Semua
system selalu mempunyai misi untuk mencapai tujuan tertentu . Untuk mencapai
maksud tersebut diperlukan proses yang mengubah masukan (input)menjadi hasil
(output). Untuk kelangsungan hidupnya dan menjaga mutu prestasinya , maka
setiap sistem memerlukan terlaksananya fungsi kontrol, yang mencakup monitoring
dan koreksi . Fungsi –fungsi monitoring tersebut dalam analisis sistem sering
disebut umpan balik(feedback). Adanya umpan balik itu memungkinkan adanya
perbaikan (koreksi) sistem instruksional selama pengembangannya (Sasbani
1987,h.19). Disamping itu, dalam proses perubahan dari input menjadi output
dipengaruhi oleh perangkat lunak (software)dan perangkat keras (hardware) .
Dengan demikian, pendekatan sistem (System Approach) berorientasi pada tujuan ,
sedangkan kegiatannya melibatkan unsur-unsur melalui proses tertentu untuk
mencapai tujuan .
Manusia hidup dalam lingkungan yang serba bersistem . Sistem itu dibentuk dan disusun dari
komponen-komponen yang telah dibakukan dan mudah diganti –ganti , yang
masing-masing saling berinteraksi secara timbale balik ,berulang-ulang,ajeg dan
tunduk pada pola dasar yang tetap.
Pada jaman modern seperti sekarang ini manusia dengan
sengaja telah menciptakan dan menggerakkan sistem –sistem itu dengan tujuan
yang sadar untuk membuat hidupnya kian efisien produltifitasnya kian meningkat
dan komunikasinya kian efektif , lancar dan intensif(Soetandyo Wignjosoebroto,
tanpa tahun,h. 12).
Dengan demikian dalam proses pembentukan hukum nasional
dengan contoh/missal Hukum Adat sebagai inputnya untuk tujuan menghasilakan
output Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional, akan
melibatkan berbagi subsistem-subsistem dalam masyarakat lainnya. Hal ini
disebabkan karena hukum merupakan alat control mekanisme dari sistem . Dalam
pembentukan hukum nasional tersebut , perlu diperhatikan teori Talcott Parsons
mengenai kerangka untuk memahami masyarakat yang digambarkan dalam bentuk bagan
sibernetik sebagai berikut : (Satjipto Rahardjo ,1985,h. 21)
KEBENARAN JATI
(Ultimate
Reality)
-
Subsistem Budaya
-
Subsistem Sosial
-
Subsistem Politik
-
Subsistem Ekonomi
DUNIA
FISIK –ORGANIS
(Bio
–Physical Environment)
Berdasarkan bagan dimuka terlihat bahwa masyarakat
dihadapkan kepada dua kategori lingkungan yang masing-masing berdiri serta berada
secara otonom. Karena sifat otonom itulah maka kategori yang satu tidak dapat
dikembalikan kepada yang lain . Masing –masing berdiri sendiri dan
masing-masing memberikan bebannya kepada masyarakat dan juga kepada sub
–subsistem yang membentuk masyarakat tersebut beban ini digambarkan dalam
bentuk dua arah panah yang mengarah ke bawah, menggambarkan arus informasi .
Dengan demikian berarti bahwa subsistem
budaya mengandung kekayaan informasi tertinggi dan akan mengalir ke bawah
kepada subsistem-subsistem lainnya. Sub-sistem lainya tersebut mengandung
kekayaan informasi yang lebih rendah , dengan demikian subsistem ekonomi paling
miskin dalam kekayaan informasi dibandingkan dengan yang lain-lainnya . Akan
tetapi subsistem ekonomi ini mempunyai kekayaan energy yang paling besar . Jadi
arus yang menuju ke atas yang bertolak dari subsistem ekonomi ialah arus energy
(Periksa. Satjipto Rahardjo, 1985, h. 22)
Dalam hal arus energy tersebut , subsistem ekonomi
mempunyai energy yang paling kaya ,makin ke atas makin kecil , dan subsistem
budaya merupakan subsistem yang paling miskin energi .
Kekuatan –kekuatan informasi dan energy itulah yang
menghasilkan struktur Ideologi, Politik, Sosial , dan Budaya . Sistem sosial ,
struktur masyarakat dan susunan masyarakat semua bisa dikembalikan kepada
Kebenaran Jati (Ultimate Reality) dan Dunia Fisik Organis (Bio- Physical
Environment).
Sesuai subsistem diatas menempati kedudukannya sendiri
–sendiri sesuai dengan fungsi-fungsi yang dijelaskan . Fungsi yang mereka
jalankan disebut fungsi primer.
Subsistem budaya berfungsi mempertahankan pola ,
menghubungkan lingkungan (kebenaran jati)dengan masyarakat . Subsistem inilah
yang menyerap lingkungan tersebut dengan membentuk nilai-nilai yang kemudian
disebarkan ke dalam masyarakat , sehingga dapat terbentuk masyarakat menurut
sistem nilai yang dipilihnya .
Subsistem sosial mempunyai fungsi integrasi , yaitu
mempunyai hubungan yang erat dengan proses interaksi dalam masyarakat .
Subsistem politik mempunyai fungsi untuk mencapai tujuan
,yaitu berhubungan dengan masalah-masalah penentuan tujuan –tujuan yang harus
dicapai oleh masyarakat serta bagaimana mengorganisasikan dan memobilisasi
sumber-sumber daya untuk mencapainya .
Sedangkan subsistem ekonomi mempunyai fungsi adaptasi ,
yaitu merupakan penghubung antara masyarakat dengan lingkungan yang berupa
dunia fisik-organik.
Kalau melihat subsistem-subsistem dimuka maka hukum yang
mempunyai kedudukan sebagai alat control mekanisme dari sistem termasuk dalm
subsitem sosial. Karena dalam system social , interaksi sosial atau hubungan
antara sesama anggota masyarakat tidak cukup bila hanya ditegaskan oleh
nilai-nilai dalam masyarakat yang disebarkan oleh subsistem budaya .
Sebagaimana diketahui bahwa dalam interaksi sosial itu selalu mengarah kepada
timbulnya konflik karena antara masing-masing anggota masyarakat itu ada
perbedaan kepentingan . Subsistem kebudayaan sebetulnya ,memberikan sumbangan
untuk mencegah terjadinya konflik trsebut, tetapi tampaknya ia tidak
melakukannya secara kuat. Subsistem sosial mempunyai kemampuan yang lebih kuat
sebab secara aktif mendisiplinkan perilaku dan hubungan –hubungan dalam
masyarakat , tidak hanya mempertahankan asas-asas sebagaimana dilakukan
subsistem budaya. Pendisplinan itu dilakukan dengan dukungan sanksi, disinilah
hukum sebagai subsistem dari subsistem social berperan . Dengan sanksi tersebut
, hukum mengkoordinasikan unit-unit dalam lalu lintas kehidupan sosial , dengan
cara memberikan pedoman orientasi tentang bagaimanaseharusnya orang bertindak atau
diharapkan untuk bertindak (Perikasa. Satjipto Rahardjo,1985 :24).
Proses pembangunan (pembentuan)hukum nasional dengan
sendirinya akan dipengaruhi oleh keadaan subsistem budaya , subsistem politik
dan subsistem ekonomi yang kini ada dan berlaku di Indonesia . Dalam kaitannya
Hukum Adat sebagai masukan dalam rangka pencapaian tujuan menjadi Hukum
Nasional , maka kedudukannya sebagai masukan itu sendiri juga sudah dipengaruhi
oleh subsistem-subsistem tersebut diatas. Dalam tahap proses disampaikan Hukum
Adat dipengaruhi oleh keadaan –keadaan subsistem budaya , subsistem politik,
dan subsistem ekonomi juga sangat dipengaruhi oleh perangkat keras yang berupa
lembaga pembentuk Undang-undang(legislatif) , lembaga yudikatif (misalnya
pengadilan dan lembaga kepolisian )serta lembaga –lembaga lainya yang
mempengaruhi system penegak hukum . Oleh karena itu , pembentukan hukum
nasional tidaklah gampang, melainkan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
bila tidak hati-hati akan menimbulkan gejolak dalam masyarakat.
Dalam proses pembentukan hukum nasional itu , yang akan
sangat berpengaruh adalah subsistem
politik walaupun subsistem ekonomi juga akan mempengaruhi karena mempunyai
energy yang paling tinggi , tetepi subsistem politiklah yang lebih dekat dengan
subsistem sosial , sehingga ialah yang lebih berpengaruh.
Di negara–negara yang berkembang, seperti Indonesia ini ,
politik sangat mempengaruhi pembentukan hukum. Hal ini disebabkan , hukum di
Indonesiasaat sekarang ini bila dihubungkan dengan pendapat Nonet dan Philip
Selznick , baru termasuk hukum Represip, yaitu hukum merupakan alat dari
penguasa (Periksa. Mulyono W. Kusumah dan Paul S. Baut ,1988,h.15). Dengan
demikian hukum mempunyai kedudukan dibawah politik , walaupun tujuan nanti
(idealnya) adalah hukum Responsip, yaitu hukum dan politik berjalan seiring
sejalan . Karena politik berada diatas , maka dalam pembentukan Hukum Nasional
tentunya yang penting ialah tercapai tujuan politik itu sendiri . Hubungan
antara subsistem politik dan subsistem sosial (hukum )itu bisa terjadi , karena
subsistem politik ternyata mempunyai konsentrasi energy yang lebih tinggi
daripada hukum, sehingga bila hukum harus dihadapkan kepada politik, maka hukum
berada pada kedudukan yang lebih lemah . hubungan ini disebut hubungan yang
mengkondisikan .Politik merupakan kondisi dijalankannya oleh hukum . Hal ini
sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Daniel S. Lev sebagai berikut ;”Untuk
memahami sistem -sistem hukum ditengah-tengah transformasi politik , kita harus
mengamati mulai dari bawah , untuk mengetahui macam peran politik dan sosial apakah
yang diberikan orang kepadanya, yang didorong untuk melakukannya , dan yang dilarang untuk
menjalankannya”(Periksa. Satjipto Rahardjo ,1979, h.71) .
Memang disetiap negara , politik selalu m,emegang kendali
atau dapat dikatakan sebagai komandan , sedangkan subsitem-subsistem lainnya
adalah sebagai alat politik . Bahkan menurut Teori Hukum Politik (Political
Rochtstheorie), yang dikembangkan oleh R. Wietholther, dapat disimpulkan bahwa hukum
adalah politik (Law is politics). Dalam keadaan separti itu maka hukum tidak
merupakan gejala yang bebas nilai dan gejala netral, tetapi antara keduanya ada
hubungan yang immanent, sebab hukum selalu merupakan hasil proses politik
(kategori politik).
Dengan demikian apakah
hukum itu dibentuk oleh lembaga yang berwenang atau bukan, pembentuksn
hukum itu sendiri merupakan hubungan antara lembaga-lembaga eksekutif (badan
politik) dan lembaga legislatif (badan politik).Secara singkat dapat dikatakan
bahwa pada waktu dibentuk hukum adalah proses politik. Maka hukum baik didunia
intrnasional dan nasional selalu merupakan hasil keputusan politik. Walaupun
demikian,agar tatanan politik itu baik maka hukum tetap dibutuhkan , jadi
bagaimanapun baiknya tatanan politik ia
tetap membutuhka hukum,. Sebaliknya agar hukum itu baik , juga membutuhkan
politik. Disamping itu hukum dan politik ini pun membutuhkan moral , yang moral
ini terdapat dalam subsistem budaya. Budaya diartikan secara amat sempit akan
merujuk kepada hal-hal yang bersifat normatif belaka dan nilai-nilai yang bersifat imperative. Dalam pengertian
tersebut konsep budaya menjadi menjadi kalah luas dari konsep sosial ,sebabapa
yang disebut masyarakat dan kehidupan sosial itu mencakup semua perilaku yang
ajeg, baik yang berwarna baik maupun yang berwarna netral atau bahkan relatif
buruk (Lihat. Soetandyo Wignjosoebroto, tanpa tahun ,h. 110). Budaya yang
maknanya yang sempit akan terpandang sebagai “inner system” suatu kehidupan
social. Budaya yang dimengerti sebagai nilai-nilai imperative dan kaidah-kaidah
yang instruktif telah dijabarkan sebagai “the inner subsystem” suatu kehidupan
sosial dengan fungsi utama sebagai pengendali “the outher subsystem “ .The
outher subsystem ini terdiri dari :
1.
Perilaku–perilaku
ekonomi yang rasional dan yang gampang beradaptasi ke perubahan-perubahan
kepentingan sesaat.dan
2.
Perilaku-perilaku politik yang secara
realistik mau berkompromi secara bijak demi tercapainya tujuan-tujuan yang
menjamin eksistensi. Outer system yang progresif dilawankan dengan the inner
system (budaya)yang condong berwatak konservatif dan suka mengontrol . Hubungan
antara the outer system dan the inner system dalam sistem sosial ialah hubungan
yang bersifat tarik menarik atau saling tekan , dengan berbagai kemungkinan
resultante . The inner system bisa mendominasi sehingga mengakibatkan
terjadinya masyarakat yang statis dan konservatif :dapat terjadi pula bahwa the
outer system itulah yang mendominasi sehingga masyarakat tampil sebagai
masyarakat yang serba bergerak tanpa keberatan moral apapun; dan kemungkinannya
yang lain ialah tejadinya dominasi yang berkesinambungan secara dinamik antara
kedua sistem itu sehingga menghasilkan perubahan-perubahan yang terkendali.
Perubahan-perubahan dalam sistem sosial-budaya ternyata
tidak berlangsung sama saat dan sama cepat diantara komponen-komponenya . The
outer system lebih cepat berubah seiring dan selaras dengan perubahan-perubahan
lingkungan , sedangkan the inner system akan condong bertahan. Gejala-gejala
itulah yang dalam teori-teori perubahan
sosial disebut cultural lag . (Periksa . Soetandyo Wignjosoebroto, tanpa tahun
, h.110-123).
Apabila perubahan itu berlangsung secara evolosionistis ,
maka dampak ke dalam sitem sosial –budaya tidaklah akan parah. Adaptasi oleh
the outer system dengan mudah akan diteruskan dan diimbangi proses akomodasi
yang berangsur oleh the inner system . Tekan untuk ikut berubah pada the inner
system akan menimbulkan tegangan-tegangan dan kecemasan-kecemasan yang amat
bmenggelisahkan atau bahkan menimbulkan konflik-konflik budaya yang
merelatifkan semua bentuk pegangan hidup dalam masyarakat . Inilah yang lazim
dirujuk sebagai permasalahan dampak social-budaya (yang ditimbulkan oleh
perubahan-perubahan lingkungan ). Perubahan-perubahan yang disengaja atas dasar
kebijakanmanusia modern (dengan motif ekonomi dan politik)pada prinsipnya
berlangsung dengan amat pesat dank arena itu menimbulkan dampak-dampak budaya
yang berat. Perubahan timbale balik sebagaimana dijelaskan dengan “cultural lag”
tersebut,akan menekan system sosial budaya dengan intensitas dan akibat dampak
yang berbeda. Subsistem ekonomi atau the outer system pada umumnya tidak
mengalami atau menghadapi banyak masalah adaptasi. Sebaliknya the inner system
bila ditekan untuk berubah akan menghadapi banyak masalah. Disini mengontrol
yang berfungsi menegakkan dan melestarikan pola justru ditekan untuk ikut
berubah dan tak lestari. Kesulitan yang terjadi sebagai akibat konflik antara tuntutan dan perubahan
dan tuntutan berlestari akan hadir sebagai dilema( Periksa. Soetanyo
Wigjosoebroto, tanpa tahun,h.122-125) .
Berdasarkan penjelasan dimuka, jelaslah bahwa dalam
pembentukan hukum nasional akan dipengaruhi oleh politik, sebab kenyataannya
memang di Indonesia politik masih diatas hukum , atau dapat dikatakan masih
dalam taraf Represive Law . Akan tetepi dalam pembentukan hukum nasional baru
tentu saja ditujukan agar tercapai/tercipta Responsive Law , yaitu hukum yang tanggap
terhadap kebutuhan terbuka pada pengaruh dan lebih efektif dalam menangani
masalah-masalah social. Dalam hukum responsive ini kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembentukan hukum lebih terbuka (lihat. Mulyana W. Kusumah
dan Paul S. Baut,1988, h.21). Dalam keadaan ini memang hukum dan politik sudah
bisa berjalan seiring sejalan secara serasi (antara the outer system dan the
inner system ).
0 komentar:
Posting Komentar