Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan linkungannya. Berdasarkan
lingkungan atau habitat, ekologi dibedakan atas ekologi marine, air tawar,
daratan dan estuarine. Sedangkan berdasarkan taksonomi dibedakan atas tumbuhan,
vertebrata, insekta, mikroba dan lebih banyak lagi.
Hutan
merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang laim dijumpai di daerah
tropis, subtropis, di dataran rendah maupun pegunungan, bahkan di daerah kering
sekalipun. Pengertian hutan disini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang hidup dalam lapisan maupun permukaan tanah, yang terletak pada suatu
kawasan dan membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan
dinamis.
Pengertian hutan diatas erat
kaitannya dengan proses-proses yang saling berhubungan seperti berikut
ini:
- Hidrologis, artinya hutan
merupakan gudang penyimpanan air dan tempat menyerapnya air hujan maupun
embun yang pada akhirnya akan mengalirkannya ke sungai-sungai yang
memiliki mata air di tengah-tengah hutan secara teratur menurut irama
alam. Hutan juga berperan untuk melindungi tanah dari erosi dan daur unsur
haranya.
- Iklim, artinya komponen
ekosistem alam yang terdiri dari unsur-unsur hujan (air, sinar matahari
dan suhu), angin dan kelembaban yang sangat mempengaruhi kehidupan yang
ada di permukaan bumi, terutama iklim makro maupun mikro.
- Kesuburan tanah, artinya tanah
hutan merupakan pembentukan humus utama dan penyimpan unsur-unsur mineral
bagi tumbuhan lain.
- Keanekaragaman genetik, artinya
hutan memiliki kekayaan dari berbaai jenis flora dan fauna.
- Sumber daya alam, artinya hutan
mampu memberikan sumbangan hasil alam yang cukup besar bagi devisa negara,
terutama di bidang industri.
- Wilayah wisata alam,artinya
hutan mampu berfungsi sebagai sumber inspirasi, keagungan Tuhan yang Maha
Esa, nilai estetika, etika dan sebagainya.
2. FUNGSI HUTAN
Waktu
itu hutan hanya berfungsi dalam menyediakan kayu bakar dan sebagai gudang kayu
konstruksi rumah serta pertambangan. Setelah menuju era industri, hutan mulai
difungsikan sebagai penghasil bahan baku kebutuhan-kebutuhan, seperti kertas,
kayu lapis, bantalan kereta api, sandang dari rayon dan lain-lain. Bahkan
sekarang fungsi hutan semakin meluas menjadi:
- Hutan lindung, yang menjaga
kelestarian tanah dan tata air wilayah.
- Suaka alam, yang melestarikan
kehidupan tumbuhan dan hewan langka, sekaligus untuk pengembangan ilmu,
kepentingan kebudayaan, estetika, dan juga rekreasi.
- Hutan produksi, yang
menghasilkan kayu dan non kayu, seperti hasil industri kayu yang disamak
serta obat-obatan.
Secara
menyeluruh, kerusakan hutan akibat penebangan (deforestation) menurut analisa
ahli, adalah:
- Punah masyarakat dan budaya
yang cara hidupnya bergantung pada hutan. Hal ini bersamaan dengan
punahnya pengetahuan mereka.
- Bertambahnya lahan kritis dan
desertifikasi di kawasan tropik yang kering.
- Menurunnya curah hujan dalam
regional, yang memperburuk desertifikasi.
- Meningkatnya suhu global
sebagai akibat dari meningkatnya kadar karbon di atmosfir yang menyebabkan
meningginya permukaan air laut.
- Punahnya sejumlah besar spesies
tumbuhan dan hewan, termasuk hilangnya spesies margasatwa serta tumbuhan
pangan dan obat yang mempunyai potensi penting.
- Merosotnya jumlah populasi
burung daerah beriklim sedang yang bermigrasi ke daerah tropik.
- Meningkatnya pembukaan dan
erosi tanah.
- Hilangnya potensi listrik
tenaga air.
- Merosotnya daur kemiskinan
didaerah pedesaan
3. KERUSAKAN HUTAN DIDAERAH
Seluruh
daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten di Indonesia rata-rata memiliki
kondisi hutan yang sudah rusak. Propinsi Banten memiliki hutan tropis yang
luas, namun bersamaan dengan peningkatan jumlah penduduk kualitas dan kuantitas
hutan terus mengalami penurunan. Dari sekitar 250 ribu hektar hutan yang ada di
Banten, 90 ribu hektar atau 36 persen di antaranya dalam kondisi rusak parah
Tekanan
terhadap ekosistem hutan di bagian utara Banten jauh lebih besar dibandingkan
bagian selatan. Ini karena jumlah penduduk dibagian banten utara lebih banyak
daripada banten selatan, tapi perusakan dbagian selatan juga sangat parah.
A.Eksploitasi
berlebihan
Eksploitasi
ternyata tidak hanya terjadi di hutan pegunungan, tetapi juga di kawasan hutan
lainnya, seperti hutan yang ada di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Ci Danau,
Ci Beureum, Ci Simeut, Ci Ujung, Ci Baliung, Ci Banten, Ci Bogor, Ci Durian, Ci
Manceuri dan Cisadane. Begitu pula di hutan pantai, baik pantai barat, pantai
selatan dan pantai utara, bahkan di Taman Nasional Ujung Kulon, Kecamatan Sumur
Kabupaten Pandeglang juga terjadi perusakan dan penjarahan hutan.
Keruskan
hutan juga terjadi di kawasan cagar alam Rawa Dano, Kecamatan Mancak Kabupaten
Serang. Sebagai akibat tekanan penduduk, perambahan dan pengelolaan lahan
ilegal di cagar alam seluas 2.500 hektar tersebut sangat berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan, antara lain dengan melorotnya debit air dari
2.000 liter per detik menjadi hanya 200 liter per detik
B.Multifungsi
hutan
Hutan
memiliki multi fungsi, mulai dari fungsi klimatologis, hidrologis, sosiologis,
biologis, dan ekonomis. Fungsi klimatologis hutan erat kaitannya dengan
unsur-unsur iklim seperti hujan, suhu, kelembaban, angin dan sinar matahari.
Seluruh hutan yang ada di Banten berperan sebagai ‘paru-paru’ seluruh ekosistem
Propinsi Banten.
Gejala-gejala
ekosistem yang ‘sakit’ antara lain, pemasukan dan pengeluaran (siklus) air
tidak terkendali, suhu dan kelembaban meningkat, sinar matahari dan angin
kurang termanfaatkan dan tidak terarah.
C.Perlu
revitalisasi
Kondisi
dan berbagai fungsi hutan yang ada di Propinsi Banten perlu
direvitalisasi, begitu pula kebijakan dan strategi dalam manajemen hutan perlu
diperbaiki. Upaya yang harus ditempuh Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat,
antara lain melalui penerapan teknik silvikultur (perbaikan kualitas tegakan),
pengelolaan aspek ekologi (biodiversity), konservasi tanah dan air, pencegahan
bahaya kebakaran hutan, serta penelitian dan pengembangan (Litbang) kehutanan
.
Dalam
Litbang kehutanan di Propinsi Banten, beberapa perguruan tinggi yang ada di
Tangerang, Serang, Cilegon, Pandeglang, dan Lebak perlu diikutsertakan.
Perguruan tinggi tersebut diharapkan dapat menyelenggarakan kajian kehutanan
yang spesifik untuk kawasan masing-masing.
4. HUTAN TANAMAN INDUSTRI
Menurut
Kusmana dan Istomo (2008), dalam rumusan hasil Lokakarya Pembangunan
Timber Estate pada tanggal 29-31 Maret 1984 di Kampus Darmaga Fakultas
Kehutanan IPB. Istilah resmi Hutan Tanaman Industri (HTI) waktu itu belum
banyak dikenal maka digunakan istilah Timber Estate (perkebunan kayu).
Tujuan
pembangunan HTI adalah :
- Menyediaan bahan baku industri
perkayuan secara mantap dalam jumlah dan mutu dari hutan tanaman disamping
bahan baku yang berasal dari hutan alam.
- Meningkatkan nilai tambah dari
hutan dan meningkatkan penerimaan negara
- Meningkatkan peranan Indonesia
sebagai penghasil dan pengekspor kayu tropis utama di dunia.
- Mendorong pertumbuhan
pembangunan daerah sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing dalam
rangka pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.
- Memperluas kesempatan usaha dan
kesempatan kerja bagi semua golongan masyarakat.
- Mempercepat alih teknologi ke
tangan bangsa Indonesia.
- Meningkatkan peranan energi
alternatif, khususnya yang berasal dari biomassa dalam penyediaan energi
nasional, baik untuk keperluan industri maupun rumah tangga.
- Turut mengendalikan dan
mengamankan keserasian lingkungan hidup.
Hutan
tanaman industri (HTI) diarahkan sesuai jenis dan tujuan HTI yaitu (1) Kayu
pertukangan untuk tujuan industri kayu penggergajian dan plywood dengan arahan
daur 10-30 tahun. (2) Kayu serat dan pulp untuk tujuan industri pulp, kertas,
rayon dll. dengan arahan daur 8-20 tahun. (3) Kayu energi untuk tujuan industri
arang dan kayu bakar dengan arahan daur 5 tahun. Berdasarkan hasil lokakarya
tersebut lokasi pembangunan HTI diarahkan pada (1) Tanah kosong dan padang
alang-alang. (2) Semak belukara dan (3) hutan rawang dan hutan tidak produktif.
Hal-hal
penting yang menjadi kendala dalam pencapaian target dan permasalahan yang
muncul seputar pembangunan HTI adalah :
- Pembangunan HTI yang mengandalkan murni dana investor tidak menarik karena pengembaliam modal yang lama, banyak diliputi ketidakpastian baik politik, sosial dan ekonomi. Dengan skema penyertaan dana pemerintah (terutama dana DR ) sering memberi peluang untuk para pengusaha spekulan.
- Masalah ketidakpastian kawasan areal calon HTI yang umumnya sudah diokupasi masyarakat dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan di lapangan
- Kriteria tanah kosong dan padang alang-alang yang memberi peluang keberhasilan pembangunan HTI sangat rendah karena tanahnya yang tidak subur dan biaya produksi tinggi.
Kriteria hutan
tidak produktif yang multitafsir dan konversi hutan alam menjadi HTI dengan
adanya IPK semakin memperparah degradasi hutan alam yang tidak diimbangi
keberhasilan/ peningkatan produktivitas HTI. Dampak keberhasilan HTI terhadap
aspek lingkungan pada dasarnya jelas memberikan manfaat yang sangat positif.
Manfaat positif yang dapat diperoleh pada aspek lingkungan pembangunan HTI
adalah :
- Meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan jika HTI dibangun pada lahan yang tidak produktif (tanah kosong, padang alang-alang atau lahan kritis lainnya).
- Manjaga keseimbangan tata air dan meningkatkan serapan air, jika HTI dibangun pada lahan kritis dengan curah hujan tinggi yang sering dilanda banjir, erosi dan longsor.
- Dalam kaitannya dengan pemanasan global satu-satunya komponen ekosistem di bumi yang dapat menyerap CO2 cukup tinggi dan menghasilkan O2 adalah pohon atau hutan cepat tumbuh.
HTI dan keseimbangan air.
Pembangunan
HTI dapat menjaga keseimbangan air jika pembangunan HTI dilaksanakan secara
bijaksana dengan memperhatikan :
- Jenis pohon yang ditanam
disesuaikan antara tingkat transpirasi jenis tersebut dengan jumlah curah
hujan areal penanaman. Misalnya jika jenis yang ditanam mempunyai
evapotranpirasi sebesar 3000 mm/th, maka jenis tersebut hanya dapat
ditanam pada daerah dengan curah hujan > 3000 mm/th, karena jika
ditanam pada daerah dengan curah hujan < 3000 mm/th maka daerah tersebut
akan mengalami defisit air.
- Penanaman HTI sebaiknya
menciptakan strata tajuk, paling tidak ada dua strata, yaitu strata kanopi
pohon dan strata tumbuhan penutup tanah.
Air
simpanan adalah sumber untuk aliran air dalam jangka panjang, sebagain keluar
melalui mata air dan menambah aliran air. Hutan dapat pula mengurangi air
simpanan melalui evapotranspirasi, sehingga hutan mempunyai dua pengaruh yang
berlawanan terhadap besarnya aliran dasar. Hutan dapat meningkatkan suplesi
air, hutan mengurangi air simpanan karena evapotranspirasi, hal ini sangat
terasa pada musim kemarau Jika hutan produksi alam dikonversi menjadi HTI, maka
pengaruh konversi hutan terhadap aliran air ditentukan oleh perbandingan
besarnya evapotranspirasi dan suplesi air simpanan. Jika evapotranspirasi dan
suplesi air simpanan lebih kecil pada penggunaan baru maka aliran air akan
naik. Pada konversi hutan alam menjadi HTI pengaruh yang nyata adalah perubahan
dalam besarnya laju evapotranspirasi sedangkan laju suplesi air simpanan tidak
berubah.
0 komentar:
Posting Komentar