Urgensi Nilai Agama Dalam Kehidupan

Kehidupan manusia tak terpikirkan diluar kehidupan masyarakat. Individu tak bisa hidup dalam kesendirian dan keterpencilan sama sekali selama – lamanya. Manusia membutuhkan satu sama lain untuk bertahan hidup dan untuk hidup sebagai seorang manusia. Walaupun sebagai mahluk individu, manusia itu bisa saja mengembangkan dirinya sendiri, namun pengembangan dirinya secara utuh baik fisik maupun mentalnya tidak mungkin dilakukan dirinya sendiri tanpa hidup bersama dengan individu – individu atau orang lain dalam melangsungkan kehidupannya.

Sejak manusia lahir secara terus menerus tergantung dan dipengaruhi oleh orang lain dalam memenuhi kebutuhannya-kebutuhannya, baik yang berupa kebutuhan fisik, maupun kebutuhan psikologisnya. Dan sejak lahir pula manusia hidup dalam lingkungan sosial tertentu dimana ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, serta dalam lingkungan tersebut manusia dapat menyesuikan diri, belajar dan menambah pengalaman-pengalamannya agar dapat hidup sebagaimana mestinya. Sejak lahir manusia telah menjadi anggota dari lingkungan sosial tenpat ia melangsungkan kehidupannya dan mengembangkan dirinya secara utuh. Lingkungan sosial tempat manusia melangsungkan kehidupannya itu disebut masyarakat. Dan hanya dalam masyarakatnya manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial dapat mengembangkan dirinya secara utuh, baik fisik maupun mentalnya sebagai anggota masyarakat dimana ia hidup.

Kita masing-masing lahir sebagai manusia yang hidup ditengah-tengah pergaulan manusia. Namun demikian kita juga tidak mengenal secara rinci karakter manusia itu sebagaimana sebuah ungkapan “ tidak ada dua manusia yang sama, meskipun mereka lahir kembah (Nursid; 1998 : 7).

            Manusia sebagai sebuah fenomena dapat dikatakan sama dengan makhluk lain, khususnya sama dengan makhluk hidup yang lainnya. Manusia tunduk kepada hukum alam (sunnatulloh) mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan, mati dan seterusnya. Namun demikian manusia disebut manusia karena memiliki kelainan hakekat yang berbeda dengan makhluk lainnya, khususnya dengan makhluk hidup. Al-akli yang dikaruniakan Alloh kepada manusia, menjadi kunci utama perbedaan manusia dengan makhluk lainnya ciptaan Alloh.

            Demikian pula dengan keajaiban hati yang diberikan Alloh kepada manusia, hati bagaikan pemimpin yang ditaati di dalam tubuh dan yang lainnya adalah rakyat. Sabda Rosululloh yang artinya; “sesungguhnya dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging, apabila ia baik, baiklah seluruh tubuh, ia adalah hati”.

            Yang dimaksud dengan hati ialah lafal “Alqolbu”; 1) Daging yang terdapat di dalam dada di sebelah kiri dan di dalam rongganya berisi darah hitam, ia adalah sumber roh dan tempat tinggalnya. Daging dalam bentuk ini juga terdapat pada hewan dan orang mati. 2) Hati atau Alqolbu adalah bisikan rabbaniah ruhaniah. Bisikan inilah yang mengenal Alloh Ta’ala dan memahami apa yang tak terjangkau oleh khayalan dan angan-angan, dan itulah hakikat manusia dan dialah yang berseru.

            Makna ini ditunjukkan oleh firman Alloh; “sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal” (QS, Qaf : 37). Andai kata yang dimaksud dengan alqolbu disini adalah jantung, tentulah ia terdapat pada setiap orang.

            Ada dua tentara hati; pertama terlihat dengan mata, ia adalah tangan, kaki, mata, dan anggota-anggota badan lainnya. Kedua terlihat dengan mata hati yaitu sifat-sifat yang akan disebutkan, dan dalilnya adalah hadist Nabi SAW; “sesungguhnya di dalam tubuh anak Adam terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, maka seluruh tubuh akan baik dan ia adalah hati”. Hati harus menjadi pemimpin yang ditaati sedang nafsu dan anggota badan lainnya mentaati perintah-perintah dan larangan-larangannya. Jika tidak begitu dan dikuasai oleh syahwat, maka pemimpinnya menjadi bawahan dan keadaanya terbalik, maka rajapun menjadi tawanan yang ditundukkan  di tangan seekor anjing atau seorang musuh. Hadist Nabi SAW; “ingatlah sesungguhnya sorga itu terkepung oleh berbagai hal yang dibenci, sedangkan neraka dikelilingi oleh bermacam kesenangan nafsu”.

            Manusia adalah makhluk Tuhan YME, memiliki keunggulan dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Manusia mempunyai sistem nilai yang berlaku untuk kurun waktu yang cukup dimana ia hidup sebagai pegangan atau pedoman perilaku dalam menghasilkan karya sistem nilai itu disebut kebudayaan. Manusia mencapai kemanusiaannya melalui kebudayaan dalam bentuk karya budaya. Manusia sebagai makhluk berbudaya mempunyai tiga peran yaitu :
1.      Sebagai makhluk universal
2.      Makhluk pribadi
3.      Makhluk sosial

            Makhluk universal ialah yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama yaitu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, yang menjadi dasar kehidupan berbudaya, yang menjadi prestasi utama, akhlaq mulia, moral-spiritual, dan etik bagi pergaulan dengan sesama manusia.

            Makhluk sosial ialah makhluk berkelompok, bersuku-suku, berbangsa-bangsa, yang tidak dapat melepaskan diri dari manusia lain. Sebagai dasar untuk mengembangkan diri mereka harus memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempunyai nilai logic, sistematik, dan bidang ekonomi sebagai alat kehidupan.

            Makhluk pribadi ialah mempunyai ciri hakiki yang unik dan spesipik yang berbeda satu sama lain, memiliki nilai kreatif pribadi yang khas untuk menyertai dan penyempurnaan kedua peran di atas dengan menampilkan sesuatu yang terbaik yang bernilai indah atau estetik (Engkoswara; 1999 : 2-3).

            Menghampiri pemahaman tentang keimanan dan ketqwaan merupakan topik menarik namun relatif pelik, sebab pertama istilah keimanan dan ketaqwaan selain diwujudkan dalam realitas perilaku juga melibatkan niat yang tersembunyi di qolbu, tidak cukup bukti hanya dengan ucapan atau pengakuan saja. Kedua, sebagaimana Imam Bukhori (Rahmat; 1995) iman dalam pengertian taat “dapat bertambah dan berkurang” seiring dengan suasana qolbu yang dialami oleh seseorang. Ketiga, antara iman dan taqwa dalam perwujudannya merupakan satu ke-Tuhanan yang tak terpisahkan, mungkin hanya dapat dibedakan menurut istilah saja. Keempat, lingkungan berpengaruh terhadap kepribadian orang beriman dan bertaqwa.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger