Sumber daya genetik atau
plasma nutfah adalah bahan tanaman, hewan, jasad renik, yang mempunyai
kemampuan untuk menurunkan sifat dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sumber daya genetik ini mempunyai nilai baik yang nyata, yaitu telah diwujudkan
dalam pemanfaatan, maupun yang masih pada taraf potensi yaitu yang belum
diketahui manfaatnya. Pada tanaman, sumber daya genetik terdapat dalam biji,
jaringan, bagian lain tanaman, serta tanaman muda dan dewasa. Pada hewan atau
ternak sumber daya genetik terdapat dalam jaringan, bagian-bagian hewan
lainnya, semen, telur, embrio, hewan hidup, baik yang muda maupun yang dewasa.
Sumber daya genetik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemuliaan dalam mengembangkan
varietas baru tanaman atau menghasilkan rumpun baru ternak.
Sumber daya genetik dapat
terkandung di dalam varietas tradisional dan varietas mutakhir atau kerabat
liarnya. Bahan genetik ini merupakan bahan mentah yang sangat penting bagi para
pemulia tanaman, hewan dan ikan. Bahan genetik ini merupakan bahan cadangan
bagi makhluk untuk penyesuaian genetik dalam mengatasi perubahan kondisi
lingkungan yang membahayakan dan perubahan kondisi ekosistem yang tidak
mendukung kehidupan makhluk.
Banyak
spesies tanaman di Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya genetik tinggi
dan persebarannya meliputi berbagai daerah. Setiap daerah di Indonesia memiliki
beberapa sumber daya genetik yang khas, yang sering berbeda dengan yang ada di
daerah lain. Contoh yang dapat dikemukakan adalah beberapa varitas padi yang
khas untuk lokasinya. Kenyataan ini merupakan suatu potensi yang bernilai
tinggi bagi daerah untuk memanfaatkan fenomena ini. Sebagian dari sumber daya
genetik tersebut ada yang telah dikembangkan sehingga mempunyai nilai ekonomi
tinggi, tetapi banyak pula di antaranya yang belum dimanfaatkan sama sekali,
sehingga mengalami ancaman kepunahan. Contoh plasma nutfah tanaman yang
pemanfaatannya telah dikembangkan adalah salak Pondoh (Yogyakarta), salak Bali
(Bali), nenas Bogor (Bogor), duren Petruk (Semarang), mangga Gedong Gincu
(Cirebon), beras Rojolele (Delanggu), beras Cianjur (Cianjur), bareh Solok
(Solok), dan sebagainya.
Pada
ternak, walaupun tidak sebanyak pada tanaman, beberapa spesies ternak memiliki
keanekaragaman sumber daya genetik cukup tinggi, sebagian besar telah
dikembangkan pemanfaantannya dan memiliki nilai ekonomi. Contoh sapi Bali
(Bali), ayam Kedu (Kedu), domba Ekor Tipis (Garut), itik Alabio (Alabio,
Kalimantan Selatan), dan sebagainya. Pemanfaatan plasma nutfah ikan dapat
dilakukan melalui upaya budi daya dan penangkaran. Ikan emas dan ikan gurame
telah dibudidayakan dan dimuliakan menjadi beberapa varietas yang bernilai
ekonomi tinggi.
Indonesia
merupakan pula salah satu dari dua belas Pusat Keanekaragaman Hayati Vavilov
untuk tanaman pertanian karena merupakan kawasan terluas di Pusat Indomalaya.
Tanaman pertanian seperti pisang (Musa
spp.), pala (Myristica fragrans),
cengkeh (Syzygium aromaticum), durian
(Durio spp.), mangga (Mangifera spp), dan rambutan (Nephelium spp.) adalah tumbuhan asli
kawasan ini, dan Indonesia merupakan pusat keanekaragaman tanaman tersebut.
Beberapa tanaman sayuran seperti kecipir yang asli Indonesia telah berkembang
menghasilkan keanekaragaman yang cukup tinggi.
Data keanekaragaman genetik yang perlu
dikumpulkan mencakup:
1. Persebaran (berdasarkan geografi, ekologi dan habitat, waktu). Data
persebaran geografi akan memberikan informasi mengenai daerah terdapatnya pada
dimensi horisontal. Untuk informasi mengenai persebaran secara vertikal,
informasi diperoleh dari data persebaran ekologi. Untuk menentukan kapan
varietas tertentu muncul atau dapat ditemukan dalam jumlah besar, diperlukan
data mengenai persebaran waktu atau musim.
2. Status keberadaan dan kondisi. Status keberadaan mengenai sumberdaya
genetik mencakup asli/endemik, eksotik dan introduksi yang telah ternaturalisasi. Data ini akan membantu pengelola sumber daya genetik
dalam menentukan langkah yang perlu diambil agar sumber daya genetik yang
bersangkutan akan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Pengetahuan mengenai
status dan kondisi sumber daya genetik diperlukan
untuk menjadi dasar dalam pelestariannya.
3. Potensi Pengembangan. Data dan informasi mengenai potensi pengembangan
sumber daya genetik bermanfaat dalam menentukan arah pengembangan dalam
menghasilkan bibit tanaman unggul, varietas tanaman baru, atau rumpun yang
berbeda dengan rumpun lain-lainnya pada ternak. Di sini pun, kaidah pelestarian
tidak dapat diabaikan, misalnya dengan menyingkirkan varietas atau sumber daya
genetik yang kurang bermanfaat.
4. Upaya pemangku epentingan di daerah dalam pelestarian dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati (status dan kebutuhan untuk mewujudkan kelestarian
keanekaragaman hayati), meliputi: insitu/exsitu, lekat lahan/exsitu,
native/eksotik, hulu/hilir, sektor, pelaku.
Pengumpulan informasi keanekaragaman genetik dilakukan dengan menghimpun
data dan informasi yang ada di berbagai unit-unit kerja yang menangani sumber
daya genetik. Kegiatan pengumpulan ini disebut pengumpulan data sekunder.
Apabila data atau informasi tentang sumber daya genetik tertentu yang
dibutuhkan belum tersedia, maka dilakukan pengumpulan data langsung dari
lapangan. Kegiatan pengumpulan ini di sebut pengumpulan data primer. Kegiatan
pengumpulan data primer dilakukan oleh unit-unit kerja teknis.
Metode
pengumpulan data primer dilakukan secara eksplorasi:
1.
Pengertian eksplorasi secara umum adalah
pelacakan atau penjelajahan. Dalam sumber daya genetik tanaman dimaksudkan pula
sebagai kegiatan mencari, mengumpulkan, dan meneliti jenis sumber daya genetik
tertentu untuk mengamankannya dari ancaman kepunahannya. Sumber daya genetik
yang ditemukan perlu diamati sifat dan asalnya. Apabila bibitnya berhasil
dilestarikan di tempat koleksi baru (di luar habitat alaminya) disebut
pelestarian ex situ.
2.
Tumbuhan Alam: eksplorasi tumbuhan alam
dilakukan di habitat alamnya, yaitu di kawasan hutan, baik kawasan konservasi
maupun hutan produksi. Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan analisis
vegetasi pada jalur transek (lihat buku Analisis Vegetasi/ Ekologi Hutan). Agar
pekerjaan efisien, kegiatan eksplorasi dapat melibatkan penduduk lokal yang
mengetahui nama-nama daerah jenis vegetasi dan kegunaannya.
3.
Tanaman Pertanian: Eksplorasi hendaknya
dilakukan pada sentra produksi, daerah produksi tradisional, daerah terisolasi,
daerah pertanian lereng-lereng gunung, pulau terpencil, daerah suku asli,
daerah dengan sistem pertanian tradisional/belum maju, daerah yang
masyarakatnya menggunakan komoditas yang bersangkutan sebagai bahan pangan
pokok/utama/penting, daerah epidemik hama/penyakit, serta daerah transmigrasi
lama dan baru.
4.
Eksplorasi dan koleksi plasma nutfah disertai
dengan menggali keterangan dari petani yang berkaitan dengan kriteria
preferensi petani terhadap varietas tanaman yang bersangkutan. Keterangan dari
petani sangat bermanfaat untuk mengetahui alasan petani tetap menanam varietas
yang bersangkutan, preferensi sifat varietas yang diinginkan petani, hambatan
adopsi varietas unggul, dan informasi awal dari varietas yang dikumpulkan.
5.
Rute eksplorasi dan tempat-tempat perolehan
plasma nutfah dicantumkan pada peta yang skalanya cukup jelas, agar diketahui
daerah mana yang telah dilakukan eksplorasinya. Peta tersebut harus disertakan
pada laporan deskriptifnya dari “Germplasm collection with farmer’s criteria”
tadi. Materi koleksi dilengkapi data paspor (Lampiran). Di samping itu,
benihnya harus sehat dan jumlahnya mencukupi.
6.
Ternak: Pengumpulan data dan informasi
mengenai ternak dilakukan di sentra ternak, dengan mencatat berapa macam rumpun
ternak yang ada di lokasi inventarisai, dan sifat-sifat yang dikandung oleh
setiap rumpun ternak. Penting juga dicakup dalam inventarisasi data ini ialah
besarnya populasi masing-masing rumpun, dan kecenderungannya, apakah bertambah
atau berkurang dalam kurun waktu tertentu, serta penyebab terjadinya
kecenderungan tersebut.
7.
Ikan: Untuk eksplorasi ikan dilakukan dengan
cara pencarian dan pengumpulan di dalam maupun di luar habitat aslinya.
Terhadap ikan yang sudah dibudidayakan, pengumpulan data dan informsi dilakukan
di kolam pemeliharaan ikan air tawar dan di karamba, Untuk kelompok ikan laut
dan hewan laut lainnya, seperti udang, pengumpulan data dilakukan di tambak.
Hasil tangkapan langsung dari laut juga dapat dijadikan data dan informasi
mengenai ikan.
0 komentar:
Posting Komentar