Pendekatan teknis yang
dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial adalah dengan sistem silvofishery
(Perum Perhutani,1993). Sistem ini merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah yang
cukup efektif dan ekonomis. Aspek keuntungan
yang diperoleh dengan model silvofishery
ini antara lain dapat meningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat
mengatasi masalah pangan dan energi
(aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspek
ekologi).Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukup
baik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaan
ikan, pihak Perum Perhutani secara tidak langsung menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.
Pola silvofishery yang digunakan
adalah pola komplangan (Gambar 1) dan empang parit (Gambar 2) (Perum Perhutani,
1994; Sumarhani, 1994; Amir, dkk, 1994).
Perhutanan Sosial yang dilakukan oleh Perum Perhutani merupakan program
pembangunan, pemeliharaan dan pengamanan
hutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Program
ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal,
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus perbaikan lingkungan dan
kelestariannya yang pelaksanaannya terbatas dikawasan hutan. Berdasarkan
pengertian tersebut diharapkan Perhutanan Sosial dapat memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan
tekanan sosial budaya penduduk di sekitar hutan yang berakibat turunnya
produktivitas lahan dan fungsihutan maupun kualitas lingkungan biofisik di
sekitarnya.
Surat
Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 60.2/Kpts/DIR/1988 merupakan Pedoman
Pelaksanaan Perhutanan Sosial. Penggarap
empang dianggap sebagai mitra sejajar dalam pembangunan hutan atas dasar saling
menguntungkan. Perhutanan Sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan
pola agroforestry. Agroforestry merupakan
suatu alternatif yang cukup efektif dalam
upaya untuk menyatukan kepentingan antara kehutanan dengan
masyarakat sekitar hutan, khususnya
Kelompok Tani Hutan sehingga terjalin hubungan mitra pembangunan yang harmonis yang saling
menguntungkan. Dalam system agroforestry, penggunaan lahan pada dasarnya
dititikberatkan pada salah satu usaha
tanaman pangan, peternakan atau kehutanan (Setiawan 1991). Jika tanaman kehutanan dikombinasikan dengan pertambakan
ikan atau udang disebut silvofishery. Tujuan kegiatan Perhutanan Sosial
di hutan mangrove ini sama halnya dengan
di kawasan hutan produksi, yaitu : untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal ini dilakukan dengan
dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.
1. Pendekatan Teknis
Keterangan :
a. pintu air 2 buah (pintu masuk dan keluar)
b. tanggul pemisah
c. areal bertegakan hutan dengan pasang surut
bebas
d. empang pemeliharaan ikan
Keuntungan
- cahaya matahari yang menyinarinya cukup baik
- dapat diterapkan budidaya semi intensif
- perkembangan hutan dan ikan tidak saling
menghambat
Hambatan :
- membutuhkan biaya investasi untuk pembuatan
empang
Keterangan
:
a. pintu air untuk pemeliharaan ikan
b. saluran air pasang surut bebas untuk hutan
c. empang tempat pemeliharaan ikan lebar maksimum
5 meter
d. areal tegakan hutan dengan pasang surut bebas
e. tanggul
Keuntungan
:
- cahaya
matahari yang menyinari cukup baik
- biaya penyempurnaan empang parit dapat
dilaksanakan secara bertahap setiap pemeliharaan
Hambatan
:
- pemeliharaan ikan kurang terintegrasi
- lebar parit terbatas sehingga cahaya matahari
yang menyinari tidak cukup
banyak
2. Pendekatan Non
Teknis
Dalam melaksanakan
pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasi penggarap kawasan
hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove
bersama-sama dengan kelompoknya dan membentuk program kerja yang akan di
laksanakannya. Untuk kelancaran
pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab masing-masing seksi dari
kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapi dengan koperasi sebagai
wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana pengolahan hasil. Untuk
mempermudah pembinaan petani empang parit, para petani dikelompokkan dalam
wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari
Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :
1.
Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
2.
Ikut
menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove
3.
Gotong
royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar pasang surut air
laut dan aliran sungai
4.
Secara
rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi, diantaranya
cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
5.
Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan
saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan
pengolahan ikan.
Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya
menjadi hak penggarap
anggota KTH.
0 komentar:
Posting Komentar