E-Commerce
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 pada saat pertama kali
banner-elektronik dipakai untuk tujuan promosi dan periklanan di suatu
halaman-web (website). Menurut Riset Forrester, perdagangan elektronik
menghasilkan penjualan seharga AS$12,2 milyar pada 2003. Menurut laporan yang
lain pada bulan oktober 2006 yang lalu, pendapatan ritel online yang bersifat
non-travel di Amerika Serikat diramalkan akan mencapai seperempat trilyun dolar
US pada tahun 2011 (Fadli).
Istilah
“perdagangan elektronik” telah berubah sejalan dengan waktu. Awalnya,
perdagangan elektronik berarti pemanfaatan transaksi komersial, seperti
penggunaan EDI untuk mengirim dokumen komersial seperti pesanan pembelian atau
invoice secara elektronik. Kemudian berkembang menjadi suatu aktivitas yang mempunya
istilah yang lebih tepat “perdagangan web” — pembelian barang dan jasa melalui
World Wide Web melalui server aman (HTTPS), protokol server khusus yang
menggunakan enkripsi untuk merahasiakan data penting pelanggan.
Pada awalnya
ketika web mulai terkenal di masyarakat pada 1994, banyak jurnalis
memperkirakan bahwa e-commerce akan menjadi sebuah sektor ekonomi baru. Namun,
baru sekitar empat tahun kemudian protokol aman seperti HTTPS memasuki tahap
matang dan banyak digunakan. Antara 1998 dan 2000 banyak bisnis di AS dan Eropa
mengembangkan situs web perdagangan ini.
Menurut Wibawa,
H. (2010), Di Indonesia, fenomena e-commerce
ini sudah dikenal sejak tahun 1996 dengan munculnya situs http://www.sanur.com/ sebagai
toko buku on-line pertama. Salah seorang pakar internet Indonesia, Budi
Raharjo, menilai bahwa Indonesia memiliki potensi dan prospek yang cukup
menjanjikan untuk pengembangan e-commerce.
Berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan e-commerce ini seperti keterbatasan
infrastruktur, ketiadaan undang-undang, jaminan keamanan transaksi dan terutama
sumber daya manusia bisa diupayakan sekaligus dengan upaya pengembangan pranata
e-commerce itu
(Info Komputer edisi Oktober 1999:7).
Bagaimanapun,
kompetensi teknologi dan manfaat yang diperoleh memang seringkali harus
melalui proses yang cukup panjang. Namun mengabaikan
pengembangan kemampuan teknologi akan menimbulkan ekses negatif di masa
depan. Keterbukaan dan sifat proaktif serta antisipatif merupakan
alternatif yang dapat dipilih dalam menghadapi dinamika perkembangan
teknologi. Learning by doing
adalah alternatif terbaik untuk menghadapi fenomena e-commerce karena mau tak
mau Indonesia sudah menjadi bagian dari pasar e-commerce global. Meski belum sempurna ,
segala sarana dan pra-sarana yang tersedia dapat dimanfaatkan sambil terus
direvisi selaras dengan perkembangan mutakhir.
Perkembangan e-commerce di Indonesia sendiri telah ada
sejak tahun 1996, dengan berdirinya Dyviacom Intrabumi atau D-Net (www.dnet.net.id) sebagai perintis transaksi online. Wahana transaksi berupa mal online yang disebut D-Mall
(diakses lewat D-Net) ini telah menampung sekitar 33 toko online/merchant. Produk yang dijual bermacam-macam, mulai dari makanan,
aksesori, pakaian, produk perkantoran sampai furniture. Selain itu, berdiri
pula http://www.ecommerce-indonesia.com/, tempat penjualan online berbasis internet yang memiliki
fasilitas lengkap seperti adanya bagian depan toko (storefront) dan shopping
cart (keranjang belanja). Selain itu, ada juga Commerce Net Indonesia - yang
beralamat di http://isp.commerce.net.id/. Sebagai Commerce Service Provider (CSP) pertama di
Indonesia, Commerce Net Indonesia menawarkan kemudahan dalam melakukan jual
beli di internet. Commerce Net Indonesia sendiri telah bekerjasama dengan
lembaga-lembaga yang membutuhkan e-commerce, untuk melayani konsumen seperti PT
Telkom dan Bank International Indonesia. Selain itu, terdapat pula tujuh situs
yang menjadi anggota Commerce Net Indonesia, yaitu Plasa.com, Interactive Mall
2000, Officeland, Kompas Cyber Media, Mizan Online Telecommunication Mall dan
Trikomsel.
Dari data internet pada
www.worldstats.com, dalam sepuluh tahun terakhir jumlah pengguna internet di
dunia meningkat drastis, dari 0,4% pengguna di seluruh dunia, kini naik hampir
60 kali lipat di tahun 2008. Pengguna internet tahun 2008
1.565.000.000 atau sebesar 23,3 % dari jumlah penduduk di dunia. Dari 1,5
miliar pengguna internet saat ini, 41% berada di Asia, kemudian disusul Eropa
25% disusul Amerika Utara 16% dan Afrika dengan tingkat pengguna internet
terkecil di dunia hanya 5.6%. Besarnya pengguna internet di Asia sangat wajar
mengingat jumlah penduduk di Asia lebih dari 55% penduduk dunia atau sebesar
3,7 miliar jiwa dari total penduduk dunia 6,7 miliar jiwa. Sedangkan presentase
penetrasi terbesar pengguna internet terhadap total penduduk dunia masih
dipegang oleh negara-negara di kawasan Amerika Utara yang mencapai 73,1%
sedangkan penetrasi pengguna internet di Asia baru mencapai 17,2%. Prosentase pengguna
internet di dunia berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan, dan tingkat
pendapatan dapat dilihat pada diagram lingkaran di bawah ini:
Dengan trend pertumbuhan internet dalam beberapa tahun terakhir ini, Indonesia
menjadi pangsa pasar pengguna internet yang sangat potensial. Diperkirakan
untuk tahun 2008, 2009, 2010, trend pertumbuhan pengguna internet Indonesia
akan meningkat rata-rata 20% dari awal tahun 2008 sekitar 25 juta pengguna, di
akhir 2008 diperkirakan telah mencapai 30 juta pengguna atau baru 13% penduduk
Indonesia yang menikmati fasilitas internet. Jauh dari penetrasi pengguna
internet dunia yang mencapai 17,2% di Asia.
Krisis ekonomi yang melanda dunia
dan berdampak pada perekonomian di Indonesia, tidak akan menghalangi pengaruh
dari globalisasi teknologi dunia. Sebab dengan penerapan IT maka semakin besar
peluang masyarakat untuk mengakses komputer dan jaringan internet beserta
kandungan informasi di dalamnya. Walaupun belum mampu melayani seluruh rakyat
Indonesia, tetapi prosentase masyarakat yang akan terlayani akan jauh lebih
besar dari keadaan sekarang ini sebab dari data yang ada dari Internet Indo
Data Centra Indonesia (IDC) pada tahun 2008 pengguna internet di Indonesia
sekitar 25 juta atau sekitar 10,5% dari total penduduk.
Berdasarkan data Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hingga akhir maret 2008, telah
terpasang koneksi sekitar 241.000 broadband internet di seluruh indonesia.
Google yang merupakan salah satu pemain berpengaruh besar di dunia, melihat perkembangan
internet market yang cukup besar dan melihat penggunaan internet untuk UKM di
Indonesia sebagai target market yang dapat dikembangkan dan optimis dapat
memperoleh calon pengiklan yang memasang iklan melalui google adwords, yang
mana didukung dengan biaya yang cukup ringan yang dikeluarkan para pemasang
iklan yaitu Rp 90.- per klik di google awords. Didukung dengan hasil pengamatan
PT Synovate Indonesia yang mengatakan bahwa sebagian besar pengguna internet di
Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi yang berkenaan dengan
barang yang ingin mereka beli sehingga hal tersebut menandakan potensi besar
bagi online bisnis di Indonesia.
Semakin banyaknya pengguna
internet, diharapkan dapat mengubah perilaku masyarakat dalam melakukan
pembelian barang atau jasa, yaitu pembelian secara konvensional melalui
e-commerce. Sebagaimana hasil penelitian Liao and Cheung (2001) bahwa pengguna
internet di Singapura, semakin banyak mempergunkan internet maka ia semakin
senang melakukan pembelian melalui e-commerce (toko maya). Fenomena ini
diharapkan dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha, khususnya di Indonesia,
untuk mulai mengembangkan inovasi bisnis melalui e-commerce. Di Amerika, nilai
transaksi perdagangan retail yang dilakukan secara online terus meningkat.
Berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh US Cencus Bureau, nilai
transaksi retail secara online pada 3 bulan pertama tahun 2008 mencapai
33 milyar USD. Jumlah ini adalah sekitar 3.3 persen dari total nilai
perdagangan retail pada rentang waktu tersebut. Bila dilihat dari presentase ,
nilai transaksi retail online mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
akhir tahun 2000 yang hanya mencapai 1% dari total nilai perdagangan retail.
Menurut TID UN-ESCAP, dalam tahun
2007 di Asia Timur dan Pacific, jumlah pengguna internet meningkat 4 kali
dibandingkan kondisi tahun 2000. Jepang merupakan pusat e-commerce terpenting di wilayah Asia dan
Pacific, dengan rata-rata pertumbuhan omzet e-commerce sekitar 143% dalam 5 tahun
terakhir, diikuti oleh Australia dan Korea Selatan. Di Indonesia, diperkirakan
nilai transaksi retail yang dilakukan melalui internet masih sangat kecil
jumlah dan presentasenya jika dibandingkan dengan nilai transaksi retail secara
keseluruhan. Data pada tahun 2000 menyebutkan bahwa jumlah e-shop istilah bagi
toko di dunia maya di Indonesia sudah mencapai lebih dari dua puluh buah,
berarti dari data tersebut kemungkinan tiap tahunnya akan meningkat. Produk
yang dijual dalam e-commerce bermacam-macam, seperti, buku,
komputer, handphone, handicraft, dan t-shirt. Pada tahun 2000 tercatat nilai
transaksi e-commerce di Indonesia mencapai 100 juta USD. sedangkan nilai
transaksi di seluruh dunia mencapai 390milyar USD. hal ini berati menunjukkan
bahwa nilai transaski e-commerce di Indonesi masih sekitar 0,026% dari seluruh
total nilai transaksi e-commerce dunia (Boerhanoeddin,2003).
Untuk belanja
e-commerce ke luar negeri juga sangat memungkinkan, misalnya di eBay atau Amazon. Banyak contoh
beberapa situs luar negeri yang melayani jasa pembelian sebagai makelar e-commerce
ini. Melalui Googling saja dengan kata kunci International Checkout,
maka akan banyak rekomendasi dari Google tentang situs-situs broker jasa
pembelian barang ke luar negeri. Beberapa
situs yang terpercaya adalah situs berikut ini (Anonymous, 2011) : http://www.internationalcheckout.com
dan http://www.myamericanshopper.com
E-commerce
sebetulnya dapat menjadi suatu bisnis yang menjanjikan di Indonesia (Laksito,
R. D. , 2011). Hal ini tak lepas dari potensi berupa jumlah masyarakat yang
besar dan adanya jarak fisik yang jauh sehingga e-commerce dapat dimanfaatkan
dengan maksimal. Sayangnya, daya beli masyarakat yang masih rendah dan
infrastruktur telekomunikasi yang tidak merata di daerah-daerah lainnya membuat
e-commerce tidak begitu populer. Hal ini tak lepas dari jumlah pengguna
internet di Indonesia yang hanya sekitar 8 juta orang dari 215 juta penduduk.
Selain itu, e-commerce juga belum banyak dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan
di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar