukakan oleh Bandura (1977).

Faktor yang mempengaruhi Perilaku Manusia
Perilaku manusia di pengaruhi oleh berbagai faktor. Rakhmat (2007: 32-47) menjelaskan ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang yaitu : faktor personal dan faktor situasional.
1. Faktor personal 
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia terdiri dari :

a. Faktor Biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia, bahkan berpadu dengan faktor sosiopsikologis. Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orangtuanya.

b. Faktor –faktor Sosiopsikologis
Manusia sebagai makhluk sosial memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya diantaranya :
  1. Motif sosiogenis disebut juga sebagai motif sekunder. Abraham Maslow mengklasifikasikan motif ini menjadi empat yaitu: Safety needs,belongingness and love needs, esteem neds, self-actualization.
  2. Sikap adalah kecenderungan bertindak, persepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.
  3. Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai gejala-gejala kesadaran, keperilakuan, dan proses fisiologis.
  4. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan.

2. Faktor Situasional
  • Faktor Ekologis. Kaum determinisme lingkungan sering menyatakan bahwa keadaan alam mempengaruhi gaya hidup dan perilaku
  • Suasana Perilaku (Behavioural setting). Berdasarkan penelitian Roger barker menemukan bahwa perilaku seseorang disesuaikan terhadap suasana yang dialaminya.
  • Faktor-faktor sosial terdiri dari struktur organisasi, sistem peranan, struktur kelompok dan karakteristik populasi.
  • Lingkungan Psikososial. Persepsi sesorang tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau mengecewakan, akan berpengaruh pada perilaku individu dalam lingkungannya.

Perilaku Menonton Televisi
Perilaku menonton menunjukkan perilaku penggunaan media televisi. Menurut Lowery dan De Fleur (1993) dalam Nando dkk (2012) menyebutkan ada tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur perilaku menonton yaitu total waktu menonton (durasi), seringnya menonton (frekuensi), dan pilihan program acara yang ditonton. Total waktu menonton adalah jumlah waktu yang dihabiskan seseorang untuk menonton program komedi, sedangkan frekuensi menonton adalah berapa kali seseorang menonton program komedi dalam jangka waktu tertentu. Pilihan program acara yang ditonton dapat dilihat dari pilihan nama acara program komedi yang dipilih untuk ditonton.
Keinginan khalayak untuk menonton televisi didasari oleh beberapa hal, salah satunya adalah motivasi. Motivasi merupakan usaha yang dilakukan manusia untuk menimbulkan dorongan untuk berbuat/ melakukan kegiatan. Motif merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan manusia berbuat sesuatu Gerungan (Ardianto, dkk 2009:93). 

Khalayak
Menurut Fajar (2009:155) Khalayak dalam komunikasi massa dapat terdiri dari pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton film dan televisi serta pendengar pidato (rhetorika). Khalayak adalah salah satu aktor dari proses komunikasi, karena itu unsur khalayak tidak boleh diabaikan, sebab berhasil tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak. (Cangara, 2010:157) Khalayak dalam studi komunikasi bisa berupa individu, kelompok  dan masyarakat.

Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang. Rakhmat (Ardianto, dkk 2009:3) Definisi dari rakhmat diatas tentang komunikasi massa termaksuk sederhana, namun dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa. Jadi sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar dilapangan luas yang dihadiri banyak orang tetapi jika tidak menggunakan media massa, itu bukan komunikasi massa. Komunikasi massa berarti suatu kegiatan menyampaikan pesan melalui media dan media yang digunakan harus dapat  dijangkau khalayak yang kedudukannya tersebar luas, jumlahnya banyak atau bersifat massal, serta dalam waktu bersamaan Rakhmat (2007:189). 

Menurut Gebner (Rakhmat, 2007:188) komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus  pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Dari definisi Gebner tergambar bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk  berupa pesan-pesan  komunikasi. Produk tersebut disebarkan, didistribusikan kepada khalayak luas secara terus menerus dalam jarak waktu yang tetap, misalnya harian, mingguan, dua mingguan atau bulanan. Proses memproduksi pesan tidak dapat dilakukan oleh perorangan, melainkan harus oleh lembaga, dan membutuhkan suatu teknologi tertentu, sehingga komunikasi massa akan banyak dilakukan oleh masyarakat industri.

Tentang Teori Uses And Gratifications

Teori Uses And Gratifications


Teori uses and gratification (kegunaan dan kepuasaan) ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya the uses on massa communication. Current perspectives on gratification research. Teori uses and gratification milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa menggunakan media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunkan media tersebut. Santoso, Edi dan Setiansah, Mike (2010:106).

Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori uses and gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Menurut Ardianto, dkk (2009:73-74) menyatakan khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) media untuk mendapatkan kepuasan (gratifications) atas kebutuhan seseorang. Oleh karena itu, sebagian besar perilaku khalayak akan dijelaskan melalui berbagai kebutuhan (needs) dan kepentingan  individu.

Teori ini jelas merupakan kebalikan dari teori peluru. Dalam teori peluru media sangat aktif dan all powerfull, sementara audience  berada di pihak yang pasif. Sementara itu, dalam teori uses and gratification ditekankan bahwa audience aktif untuk menentukan media mana yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya. Kalau dalam teori peluru terpaan media akan mengenai audience sebab ia berada di pihak yang pasif, sementara dalam teori uses and gratification justru sebaliknya.


Teori uses and gratification lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media massa. Artinya manusia itu mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, mereka percaya bahwa ada banyak alasan khalayak untuk menggunakan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebesan untuk memutuskan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya. Teori ini juga menyatakan bahwa media dapat mempunyai pengaruh jahat dalam kehidupan. Penggunaan teori ini bisa dilihat dalam kasus selektivitas musik personal. Kita menyeleksi musik tidak hanya karena cocok dengan lagunya, tetapi juga untuk motif-motif yang lain, misalnya untuk gengsi diri, kepuasan batin, atau sekedar hiburan.

Lirik Lagu Batak Mandiri Trio - Arga Do Holong Hi

Arga Do Holong Hi
Vocal: Mandiri Trio
Cipt: Erwin Sihite


Dang hamoraon di au
Na manggohi roha hi
Jala dang rupa ito
Boi mamutik holong hi
Na rap mangantusi
Mandodo roha
Ido di au…. ido di au

Dang na sadari ito
Mandalani ngolu on
Dang sai tarbahen so nahurang
Molo na marrokkap i
Na boi maniroi
Di nahumurang
Ido ito…. nahulului

Reff.
Unang jais roham
Dang na pamillit au
Arga do holong hi
Arga doi di au
Unang salahon au
Dipangidoan hi
Sala mamillit i
Hassit do haduan
Dang tarsolsolan be

Lirik Lagu Batak Melody Sister - Salendang Tanda Mata

Salendang Tanda Mata
Vocal: Melody Sister
Cipt: Lans Hutabarat



#
Sada-sada ma ilungki sai maraburan hasian
marningot ho nadisi hadaoan i
tung ngolngolan do au ito
paimahon baritam
hape laos so marna ro
##
Boasa ma gabe gotap
roham tu au da hasian
Boasa ma ikkon pulut roham tu au
mambahen au tarhirim songon na
paimahon bulan di hos ni ari

Reff...
Salendang na nilehon mi ito
na gabe saksi dipadanta i
tung ima mangapusi ilungki
paima diharoromi

Molo lupahononmu au ito
tupandelean luluanku hasian
salendang tanda mata nanilehon mi
piuonku bahen paningkotanhi
 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger