Musik dan Lagu
Musik
sebagai suatu seni merupakan salah satu kebutuhan batiniah manusia yang
universal dan menjadi bagian integral dalam kehidupan manusia. Musik menjadi suatu kebutuhan karena musik
mempunyai peranan dan fungsi bagi manusia (Tim Seni
Musik SMA : 15).
Menurut Aristoteles (328-322 SM),
musik adalah sesuatu
yang dapat dipakai
untuk memulihkan keseimbangan jiwa yang sedang goyah, menghibur hati
yang sedang goyah dan merangsang rasa patriotisme dan kepahlawanan. Sedangkan seni musik adalah
suatu tiruan seluk beluk hati dengan menggunakan melodi dan irama.
Musik Sebagai
Sarana Penyampai Aspirasi
Dalam semiotik musik, adanya tanda-tanda perantara, yakni musik yang dicatat
dalam partitur orkestra merupakan jalan keluar. Untuk mencapai pendengaranya,
penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam
bentuk tanda tertulis menjadi visual (Alex Sobur, 2004:144).
Hal ini
terlihat dari beberapa karya musisi tanah air. Iwan Fals menyuarakan
aspirasinya melalui lirik tajam demi mengkritisi kondisi pemerintahan otoriter
pada era Orde Baru. Iwan dikagumi bukan karena musikalitas dan kemampuanya yang
hebat. Lebih dari itu, ia disanjung sebagai sosok yang punya sikap jelas
terhadap masalah-masalah politik (HAIKLIP edisi 5, 2002:17). Hal yang sama juga
terjadi pada era Reformasi. Musisi seperti Tony Q. Rastafara getol menyuarakan
pesan mengkritisi kondisi pemerintahan yang korup. Kedekatan Tony dengan aktivis
LSM memberikan inspirasi untuk membuat album yang mempunyai visi misi sosial
serta kemanusian yang lebih mendalam dan berarti bagi masyarakat luas, (http://www.tonyqrastafara.net/va08/).
Fungsi
Musik
Musik tercipta karena ada pesan
yang hendak disampaikan oleh pemusik. Pemusik mempunyai ide, gagasan, atau pengalaman
yang hendak disampaikan kepada orang lain melalui musik. Sementara itu orang
lain bisa menerima musik tersebut
bukan semata-mata karena
musik tersebut sudah
dibuat dan siap dinikmati tetapi lebih
jauh lagi ada kebutuhan yang terpenuhi dengan menikmati musik tertentu.
Ada beberapa fungsi musik, yang
pertama adalah mengungkapkan pengalaman fisik maupun pengalaman emosional. Maka dari
itu, tidak mengherankan jika
sangat banyak pemusik yang memasukkan tema cinta dalam liriknya. Cinta adalah suatu yang sangat luas artinya dan berlaku
universal. Setiap orang pasti pernah
mempunyai pengalaman cinta. Meskipun demikian, tidak semua musik berasal dari pengalaman pribadi
anggotanya. Banyak musik yang timbul
dari pengalaman orang lain, berdasarkan pengalaman tersebut kemudian dituangkan menjadi sebuah musik yang utuh.
Fungsi yang kedua adalah mengungkapkan ide-ide,
pemusik yang bisa mengungkapkan ide-ide,
biasanya adalah pemusik yang kritis. Pesan dimunculkan dalam musik, karena ada sesuatu yang kurang benar
yang perlu diperbaiki. Ide bisa muncul
dari keinginan untuk mengubah atau memperbaiki sesuatu yang sudah ada atau bahkan memunculkan sesuatu yang
baru.
Lirik
Lirik Lagu merupakan ekspresi seseorang tentang suatu
hal yang sudah dilihat, didengar maupun dialaminya. Dalam mengekspresikan
pengalamannya, penyair atau pencipta Lagu melakukan permainan kata-kata dan
bahasa untuk menciptakan daya tarik dan kekhasan terhadap lirik atau syairnya.
Permainan bahasa ini dapat berupa permainan vokal, gaya bahasa maupun
penyimpangan makna kata dan diperkuat dengan penggunaan melodi dan notasi musik
yang disesuaikan dengan lirik lagunya sehingga pendengar semakin terbawa dengan
apa yang dipikirkan pengarangnya (Awe, 2003:51).
Definisi lirik atau syair Lagu dapat
dianggap sebagai puisi begitu pula sebaliknya. Hal serupa juga dikatakan oleh
Jan van Luxemburg (1989) yaitu definisi mengenai teks-teks puisi tidak hanya
mencakup jenis-jenis sastra melainkan juga ungkapan yang bersifat pepatah,
pesan iklan, semboyan-semboyan politik, syair-syair lagu pop dan doa-doa. Jika
definisi lirik lagu dianggap sama dengan puisi, maka harus diketahui apa yang
dimaksud dengan puisi. Puisi menurut Rachmat Djoko Pradopo (1990) merupakan
rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam
wujud yang berkesan. Sedangkan menurut Herman J. Waluyo (1987) mengatakan puisi
adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair
secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa
pada struktur fisik dan struktur batinnya.
Memahami
Makna
Makna adalah
hubungan antara subjek dengan lambangnya. Makna pada dasarnya terbentuk berdasarkan
hubungan antara lambang komunikasi (simbol), akal budi manusia penggunanya
(objek). (Verdiansyah, 2004:70-71)
Brown dalam Sobur
2006:256, mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk
menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak
komponen dalam makna yang dibangkitkan kata atau suatu kalimat. Dalam Mulyana
2006:256, Brown mengatakan “seseorang mungkin dapat menghabiskan tahun-tahunnya
yang produktif untuk menguraikan makna atau kalimat tunggal dan akhirnya tidak
menyelesaikan tugas tersebut.
Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif /
lugas (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan dasarnya
meliputi hal-hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Contoh kata melati berarti “sejenis bunga”.
Makna konotatif ialah makna denotatif yang ditambahkan dengan segala gambaran,
ingatan, dan perasaan yang ditimbulkan oleh kata melati itu.
Makna denotasi adalah makna yang sebenarnya, makna ini
dapat digunakan untuk menyampaikan hal-hal factual. Makna denotasi disebut juga
makna lugas seperti yang ditemukan di kamus. Kata itu tidak mengalami
penambahan-penambahan makna, karena itu makna denotative lebih bersifat publik.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang
secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran.
Denotatif terdiri atas penanda dan petanda. Misalnya kata
“melati” berarti “sejenis bunga” ,
ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, akan tetapi
pada saat yng bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda. Makna denotative
pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotative ini lazim
diberi penjelasa sebagai makna yang sesuai dengan ahasil observasi menurut
penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya.
Jika denotasi
sebuah kata adalah definisi kata tersebut, maka makna konotasi sebuah kata
adalah makna subtantif atau emosionalnya (De Vito dalam Sobur, 2009:263). Hal
ini berarti bahwa kata konotasi melibatkan simbol-simbol, historis, dan hal-hal
yang berhubungan dengan emosional. Dikatakan objektif, sebab makna denotatif
ini berlaku umum. Sebaliknya, makna konotatif bersifat subjektif dalam
pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) hamper bias
dimengerti oleh semua orang, maka makna konotatif hanya bisa dimengerti oleh
sejumlah orang tertentu dalam jumlah yang relatif lebih kecil.
Simbol
Secara etimologi, simbol berasal dari kata
kerja Yunani, Sumballo (sumballein) yang berarti berwawancara,
merenungkan, memperbandingkan, bertemu, melemparkan jadi satu, menyatukan. Jadi
simbol adalah penyatuan oleh subyek atas dua hal menjadi satu. Sedangkan Reede
menyebutkan bahwa simbol berasal dan kata Greek
yaitu suni-balloo yang berarti
“saya bersatu bersamanya”, “penyatuan bersama”. Pemahaman yang diberikan oleh
Reede ini tidak jauh berbeda dengan pemahaman sebelumnya. Pada hakekatnya,
simbol adalah suatu penyatuan apakah itu berupa bentuk dan nilai harfiahnya,
wujud dan maknanya, kesadaran dan ketidaksadaran dan lain-lain. Penyatuan ini
merupakan nilai tambah terhadap kehidupan manusia sehingga perjalanan
kehidupannya lebih bermakna. Pemahaman kita tentang simbol ini harus kita
bedakan dengan pemahaman terhadap tanda (sign).
Tanda adalah formula fisik yang cenderung sebagai operator, sedangkan simbol
adalah formula makna yang berfungsi sebagai designator sebagaimana yang
diungkapkan oleh Cassier berikut, “simbol —bila diartikan tepat— tidak dapat
dijabarkan menjadi tanda semata-mata. Tanda dan simbol masing-masing terletak
pada dua bidang permasalahan yang berlainan: tanda adalab bagian dan dunia
fisik; simbol adalah bagian dan dunia makna manusia. Tanda adalah “operator”,
simbol adalah “designator”. Tanda, bahkan pun bila dipahami dan digunakan
seperti itu, bagaimanapun merupakan sesuatu yang fisik dan substansial; simbol
hanya memiliki nilai fungsional. Sependapat dengan Cassier, Carl Gustav
Jung yang Psikiater Swiss (1875 - 1961) juga membedakan antara tanda (zeichen)
dan simbol. Jung mengatakan bahwa antara pemakaian sesuatu sebagai tanda (semiotic) dan pemakaian sesuatu sebagai
simbol (symbolic). Simbol
mengandaikan bahwa ekspresi yang terpilih adalah formulasi yang paling baik
akan sesuatu yang relatif tidak terkenal, namun hal itu diketahui sebagai hal
yang ada atau diharapkan ada.
Semiotika
Studi semiotika adalah disiplin ilmu
yang mempelajari makna dari tanda-tanda. Teori Semiologi yang juga disebut
Semiotik mempunyai dua pengertian mendasar. Pertama semiologi signifikaansi dan
yang kedua semiologi komunikasi atau semiologi pragmatic.
Studi bahasa telah dipengaruhi oleh semiotik dan sebaliknya,keduanya saling
berinteraksi dan memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi keduanya. Bahasa
oleh Saussure dipandang sebagai sistem terstruktur yang mempresentasikan
realitas. Ia mengarahkan bahwa kajian-kajian mengenai bentuk, bunyi dan tata
bahasa menjadi sangat penting dalam kajian atau studi-studi bahasa Semiotika
adalah suatu ilmu atau atau metoda analisis untuk mengakaji tanda. Tanda –
tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau
dalam istilah Barthes, semiology pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things), Memaknai (to
signify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan
(to communicate). Memaknai berarti bahwa objek – objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek – objek itu hendak berkomunikasi,
tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes dan Kurniawan
dalam Sobur, 2004:15).
Semiotika Roland Barthes
Semiotika menurut Roland Barthes
adalah ilmu mengenai bentuk (form).Studi ini mengkaji sisgnifikasi yang
terpisah dari isinya (content). Semiotika tidak hanya meneliti mengenai signifier
dan signified, tetapi juga hubungan secara keseluruhan. Teks yang
dimaksud Roland Barthes adalah dalam arti luas.Teks tidak hanya berarti
berkaitan dengan aspek linguistik saja.Semiotika dapat meneliti teks di mana
tanda-tanda terkodifikasi dalam sebuah sistem.Dengan demikian, semiotika dapat
meneliti bermacam-macam teks seperti, berita, film, iklan, fashion, fiksi,
puisi dan drama (Sobur, 2004: 123).
Kritik Sosial
Kata
“kritik” bermakna: “suatu penilaian yang dikemukakan baik dalam bentuk tulisan
maupun lisan tentang suatu hal”, (Ensiklopedia Nasional Indonesi, 1991 :177).
Dan “sosial”: “suatu hal berkenaan dengan prilaku interpersonal, atau berkaitan
dengan proses sosial”, (Soerjono Soekanto, 1993: 464). Kritik sosial dipahami
sebagai sebuah bentuk komunikasi yang dikemukakan baik dalam bentuk tulisan
maupun lisan, berkenaan dengan masalah interpersonal, serta bertujuan
mengontrol jalannya sistem sosial.
Berbicara masalah kritik sosial tidak bisa dilepaskan
dari Mazhab Frankfrut, terutama generasi ke-2 dari mazhab ini, (Fransisco,
1990: 70-80). Pemikiran-pemikiran kritis mazhab ini dinamakan teori kritis atau
kritische theorie. Menurut Fransisco
Budi Hardiman konsep kritik diantaranya mencakup :
a.
Sikap Kritik Sebagai Praksis Emansipatoris
Salah
satu yang paling digemari oleh aliran Frankfurt dengan teori kritisnya adalah
praksis emansipatoris. Sebagaimana para filusuf pencerahan sebelumnya,
kritisisme teori kritis ini terletak pada obsesi para filusuf tersebut untuk
menjadi “aufklarung”, yaitu ingin menyikapi kenyataan sosial, dengan membuka
kedok-kedok ideologis dalam segala hal, (Sobur, 2004:143). Dengan kritik
ideologi tersebut diharapkan munculnya manusia yang sadar akan penindasan atas
dirinya dan mau bergerak membebaskan diri.
b.
“Paradigma Komunikasi” Sebagai Dialog Komunikatif
yang Menghasilkan Pencerahan.
Maksud
“paradigma komuniaksi” ini adalah memahami praksis emansipatoris sebagai dialog
dan tindakan komunikatif yang menghasilkan pencerahan.
Kritik sosial
terdiri dari dua istilah yakni dari kata kritik dan sosial. Kritik, dalam
(kamus besar Bahasa Indonesia, 1990: 466) di jelaskan bahwa kritik berarti
kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik
buruk suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya.
Sebab Kritik
Masyarakat
merupakan kelompok manusia terbesar yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap
dan perasaan persatuan yang sama, (Basrowi, 2009:38). Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat itu terdiri dari kelompok-kelompok mulai dari yang kecil sampai yang
paling besar yang memiliki kebiasaan dan kemudian menjadi tradisi yang
membentuk suatu aturan tertentu. Di dalam hubungan antarmasyarakat, terhadap
reaksi yang timbul sebagai akibat hubungan-hubungan tersebut yang menyebabkan
perilaku seseorang makin berkembang dan bertambah luas, sehingga dapat
mengakibatkan perubahan dalam masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam masyarakat dapat berupa nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola
perilaku, organisasi, susunan lembaga-lembanga kemasyarakatan, lapisan-lapisan
dalam masyarakat, kekuasaan dalam wewenang, interaksi sosial dan lain
sebagainya, (Soekanto, 2006:30).
Bentuk Kritik
Kritik sosial juga diekspresikan dalam
berbagai bentuk seni dan fiksi lainnya, misalnya karikatur, musik, drama, film.
Kritik juga dapat melalui tanda-tanda atau tindakan-tindakan simbolis yang
dilakukan sebagai bentuk ketidaksetujuan atau kecaman protes terhadap suatu
keadaan masyarakat yang terjadi, misalnya mogok makan, mogok kerja, yang
merupakan bentuk demonstrasi atau unjuk rasa yang dikemukakan secara massal.
Kritik sosial dalam berbagai bentuk ini mempunyai pengaruh dan dampak sosial
yang signifikan dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan
bentuk-bentuk kritik sosial yang telah dipaparkan, kritik sosial dapat
dikelompokkan berdasarkan pengekspresiannya dalam dua jenis, yakni kritik yang
dilakukan secara terbuka dan kritik yang dilakukan secara tertutup atau
terselubung. Kritik sosial secara terbuka berarti kegiatan penilaian, analisis
atau kajian terhadap keadaan suatu masyarakat tertentu yang dilakukan secara
langsung. Sedangkan kritik sosial yang dilakukan secara terselubung dapat
berupa tindakan-tindakan simbolis yang menyiratkan penilaian maupun kecaman
terhadap keadaan sosial suatu masyarakat secara tidak langsung, (Sepriana Yolandi
Ataupah. 2012).
0 komentar:
Posting Komentar