Landasan Filosofi Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara
Berkelanjutan
Tindakan
pengelolaan SDA mempunyai tujuan utama untuk menciptakan ekosistem yang
produktif dan berkelanjutan untuk menopang berbagai kebutuhan pengelolaannya.
Oleh karena itu pengelolaan SDA harus diarahkan agar :
a.
Praktek pengelolaan SDA harus
meliputi kegiatan eksploitasi dan pembinaan yang tujuannya mengusahakan agar
penurunan daya produksi alam akibat tindakan eksploitasi dapat diimbangi dengan
tindakan peremajaan dan pembinaan. Maka diharapkan manfaat maksimal dari SDA
dapat diperoleh secara terus menerus.
b.
Dalam pengelolaan SDA yang
berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan ekonomi harus seimbang, oleh karena itu
pemanfaatan berbagai jenis produk yang diinginkan oleh pengelola dapat dicapai
dengan mempertahankan kelestarian SDA tersebut dan lingkungannya.
Dengan demikian secara filosofis,
pengelolaan SDA berkelanjutan dipraktekan untuk memenuhi kebutuhan saat ini
dari pengelola, dengan tanpa mengabaikan pemenuhan kebutuhan bagi generasi yang
akan datang, baik dari segi keberlanjutan hasil maupun fungsi.
Permasalahan Utama dan Tujuan Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Berkelanjutan
Sebagai
suatu ekosistem hutan, mangrove sejak lama telah diketahui memiliki berbagai
fungsi ekologis, disamping manfaat ekonomis yang bersifat nyata, yaitu
menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagaimana halnya dalam
pengelolaan SDA lain yang bermanfaat ganda, ekonomis dan ekologis, masalah utama
yang dihadapi dalam pengelolaan hutan mangrove adalah menentukan tingka
pengelolaan yang optimal, dipandang dari kedua bentuk manfaat (ekonomi dan
ekologi tersebut).
Dibandingkan
dengan ekosistem hutan lain, ekosistem hutan mangrove memiliki beberapa sifat
kekhususan dipandang dari kepentingan keberadaan dan peranannya dalam ekosistem
SDA, yaitu :
a.
Letak hutan mangrove terbatas
pada tempat-tempat tertentu dan dengan luas yang terbatas pula.
b.
Peranan ekologis dari ekosistem
hutan mangrove bersifat khas, berbeda dengan peran ekosistem hutan lainnya.
c.
Hutan mangrove memiliki potensi
hasil yang bernilai ekonomis tinggi.
Berlandaskan pada kenyataan
tersebut, diperlukan adanya keseimbangan dalam memandang manfaat bagi
lingkungan dari hutan mangrove dalam keadaannya yang asli dengan manfaat
ekonomisnya. Dalam hal ini tujuan utama pengelolaan ekosistem mangrove adalah
sebagai berikut :
a. Mengoptimalkan manfaat produksi
dan manfaat ekologis dari ekosistem mangrove dengan menggunakan pendekatan
ekosistem berdasarkan prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang
bersangkutan.
b.
Merehabilitasi hutan mangrove
yang rusak.
c. Membangun dan memperkuat
kerangka kelembagaan beserta iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan
pengelolaan mangrove secara baik.
Kendala dalam
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
a. Kendala
Aspek Teknis
1)
Kondisi habitat yang tidak
begitu ramah, yakni tanah yang anaerob dan labil dengan salinitas yang relatif
tinggi apabila dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut
dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu.
2)
Adanya pencampuran komponen
ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan ekosistem daratan, yang mengakibatkan
pengelolaannya menjadi lebih kmpleks. Hal ini mengharuskan kecermatan yang
tinggi dalam menerapkan pengelolaan mengingat beragamnya sumber daya hayati
yang ada pada umumnya relatif peka terhadap gangguan, dan adanya keterkaitan
antara ekosistem mangrove dengan tipe ekosistem produktif lainnya di suatu
kawasan pesisir (padang
lamun, terumbu karang, estuaria).
3)
Kawasan pantai dimana mangrove
berada umumnya mendukung populasi penduduk yang ccukup tinggi, tetapi dengan
tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang rendah.
b. Kendala Aspek Kelembagaan
Dalam
pengelolaan wilayah pesisir beberapa kendala aspek kelembagaan diantaranya
adalah :
1)
Tata ruang kawasan pesisir di
banyak lokasi belum tersusun secara baik, bahkan ada yang belum sama sekali.
2)
Status kepemilikan bahan dan
tata batas yang tidak jelas.
3)
Banyaknya pihak yang
berkepentingan dengan kawasan dan sumber daya mangrove
4)
Belum jelasnya wewenng dan
tanggung jawab berbagai stake holder
yang terkait
5)
Masih lemahnya law enforcement dari peraturan
perundangan yang sudah ada
6)
Masih lemahnya koordinasi di
antara berbagai instansi yang berkompeten dalam pengelolaan mangrove
7)
Praktek perencanaan, pelaksanaa
dan pengendalian dalam pengelolaan mangrove belum banyak mengikutsertakan
partisipasi aktif masyarakat yang
berkepentingan dengan kawasan tersebut.
Bentuk
Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Pengelolaan
ekosistem (hutan) mangrove hendanya mencakup tiga benruk kegiatan pokok, yakni
:
a.
Pengusahaan hutan mangrove yang
kegiatanna dapat dikendalikan dengan penerapan sistem silvikultur dan
pengaturan kontrak (pemberian konsensi).
b.
Perlindungan dan pelestarian
hutan mangrove yang dilakukan dengan cara menunjuk, menetapkan dan mengukuhkan
hutan mangrove menjadi hutan lindung, hutan konservasi (Suaka Alam, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, Hutan Wisata, dll) dan kawasan lindung lainnya
(Jalur hijau, sempadan pantai/sungai, dll)
c.
Rehabilitasi kawasan mangrove
yang rusak sesuai dengan tujuan pengelolaannya dengan pendekatan pelaksanaan
dan penggunaan iptek yang tepat guna.
Kriteria Umum Penetapan Kawasan Hutan Mangrove
Berdasarkan Fungsinya
Dalam
rangka menetapkan suatu kawasan hutan mangrove ke dalam ktegori kawasan hutan
produksi (kawasan budidaya) dan kawasan hutan yang dilindungi (kawasan lindung)
harus ditetapkan arahan kriterianya secara nasional. Untuk keperluan tersebut
beberapa atribut yang dapat dijadikan kriteria antara lain adalah :
a. Kondisi fisik areal hutan
§ Ukuran relatif pulau dimana
mangrove tumbuh
§ Luas areal hutan
§ Kondisi tanah
b. Keunikan, kelangkaan,
keterwakilan dan kekhasan, baik pada level ekosistem maupun pada level sumber
daya (jenis flora/fauna).
c. Kerawanan fungsi lindung terhadap
lingkungan
d. Ketergantungan penduduk lokal
terhadap hutan
e. Stok tegakan beserta
regenerasinya dan hasil hutan bukan kayu, baik yang sudah ada peluang pasarnya
maupun yang belum ada peluang pasarnya.
Berdasarkan
tingkat pembobotan dari atribut-atribut tersebut di atas, maka dapat dilakukan
scoring sebagai batas penetapan kawasan hutan mangrove berdasarkan fungsinya di
suatu daerah.
Selain
itu, penetapan suatu kawasan hutan mangrove menjadi kawasan lindung (hutan lindung
dan hutan konservasi) dapat dilakukan tanpa sistem scoring apabila kondisi
fisik areal hutan dan potensi sumber daya hayatiya dipandang perlu untuk
dilindungi dan dilestarikan, misal :
a.
Mangrove yang tumbuh di tanah
berkoral atau tanah pasir podsol atau tanah gambut
b.
Mangrove yang tumbuh pada
kawasan pesisir yang arus air lautnya deras
c. Mangrove tempat bertelur penyu
atau tempat berkembang biak/mencari makan/memijah jenis ikan yang langka/hampir
punah/endemic
d.
Kawasan lainnya yang dipandang
perlu untuk dilindungi dan dilestarikan.
0 komentar:
Posting Komentar