Teori Pembuatan Pesan

Teori-teori sifat
            Sejumlah sifat telah dipelajari dalam riset komunikasi dan menghasilkan teori-teori sifat. Berikut diuraikan dua teori sifat yang menonjol.

            Teori Sensitivitas Retoris. Roderich Hart dan koleganya merupakan penemu dari teori ini. Mereka berpendapat bahwa komunikasi efektif muncul dari sensitivitas dan perduli dalam menyesuaikan apa yang dikomunikasikan komunikator (pembicara) terhadap komunikan (pendengar). Sensitivitas retoris merupakan sikap yang menunjukkan tendensi-tendensi untuk mengadaptasikan pesan ke  audience.

Sensitivitas retoris mewujudkan kepentingan sendiri, kepentingan orang lain, dan sikap situasional. Sikap ini membawa ke arah pemahaman yang lebih efektif dan akseptasi idea-idea. Orang-orang yang sensitif retoris menerima kompleksitas personal, memahami bahwa individu merupakan komposit dari banyak diri. Orang harus berhubungan dengan “diri” yang beroperasi dalam situasi yang ada.

Individu adaptif retoris menghindari kekakuan dalam berkomunikasi dan berupaya mengembangkan kepentingan sendiri dalam berkomunikasi dengan kepentingan orang lain. Individu ini juga mencoba menyesuaikan apa yang mereka katakan pada level, mood, dan keyakinan orang lain. Tidak meninggalkan nilai-nilai milik sendiri, namun menyadari bahwa dirinya dapat mengkomunikasikan nilai-nilai dengan berbagai cara. Orang yang sensitif retoris sadar akan kesesuaian mengkomunikasikan atau tidak mengkomunikasikan idea-idea tertentu dalam situasi-situasi yang berbeda. Suatu ide dapat diekspresikan dengan banyak cara dan dapat diadaptasikan kepada audience menjadi efektif.  
          
Untuk memahami lebih baik orang yang sensitif retoris dibandingkan dengan noble self  (sifat individu tanpa penyesuaian atau adaptasi kepada orang lain) dan reflector retoris (sifat individu yang bertentangan secara ekstrim yang membentuk dirinya sendiri pada keinginan orang lain). Hart dan koleganya menciptakan kuesioner yang disebut RHETSEN dan disebarkan kepada lebih 3000 mahasiswa pada 49 universitas. Melalui studi ini para peneliti menemukan variasi substansial diantara orang-orang. Kebanyakan orang memiliki derajat-derajat ketiga tipe seluruhnya dengan satu tipe yang menonjol.

Variasi antara orang-orang kelihatannya berhubungan dengan berbagai faktor, termasuk perbedaan filosofis, ekonomi, geografis dan kultural. Kelompok tertentu seperti keluarga dan kelompok etnis mungkin mengajar dan memperkuat nilai-nilai tipe tertentu, contohnya; noble self cenderung liberal secara politis, muda dn kompetitif. Reflector retoris cenderung konservatif dan mereka lebih tua dari rata-rata noble self. Sensitifitas retoris kelihatannya menjadi kelas menengah, teristimewa diantara kelompok yang independen secara politis, dan memiliki beberapa ikatan etnis.

Terkait dengan gaya komunikator, sensitivitas retoris merupakan individu yang memilki sikap atau gaya yang menonjol saat mereka berkomunikasi. Robert Norton dan koleganya adalah peneliti gaya komunikasi dan berpendapat bahwa kita berkomunikasi pada dua level. Kita bukan hanya memberikan informasi, namun kita juga menyajikan informasi dalam bentuk tertentu kepada orang lain dan bagaimana memahami dan bagaimana menanggapi suatu pesan. Norton yakin bahwa isyarat yang terdapat dalam proses komunikasi berfungsi sebagai suatu “pesan gaya” dengan mengisyaratkan bagaimana suatu pesan harus diterima, disaring, diinterpretasikan dan dipahami.

Ada sejumlah gaya yang memungkinkan. Setiap gaya adalah suatu kombinasi dari variabel tertentu. Norton telah menemukan variabel yang dapat masuk ke dalam gaya keseluruhan individu, termasuk dominasi, perilaku dramatis, suka berbedebat, semangat, meninggalkan kesan, relaksasi, penuh perhatian, keterbukaan dan keramahtamahan. Tumpang tindih seringkali berada diantara variabel-variabel tersebut.

Agresi

Agresi atau aplikasi tekanan kepada orang lain biasanya diobservasi dalam komunikasi. Pengembangan konsep ini dilakukan oleh Dominic Ifante dan koleganya. Mereka berpendapat bahwa agresi dapat menjadi konstruktif ketika ia ditujukan untuk memperbaiki kondisi atau meningkatkan suatu hubungan dan dapat pula menjadi destruktif bila ia menyebabkan ketidakpuasan atau merusak hubungan dengan berbagai cara.

Agresi terdiri dari empat sifat yaitu; ketegasan, kesukaan berdebat, permusuhan dan keagresifan verbal. Dua yang pertama adalah positif dan pasangan kedua adalah negatif. Ketegasan mengemukakan hak seseorang tanpa menghambat hak orang lain. Sebagai suatu sifat, ia merupakan tendensi untuk bereaksi jujur.

Kesukaan berbedebat adalah tendensi mengajak bercakap-cakap tentang berbagai topik-topik kontroversial. Mendukung titik pandang seseorang dan menolak keyakinan pihak lain. Infante yakin bahwa kesukaan berdebat dapat memperbaiki pembelajaran, membantu orang melihat titik pandang orang lain, meningkatkan kredibilitas, dan membangun kecakapan berkomunikasi. Individu argumentatife (suka berdebat) berdasarkan definisi adalah asertif, walaupun tidak seluruh orang asertif adalah argumentatif. 

Permusuhan adalah tendensi menampilkan marah. Penting untuk dicatat bahwa seseorang dapat menjadi asertif, bahkan argumentatif tanpa marah. Tidak seperti ketegasan dan suka berbedat, permusuhan melibatkan sifat lekas marah, negativisme, kebencian dan kecurigaan. Permusuhan jelas merupakan sifat negatif.


Keagresifan verbal sering walaupun tidak selalu diasosiasikan dengan permusuhan. Keagresifan verbal merupakan upaya menyakiti seseorang tidak secara fisik, namun secara emosional, menyerang idea dan keyakinan. Agresi verbal juga menyerang ego/konsep diri, menyertakan semacam taktik sebagai penghinaan, kata-kata tidak senonoh, ancaman dan ledakan emosional. Ia menghasilkan kemarahan, keadaan memalukan, menyakiti perasaan dan reaksi negatif lain. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger