Pengertian dan Penyembuhan Malaria

1.    Definisi Malaria
                   Malaria adalah salah satu penyakit menular yang bersifat akut maupun kronis. Terdiri dari kata mal dan area yang berarti udara yang busuk, diambil dari kondisi yang terjadi yaitu suatu penyakit yang banyak diderita masyarakat yang tinggal di sekitar rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk (Gandahusada dkk,1998). Penyakit malaria merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria, suatu protozoa darah genus plasmodium yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina yang terinfeksi  (Nugroho,2000).
2.    Gejala Klinis Malaria
       Gejala klinis malaria merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosis malaria. Manifestasi klinis malaria sangat khas dengan adanya serangan demam yang intermitten, anemia dan splenomegali. Penyakit ini cenderung untuk beralih dari demam akut ke keadaan menahun. Selama stadium akut terdapat masa demam yang intermitten.  Sedangkan pada infeksi oleh plasmodium vivax, panas bersifat ireguler, kadang-kadang remiten atau intermiten.  Dalam stadium menahun berikutnya terdapat masa laten yang diselingi kambuh  beberapa kali.  Kambuhnya penyakit ini sangat mirip dengan serangan pertama. Sementara itu rekrudensi sering terjadi pada infeksi yang disebabkan plasmodium malariae ( Harijanto,2010).

                   Demam yang terjadi pada penderita berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit/skizon). Berat ringannya pun tergantung pada jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Di Indonesia sampai saat ini terdapat empat macam plasmodium penyebab infeksi malaria yaitu :
a.    Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang menimbulkan demam tiap 24-48 jam,
b.    Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana yang menimbulkan demam tiap hari ke 3
c.    Plasmodium malariae penyebab malaria kuartana yang menimbulkan demam tiap hari ke 4
d.   Plasmodium ovale penyebab malaria ovale, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa pengobatan (Harijanto, 2010).
Selain itu, pada infeksi malaria terdapat gejala klasik malaria akut yang sering di sebut Trias Malaria, secara berurutan :   

a.                 Periode dingin.

Stadium ini mulai dengan menggigil, kulit dingin dan kering.  Gigi gemeretak dan penderita biasanya menutup tubuhnya dengan selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah. Bibir dan jari pucat kebiru-biruan, kulit kering dan pucat. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam. diikuti meningkatnya temperatur.

b.                Periode demam

Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Suhu badan dapat meningkat sampai 40°C atau lebih. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala, nadi cepat, respirasi meningkat, muntah-muntah dan dapat terjadi syok (tekanan darah turun)  bahkan sampai terjadi kejang (pada anak).  Stadium ini berlangsung lebih lama dari periode dingin,  antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh pecahnya sison darah yang telah matang dan masuknya merozoit ke dalam aliran darah.

c.                 Periode Berkeringat.
Pada periode ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Temperatur turun dan penderita merasa capek dan biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan di atas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofosoit dan sison). Untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut.

3.      Diagnosis malaria
     Diagnosis malaria umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) dalam darah penderita. Manifestasi klinis demam malaria seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain seperti demam dengue dan demam tifoid, sehingga sulit dilakukan diagnosa dengan mengandalkan pengamatan secara klinis saja, namun perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis malaria sedini mungkin. Pemeriksaan mikroskopis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar di peroleh nilai diagnostik yang tinggi yaitu dengan sensivitas dan spesifitas  yang tinggi. Syarat-syarat tersebut meliputi:
a.    Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir peroide demam memasuki periode berkeringat karena pada periode ini jumlah trofozoit mencapai jumlah maksimal dalam sirkulasi.
b.    Volume darah yang diambil sebagai sampel cukup untuk sediaan darah tipis ( 1 – 1,5 mikroliter) dan sediaan darah tebal (3-4 mikroliter)
c.    Kualitas preparat harus baik agar terjamin kualitas identifikasi spesies plasmodium dengan tepat (Purwaningsih, 2000).

4.    Epidemiologi Malaria
            Penularan malaria banyak terjadi pada kebanyakan daerah tropis dan sub tropis,  terutama terdapat pada daerah dimana orang-orang  mempunyai gametosit dalam darahnya  sehingga menjadikan nyamuk anopheles terinfeksi dan menularkan pada orang yang sehat. Walaupun  Amerika Serikat, Kanada, Eropa, Australia dan Israel sekarang bebas  malaria lokal, wabah setempat dapat terjadi melalui infeksi nyamuk lokal oleh wisatawan yang datang dari daerah endemis (Nelson, 2000).

            Daerah yang sejak semula bebas malaria adalah Pasifik Tengah dan Selatan (Hawai dan Selandia Baru). Ini terjadi karena di daerah tersebut malaria tidak dapat berlangsung dalam tubuh nyamuk anopheles  (Anophelism without malaria) karena kondisi iklim/temperatur yang tidak sesuai (Sutanto dkk, 2008).

            Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia)  dan 32°LS (Argentina) dengan ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium ovale pada umumnya dijumpai di Afrika di bagian yang beriklim tropik, kadang-kadang dijumpai di Pasifik Barat (Rampengan, 2010).  Di Asia Tenggara negara-negara yang termasuk wilayah endemi malaria adalah : Bangladesh,  Bhutan, India, Indonesia, Maldives, Myanmar, Nepal, Srilanka dan Thailand.

Di Indonesia penyakit malaria tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian sampai 1800 meter di atas permukaan laut. Penduduk yang paling berisiko terkena malaria adalah anak balita, wanita hamil dan penduduk non imun yang mengunjungi daerah endemik malaria.  Angka API di pulau Jawa dan Bali pada tahun 2000 ialah 0,81 per 1000 penduduk turun menjadi 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Sedangkan di luar Jawa-Bali angka AMI tetap tinggi  yaitu 31,09 per 1000 penduduk pada tahun  2000, turun menjadi 20,57 per 1000 penduduk tahun 2004. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur sedangkan Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur (Rampengan, 2010).

5.    Siklus Hidup Parasit Malaria
a.    Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia
1)    Siklus di luar sel darah merah
Siklus di luar sel darah merah (eksoeritrositer) berlangsung dalam hati. Stadium ini dimulai saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan memasukan sporozoit yang terdapat pada air liurnya ke dalam darah manusia. Beberapa menit kemudian (0,5-1 jam) sporozoit tiba di hati dan menginfeksi hati. Di hati sporozoit mengalami reproduksi aseksual (skizogoni) atau proses pemisahan dan menghasilkan  parasit anak  (merozoit) yang kemudian akan di keluarkan dari sel hati.  Pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale ditemukan dalam bentuk laten dalam hati yang disebut hipnosoit, yang merupakan suatu fase hidup parasit malaria yang nantinya dapat menyebabkan kumat/kambuh/rekurensi (long term relapse).  P.vivax dapat kambuh berkali-kali sampai jangka waktu 3-4 tahun sedangkan P. Ovale sampai bertahun-tahun jika tidak di obati dengan baik.
2)    Siklus dalam sel darah merah
Siklus dalam darah dimulai dengan keluarnya merozoit dari skizon matang di hati ke sirkulasi. Siklus dalam sel darah merah (eritrositer) ini terbagi menjadi siklus sisogoni yang menimbulkan demam dan siklus gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan bagi nyamuk (Depkes RI,1999).

b.    Siklus Seksual Dalam Tubuh Nyamuk

Gametosit matang dalam darah penderita yang terhisap oleh nyamuk akan mengalami pematangan menjadi gamet (gametogenesis) sedangkan parasit malaria yang berbentuk trofozoit, skizon, merozoit dicerna dalam lambung nyamuk. Mikro gametosit membelah menjadi 4-8 mikro gamet (gamet jantan) dan makro gametosit mengalami kematangan menjadi makro gamet (gamet betina). Kemudian pembuahan terjadi antara mikro gamet dan makro gamet yang disebut zigot. Pada mulanya berbentuk bulat kemudian berubah menjadi memanjang dan dapat bergerak dan disebut ookinet. Ookinet menembus dinding lambung dan menjadi bentuk bulat disebut ookista. Ookista makin lama makin besar dan di dalamnya intinya membelah-belah dan masing-masing inti diliputi protoplasma dan mempunyai bentuk memanjang (10-15 mikron) di sebut sporozoit. Ookista akan pecah dan ribuan sporozoit akan dibebaskan dalam rongga nyamuk yang kemudian akan mencapai kelenjar liur. Nyamuk anopheles betina menjadi siap menularkan penyakit malaria. Prinsip pemberantasan malaria antara lain didasarkan pada siklus ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik sehingga siklus sporogoni (karena menghasilkan sporozoit) tidak dapat berlangsung (Gandahusada,1998).  Berikut gambar siklus hidup parasit malaria dalam tubuh nyamuk dan manusia (Tetriana, 2007):
Gambar 2.1 Siklus Hidup Parasit Malaria

6.    Cara Penularan
a.    Penularan secara alamiah (natural infection) terjadi pada nyamuk anopheles.

b.    Penularan tidak alamiah
1)   Malaria bawaan (kongenital), terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
2)   Secara Mekanik, penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik  yang  tidak steril.  Penularan lewat jarum suntik juga banyak terjadi pada pecandu obat bius yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Malaria lewat transfusi hanya menghasilkan siklus eritrositer karena tidak melalui sporozoit yang memerlukan siklus hati sehingga dapat di obati dengan mudah
3)   Secara Oral, cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P.gallinasium), burung dara (P.Relection) dan monyet (P.Knowlesi)  yang akhir-akhir ini dilaporkan menginfeksi manusia (Rampengan, 2010).
7.    Penilaian Situasi Malaria
Surveilans epidemiologi terhadap penyakit dapat menentukan penilaian situasi suatu penyakit, di antaranya malaria. Pengamatan yang terus menerus atas distribusi dan kecenderungan penyakit malaria melalui pengumpulan data yang sistematis sangat diperlukan untuk penentuan penanggulangan yang terbaik dan tepat sasaran.  Untuk pengamatan rutin malaria beberapa parameter yang digunakan seperti di bawah ini :
a.         Annual Parasite Incidence (API) yaitu jumlah sediaan darah yang positif dari sejumlah sediaan darah yang diperiksa per tahun, biasanya dinyatakan dalam per 1000 penduduk. Angka ini dipakai untuk wilayah Jawa dan Bali.
b.         Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu jumlah malaria klinis tanpa pemeriksaan laboratorium per tahun dibandingkan dengan jumlah penduduk. Angka ini  dinyatakan dalam per 1000 penduduk dan dipakai untuk wilayah luar Jawa dan Bali yang belum semunya dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium akibat keterbatan sumber daya.
c.         Parasite Rate (PR) adalah persentase penduduk yang darahya mengandung parasit malaria pada saat tertentu.  Kelompok umur yang dicakup biasanya yang berusia 2-9 tahun dan 0 -1 tahun. PR pada golongan 0 -1  disebut Infant Parasite Rate (IPR) yang bermakna adanya transmisi lokal.
d.        Spleen  Rate (SR), merupakan persentase orang dengan pembesaran limfa dalam masyarakat. Angka limfa ini merupakan petunjuk bahwa suatu daaerah endemis malaria.
e.         Slide Positive Rate (SPR),  adalah persentase sediaan darah yang positif pada kegiatan penemuan kasus, dilakukan secara aktif maupun pasif dibandingkan dengan seluruh sediaan darah yang di periksa.
8.    Pemberantasan Malaria
       Setiap upaya pemberantasan malaria yang dilakukan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sedemikian rupa sehingga penyakit ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan.  Hal mendasar yang dilakukan untuk pemberantasan penyakit ini adalah dengan memutuskan mata rantai daur hidup parasit dalam tubuh manusia serta memusnahkan nyamuknya.
       Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian malaria ialah :
a.       Menghindari/mengurangi gigitan nyamuk anopheles dengan pemakaian kelambu, repelen dan obat nyamuk.
b.      Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunakan insektisida
c.       Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida ) maupun secara biologik (ikan pemakan jentik, tumbuhan, penggunaan bacillus thurigiensis).
d.      Mengurangi tempat perindukan (source reduction) dengan modifikasi dan manipulasi lingkungan.  Modifikasi dilakukan seperti menimbun tempat-tempat tergenang atau mengeringkannya  sedangkan manipulasi merupakan upaya mengubah keadaan lingkungan sedemikian rupa sehingga tidak cocok untuk perkembangan vektor.
e.       Mengobati penderita malaria.
f.       Pemberian pengobatan pada penderita.
Pemberian profilaksis, terutama bagi mereka yang akan bepergian ke tempat –tempat yang endemis malaria
9.    Pengobatan Malaria
       Pengobatan malaria didasarkan pada ada tidaknya parasit malaria dan seharusnya tidak hanya didasarkan pada gejala klinis. Sebaliknya pada banyak individu yang imun (tinggal di daerah endemik) ditemukan parasit malaria dalam darahnya namun tidak ditemukan gejala malaria seperti demam. Pada keadaan ini seharusnya diberikan pengobatan untuk mencegah transmisi dan kemungkinan menjadi malaria berat, terutama pada anak-anak dan orang dewasa non imun, malaria dapat berkembang  cepat menjadi keadaan yang buruk. Kegagalan pada pengobatan malaria ringan dapat menyebabkan terjadinya malaria berat, meluasnya malaria karena transmisi infeksi, menyebabkan infeksi berulang dan bahkan timbulnya resistensi
       Tujuan pengobatan secara umum adalah untuk mengurangi kesakitan, mencegah kematian, menyembuhkan penderita dan mengurangi kerugian akibat sakit. Selain itu upaya pengobatan mempunyai peranan penting yaitu mencegah kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari seorang yang menderita malaria kepada orang-orang sehat lainnya.
       Pengobatan malaria yang tidak tepat dapat menyebab resistensi, sehingga menyebabkan meluasnya malaria dan meningkatnya morbiditas. Untuk itu WHO telah merekomendasikan pengobatan malaria secara global dengan penggunaan regimen obat ACT (Artemisin  Combination Therapy) dan telah disetujui oleh Depkes RI sejak tahun 2004 sebagai obat lini I diseluruh Indonesia. Pengobatan dengan ACT harus disertai dengan kepastian ditemukannya parasit malaria secara mikroskopik atau sekurang-kurangnya dengan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Pengobatan ACT yang direkomendasikan meliputi :

1.      Kombinasi artemeter + lumefantrin (AL)
2.      Kombinasi artesunate + amodikuin
3.      Kombinasi artesunate + meflokuin
4.      Kombinasi artesunate + sulfadoksin – pirimetamin
Berikut ini adalah penatalaksanaan malaria ringan/tanpa komplikasi berdasarkan konsensus Departemen Kesehatan, rekomendasi Tim ahli Malaria Depkes RI serta pedoman WHO tahun 2006 :
1.      Pengobatan Malaria P. falciparum
Lini I : Artesunate + Amodikuin (1 tablet artesunate 50 mg dan 1 tablet amodikuin 200 mg. Dosis artesunate ialah 4 mg/kg BB/hari selama 3 hari dan dosis amodiakuin ialah 10 mg/kg BB/hari selama 3 hari.
Tabel 2.1. Pengobatan Lini I, Plasmodium Falciparum berdasarkan Usia

Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet menurut kelompok umur
Dosis Tunggal
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
1
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4

Primakuin
-
-
3/4
1 1/2
2
2-3
2
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4
3
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4

Pada kasus-kasus dengan kegagalan artesunate+amodiakuin maka Kombinasi artemeter-lumefantrin (AL)  dapat di pakai sebagai obat pilihan pertama




2.      Pengobatan Malaria oleh P. vivax/ovale/malariae
Tabel 2.2 Pengobatan Lini I malaria vivaks dan malaria ovale
Hari
Jenis Obat
Jumlah tablet menurut kelompok umur
Dosis Tunggal
0-1 bulan
2-11 bulan
1-4 tahun
5-9 tahun
10-14 tahun
> 15 tahun
1
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4

Primakuin
-
-
1/4
1/2
3/4
1
2
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4

Primakuin
-
-
1/4
1/2
3/4
1
3
Artesunate
1/4
1/2
1
2
3
4

Amodiakuin
1/4
1/2
1
2
3
4

Primakuin
-
-
1/4
1/2
3/4
1
4-14
Primakuin
-
-
1/4
1/2
3/4
1

Jika terjadi kegagalan pengobatan lini I maka dapat digunakan kombinasi dihidroartemisin+piperakuin atau artemeter-lumefantrin atau artesunate + meflokuin (Harijanto, 2010)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger