Definisi asuransi syari’ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah
usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang
melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi resiko/bahaya tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah usaha
saling melindung dan saling menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan
Syariah. Asuransi Syariah merupakan salah satu sistem ekonomi berbasis Islam
yang bersifat Universal dan berlaku untuk semua kenyakinan dan golongan
masyarakat. Asuransi Syariah tidak mengandung hal-hal seperti ketidakpastian,
perjudian, riba, penganiayaan, suap, barang haram dan maksiat.
Asuransi
syari’ah disebut
juga dengan asuransi ta’awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu
. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta’awun prinsip dasarnya
adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin
kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : “Dan
saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong
menolong dalam dosa dan permusuhan”
Asuransi yang selama ini
digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang
dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk
transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para
sahabat yang membahas hukumnya.
Perbedaan sistem yang
paling mendasar antara asuransi Islam dengan sistem asuransi konvensional.
1. Asuransi konvensional hanya
mengenal atau memberlakukan klaim dari pemegang polis, misalnya kecelakaan,
kematian atau hal-hal yang tidak diinginkan dan semua itu sudah tertulis
kesepakatannya dalam akad. Konsekwensinya, jika pemegang polis tidak tertimpa
musibah, semasa akad masih berlangsung, maka pemegang polis tidak dapat
mengklaimnya. Sistem ini mengundang pemegang polis yang nakal dengan menyiasati
untuk mendapatkan klaim yang besar dibanding dana yang telah diasuransikan.
Penyiasatan ini mengiring rekayasa tertentu, seperti upaya pembakaran bahkan
membunuh meski tidak dilakukan secara langsung oleh pemegang polis.Praktek
rekayasa tersebut merupakan tindakan kriminal yang berarti melanggar hukum,
bahkan sangat menodai harkat dan martabat manusia. Sebab korban yang menderita,
bukan hanya perusahaan asuransi, tetapi juga anggota masyarakat yang mungkin
tidak pernah berhubungan dengan lembaga asuransi.Sementara, jika jenis produk
asuransinya tidak terkait dengan peristiwa seperti kematian, kebakaran,
kecelakaan atau musibah, maka pemegang polis asuransi konvensional, juga tidak
dapat menikmati pengembalian dana kewajibannya selama belum melewati
waktu-waktu yang telah ditentukan. Juga, jika pemegang polis tidak dapat
meneruskan kewajibannya, maka dana yang telah disetorkan menjadi hangus.Prinsip
dasar asuransi konvensional tersebut, jelas berbeda dengan asuransi
syari’ah.
2. Prinsip
dasar asuransi takaful syari’ah berangkat dari sebuah filosofi bahwa manusia
berasal dari satu keturunan, Adam dan Hawa. Dengan demikian, manusia pada
hakikatnya merupakan keluarga besar. Untuk dapat meraih kehidupan bersama,
sesama manusia harus tolong menolong (ta’awun) dan saling berbuat kebajikan
(tabarru) dan saling menanggung (takaful). Prinsip ini merupakan dasar pijakan
bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Dari pijakan filosofis ini,
setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam asuransi syari’ah, yaitu saling
bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling melindungi penderitaan satu
sama lain.
Asuransi Keuntungan
Syariah
Asuransi Islam menggariskan
keuntungan yang sangat berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu, pemegang
polis diposisikan sebagai penabung, maka secara hukum, dana yang diasuransikan,
sama dengan tabungannya juga. Dengan posisinya sebagai tabungan, maka ada dua
keuntungan yang dapat dipetik langsung. Pertama, dana asuransi
Islam bagi masing-masing pemegang polis akan mendapat nilai tambahan. Nilai
tambahan ini bukan bunga, tetapi bagi hasil dari sistem mudharabah yang
merupakan manfaat finansial atas kebijakan kerjasama asuransi syari’ah dengan
bank syari’ah.Dalam hal ini, pihak asuransi syari’ah, menitipkan dana para
pemegang polis sebagai instrumen investasi yang dikelola lembaga keuangan
syari’ah, misalnya Bank syari’ah atau reksa dana syari’ah.Untuk konteks
ini premi yang dimaksud adalah premi tabungan. Sementara dalam sistem Bank
Syari’ah terdapat ketentuan bahwa siapapun yang ikut serta dalam proyek usaha,
ia akan mendapatkan bagi hasil atas keuntungan yang diperoleh dari kerjasama
itu. Karena itu para pemegang polis, berhak menikmati bagian keuntungan yang
dicapai Bank Syari’ah.Jika kita telaah penambahan dana asuransi yang dinikmati
para pemegang polis, merupakan buah nyata kebijakan kemitraan atau kerjasama
antara Asuransi Syari’ah dan Bank Syari’’ah. Hal ini merupakan salah satu keunggulan
Asuransi Syari’ah. Dalam hal ini kita dapat bertanya secara komparatif antara
asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah. Pernahkah terjadi dana asuransi
bertambah nilainya. Hanya diasuransi syari’ah yang bakal terjadi. Asuransi
lainnya jelas tidak sama sekali. kedua, bahwa pemegang polis
sewaktu-waktu, karena alasan tertentu tak dapat melanjutkan hubungan dengan
lembaga asuransi syari’ah, sehingga secara sepihak ia memutuskan hubungan
dengan pihak asuransi syari’ah. Pemutusan hubungan ini tidak menyebabkan
dananya hangus. Ia sebagai pemegang polis, berhak dan wajib hukumnya untuk
mendapatkan kembali dana yang diasuransikan. Memang tidak seutuhnya (100%) dana
yang telah diasuransikan itu, akan dikembalikan. Sebab dana pemegang polis akan
dikurangi dana tabarru (dana kebijakan). Dan harus dicatat pula, bahwa
pemegang polis tetap mendapatkan dana tambahan dari bagi hasil premi yang telah
disetornya. Meski terjadi sedikit pengurangan, tapi, pengembalian itu jauh
lebih baik dari sistem asuransi konvensional yang menghanguskan secara total
dana pemegang polis. Selanjutnya penting dicatat, bahwa praktik asurasi Islam
terbebas dari praktik-praktik yang diharamkan.
Asuransi Kerugian
Syariah
Dalam
praktek asuransi kerugian syariah, pengembalian sebagian premi ke nasabah dalam
bentuk surplus sharing sekilas mirip dengan mekanisme dalam asuransi
konvensional yang dikenal dengan istilah “No Claim Discount (NCD)â€.
Sebagai contoh, seorang pemegang polis asuransi kendaraan di sebuah perusahaan
asuransi konvensional akan mendapatkan discount pada saat polis tersebut
kembali diperpanjang di tahun berikutnya (dengan syarat selama masa
pertanggungan tidak mengajukan klaim). Dari kacamata asuransi syariah,
mekanisme discount seperti ini tentu saja berbeda dengan mudharabah karena NCD
hanya diberlakukan apabila si pemegang polis hendak memperpanjang polisnya.
Dalam asuransi syariah, hak mudharabah tetap dibayarkan kepada peserta meskipun
ia tidak memperpanjang polis. Dengan demikian, NCD dan bagi hasil bisa
diterapkan sekaligus di asuransi syariah, namun tidak bagi asuransi
konvensional.
Karena jangka
waktu pertanggungan untuk produk-produk asuransi kerugian (misalnya asuransi
kebakaran, kendaraan bermotor, kecelakaan diri, dan lain-lain) biasanya berlaku
untuk periode satu tahun maka produk ini tidak mengandung unsur tabungan (non
saving) sehingga seluruh premi yang terkumpul akan dimasukkan ke dalam satu
pool/fund untuk kemudian dikelola oleh perusahaan berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. Dari total dana ditambah hasil investasi dan dikurangi beban-beban
asuransi (komisi agen, premi reasuransi, klaim, dan lain-lain), apabila
kemudian terdapat surplus maka surplus tersebut akan dibagihasilkan antara
peserta dan perusahaan dengan nisbah yang sudah ditentukan di awal perjanjian.
1 komentar:
makasih gan infonya Pengertian Asuransi Syariah
Posting Komentar