Faktor Eksternal
Kebijaksanaan Pemerintah
Perkembangan
ekspor dipengaruhi strategi yang dipilih oleh negara berkembang dalam
melaksanakan industrialisasi. Industri tidak dapat dikatakan menghambat
perkembangan ekspor, tetapi strategi yang dipilih mempengaruhi pertumbuhan
ekspor yang berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi (Karimi, 1987). Bagi negara
yang berorientasikan ekspor, ia akan mengekspor berdasarkan prinsip “comparative advantage” (keunggulan
komperatif), yaitu mengatakan suatu negara akan cenderung untuk memproduksi
lebih banyak barang-barang yang proses produksinya relatif lebih efisien dan
mengekspornya pada gilirannya menukarkannya dengan barang-barang lain yang
memiliki keunggulan relatif lebih sedikit (Lindert,1993).
Rintuh (1995)
menjelaskan intervensi pemerintah dalam perekonomian dilakukan untuk
meningkatkan pengeluaran pemerintah. Peranan pemerintah dalam meningkatkan
ekspornya hendaknya mendapat respon dari pihak perusahaan. Keadaan ini dapat
menggairahkan mereka untuk melakukan peningkatan usahanya untuk memasuki pasar
internasional. Hal ini terlihat semenjak Indonesia merubah kebijakan
perdagangan luar negerinya dari substitusi impor ke tahap promosi ekspor dengan
menerbitkan sejumlah paket deregulasi.
Peran
pemerintah dalam promosi ekspor merupakan modal awal untuk perusahaan
memperkenalkan produknya untuk memasuki pasar internasional, sehingga
kebijaksanaan ini bisa mendorong perusahaaan untuk meningkatkan kinerja
ekspornya menjadi lebih baik. Disamping itu, kebijakan melalui proteksi terhadap
industri baru lebih dominan, dimana pemerintah memaksa industri baru untuk
menggunakan target ekspor untuk melakukan produksi dengan cepat pada tingkat
harga dunia.
Sosial Budaya
Lingkungan
sosial budaya perlu mendapat perhatian yang baik dari perusahaan. Karena setiap
negara memiliki kultur sosial budaya yang berbeda satu sama lainnya. Perbedaan
ini hendaknya bisa dijadikan suatu peluang yang baik bagi perusahaan dalam
menjual produknya. Dengan memahami kultur, nilai dan sikap, bahasa, kebiasaan
dan tata krama negara tujuan dengan baik setidaknya memberikan nilai tambah
bagi perusahaan dalam memperlancar produknya memasuki pasar negara tersebut
(Simamora,2000).
Dengan memahami
sosial budaya negara yang menjadi tujuan ekspornya, pihak manajemen dapat
mempermudah terjalinnya kerjasama dalam perdagangan kedua belah pihak. Hal yang
paling mendasar yang perlu diperhatikan dalam memasuki pasar internasional ini
adalah kemampuan bahasa yang dimiliki oleh manajer ( Schlegelmich, 1988) dimana
memiliki kontribusi terhadap kinerja ekspor perusahaan, sehingga memudahkan
terjalinnya komunikasi yang lancar. Sebab dengan menguasai bahasa dengan baik
berarti mempelajari kultur dari mana bahasa itu berasal (Simamora, 2000).
Politik
Ditinjau dari
segi perspektif ekonomi industri, faktor politik dapat menjadi penghalang dalam
melakukan ekspor kesuatu negara. Begitu juga dengan undang-undang yang berlaku
pada suatu negara dapat menjadi penghalang perdagangan internasional. Misalnya
kebijakan tariff yang diterapkan oleh suatu negara akan meningkatkan harga jual
suatu produk, sehingga sulit bersaing dengan produk lainnya (Baldauf
etal,.2000). Untuk itu, perusahaan perlu hati-hati dalam memasuki pasar dalam
suatu negara. Sebab, setiap negara memiliki kontrol terhadap perdagangan asing
yang masuk kenegaranya.
Faktor Internal
Karakteristik perusahaan lebih mudah dikontrol oleh pihak manajemen
perusahaan dibandingkan dengan faktor lingkungan. Karakteristik perusahaan akan
menentukan keunggulan komparatif perusahaan. Karakteristik perusahaan terdiri
dari ukuran perusahaan, pengalaman ekspor, kemampuan dalam perdagangan
internasional, hal ini akan mempengaruhi kinerja ekspor perusahaan tersebut.
Hasil studi menunjukan bahwa kinerja ekspor yang tinggi sangat dipengaruhi oleh
karakteristik perusahaan (Baldauf et al. 2000).
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan mempengaruhi alokasi sumber, kapasitas produksi dan skala
ekonomi, kesemuanya ini mempunyai hubungan positif dengan kinerja ekspor. Hal
ini juga dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin
tinggi kinerja ekspornya. Ukuran suatu perusahaan dapat dilihat dari jumlah
tenaga kerjanya, siklus produk maupun
total penjualan ekspornya. Menurut Schlegelmilch (1988) mengemukakan bahwa perusahaan yang
memiliki tenaga kerja kurang dari 300 orang kurang berminat dalam melakukan
kebijakan ekspor.
Pengalaman Ekspor
Disamping ukuran perusahaan, kinerja ekspor juga ditentukan oleh pengalaman
perusahaan dalam kegiatan ekspor, dimana semakin berpengalaman suatu perusahaan
dalam kegiatan ekspor maka kinerjanya juga semakin tinggi. Kotabe dan Cankota
(Ross and Michael, 1999) menyatakan bahwa untuk meningkatkan pengalaman
eksportir, tingkat keahlian mereka saja tidak mencukupi, makanya perlu
dipertimbangkan lagi secara jernih keahlian khusus yang memerlukan survey bagi
eksportir. Keahlian
yang lebih penting adalah keahlian logistik dan manajemen umum pemasaran dan
keuangan. Hal ini memungkinkan suatu perusahaan yang telah melakukan ekspor
dalam jangka waktu yang lama dapat terus bertahan dalam pasar ekspor.
Motif Proaktif
Motif dari
pihak manajemen sangat mempengaruhi kinerja ekspor suatu perusahaan. Motif manajemen ini terdiri dari dua bagian, yaitu
motif proaktif dan motif reaktif. Motif
proaktif adalah rangsangan keterlibatan dalam aktivitas perdagangan
internasional, hal ini disebabkan oleh besarnya permintaan terhadap produk
ekspor di negara - negara industri. Biasanya produk yang diekspor merupakan
komoditi primer.
Motif Proaktif
Sedangkan motif reaktif adalah usaha perusahaan dalam merespon perubahan
lingkungan, misalnya laba, kekhasan produk, pajak dan biaya produksi (Baldauf,
et al, 2000). Motif ini lebih dilandasi oleh kelebihan produksi perusahaan
dimana melakukan perdagangan ekspor disebabkan oleh telah terpenuhinya pasar
domestik. Menurut Pavord dan Bogard (Schlegelmilch,et al, 1988) menyimpulkan
bahwa motif dasar untuk mengekspor adalah telah dipenuhinya pasar domestik dan
menghasilkan perhatian manajer senior mengenai penurunan penjualan domestik.
Sedangkan Simpson (Schlegelmilch,et al, 1988) menemukan bahwa tindakan
melakukan ekspor merupakan sebagai alat untuk meningkatkan keuntungan ketika
terjadinya permintaan domestik mengalami penurunan.
Strategi Efisiensi Biaya
Menurut Porter (1994) mengemukakan ada tiga pilihan strategi generik yang
sering digunakan oleh suatu bisnis, yakni : differensial, cost leadership dan
fokus. Strategi
menekan biaya produksi (cost leadership) mengharuskan perusahaan untuk menekan
biaya serendah mungkin dengan cara meningkatkan efisiensi operasi atau kualitas
produk. Keunggulan biaya merupakan satu
dari dua jenis keunggulan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan
yang berorientasi ekspor dapat mencapai dan mempertahankan keseluruhan keunggulan biaya maka perusahaan akan
memiliki kinerja diatas rata-rata dalam industrinya dengan asumsi dapat
menguasai harga rata-rata industri (Porter,1994).
Menurut Porter
(1994) agar suatu perusahaan lebih unggul dari para pesaingnya, maka perusahaan
terus harus mampu memproduksi barang atau jasa sejenis dengan yang diproduksi
oleh pesaingnya dengan harga lebih murah. Agar perusahaaan mampu menghasilkan
barang atau jasa dengan biaya yang seminimum mungkin, maka haruslah perusahaan
tersebut bekerja dengan optimal.
0 komentar:
Posting Komentar