Nilai Agama Dalam Metode Pendidikan

Menurut Zaenal Abidin (1999 : 10) “Mendidik adalah merupakan kegiatan yang menyentuh sikap mental dan kepribadian anak didik, sedangkan kegiatan mengajar dan latihan sebagai salah satu bentuknya, lebih erat hubungannya dengan aspek intelektual dan keterampilan. Akan tetapi harus diakui bahwa mengajar yang lebih baik, pada dasarnya berarti juga sebagai kegiatan mendidik”.

Kondisi itu dapat terjadi terutama jika dalam situasi belajar mengajar, guru dengan menggunakan materi yang harus diajarkannya atau keterampilan yang harus dilatihkannya, mampu menciptakan sentuhan pendidikan (pertemuan pedagogis), sehingga seluruh kepribadiannya berinteraksi dengan anak didik dengan keseluruhan pribadinya pula. Dalam situasi seperti itu berarti anak didik, tidak sekedar mengalami perubahan dan perkembangan yang berhubungan dengan ranah kognitif, tetapi juga dalam cara berpikir, sikap dan tingkah laku, sebagai wujud dari perubahan dan perkembangan ranah afektif dan psikomotor. Dengan kata lain situasi belajar mengajar itu, mampu juga menyentuh sikap mental dan kepribadian anak didik.

Untuk itu pelaksanaan proses belajar mengajar atau interaksi pendidikan dengan subyek anak didik, dapat diwujudkan melalui beberapa cara atau metode yang memungkinkan sikap mental dan keseluruhan pribadi anak didik dapat terbentuk salah satunya melalui nilai-nilai keagamaan, dan tentunya di dalamnya harus mengarah kepada pencapaian kedewasaannya masing-masing. Cara-cara itu merupakan cara mendidik yang tidak saja dapat dipergunakan di rumah atau diluar sekolah atau oleh para ulama, tetapi juga dilingkungan sekolah oleh para guru.

Sehubungan dengan itu perlu disadari bahwa dalam seluruh proses mengajar dan mendidik, pribadi guru berhadapan atau berada dalam interaksi antara manusia dengan anak didik, seperti dikatakan Lukman Hamid (2002 : 25) bahwa; “…Interaksi itu harus disadari oleh penerimaan dan pemahaman pada anak didik secara manusiawi, dengan seluruh hakekatnya sebagai manusia. Satu diantaranya yang sering dilupakan bahwa subyek (anak) didik merupakan satu diri. Anak (subyek) bukan obyek, sebagaimana layaknya seorang pemahat patung berhadapan dengan seonggok tanah liat atau perungu atau sepotong kayu. Terhadap obyek seperti itu pemahat dapat berbuat sesuai dengan kehendaknya, untuk membuat patung kuda atau manusia atau jenis patung lainnya”.

Subyek (anak) didik bukan obyek seperti itu, yang dapat dibentuk menurut kehendak pendidiknya. Subyek (anak) didik bukan pula orang dewasa yang berbadan kecil, yang dapat dibiarkan menentukan sendiri dirinya, tanpa arahan, bimbingan dan pertolongan, sesuai dengan kebutuhannya menurut masa perkembangannya masing-masing.

Disinilah letak metode pendidikan dalam nilai-nilai keagamaan yang senantiasa mengajak, membimbing, mengingatkan dan meberi contoh kehidupan (keteladanan) dan keyakinan bahwa hidup ini adalah suatu perjalanan menuju suatu tempat yang jauh dan kekal didalamnya. Untuk itu manusia harus baik-baik mencari bekal supaya tidak kehausan dan kelaparan, supaya tidak ada rintangan dan halangan, dan untuk itulah senantiasa hidup ini harus ada pada jalur yang benar yang diridhai oleh Alloh SWT.


Oleh karena itu pekerjaan mendidik bukanlah pekerjaan sepihak, tetapi merupakan interaksi antar dua pihak, yang harus diwujudkan dalam hubungan manusiawi, dengan saling menempatkan sebagai subyek antara yang satu dengan yang lain. Cara-cara mendidik yang bersifat manusiawi diantaranya adalah melalui; keteladanan, kebiasaan, nasihat dan cerita, kedisiplinan, partisipasi, pemeliharaan dan pengawasan terhadap anak didik.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger