Sejarah jamu

Tradisi meracik dan meminum jamu telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun, dan sudah membudaya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan  adanya  Prasasti  Madhawapura  dari  jaman  Majapahit  yang  menyebut adanya profesi 'tukang meracik jamu' yang disebut “Acaraki”. Tradisi tersebut terus dikembangkan di keraton Yogya  dan Solo. Sampai permulaan abad XX tradisi tersebut masih menjadi sesuatu yang ekslusif, hanya dikerjakan oleh kalangan tertentu saja.

Jamu Berasal dari bahasa Jawa merupakan obat tradisional Indonesia berupa racikan unik akar-akaran atau tumbuhan, asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai aditif dan telah terbukti khasiatnya selama berabad-abad. Jamu diartikan sebagai racikan tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan tradisional dan alami, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan alami, serta racikan tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Diperkirakan 80% penduduk Indonesia pernah menggunakan Jamu.


Jamu pertama kali berkembang di daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa Timur. Dua daerah itu merupakan cikal bakal perkembangan obat tradisional di Indonesia. Di daerah-daerah lain di Indonesia, pengobatan menggunakan obat tradisional  juga  sudah  banyak  dimanfaatkan  dengan  nama  atau  istilah  yang berbeda, namun perkembangannya sebagai industri tidak secepat dan sebaik yang ada di pulau Jawa.


Secara umum, dapat dilihat bahwa minum jamu sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam bagi kehidupan, mulai dari proses kelahiran, masa remaja, dewasa, bahkan sampai masa tua. Mereka minum jamu dengan maksud menjaga kesehatan, kekuatan, maupun  kecantikan,  karena  jamu  adalah  suatu  sistem  yang  bersatu  antara kesehatan dalam & luar tubuh serta kecantikan. Sebagai unsur budaya, dapat dikatakan bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya peradaban masyarakat Jawa. Hal ini dapat dilihat dari gambar-gambar relief di candi-candi seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, dan Tegalwangi berupa gambar-gambar pohon kamboja, maja, maja keling, buni, dan lain-lain (tahun 772 setelah Masehi). Resep jamu diturunkan kepada generasi berikutnya dengan dituangkan dalam sekar-sekar atau tembang- tembang yang dapat kita  baca dalam buku  "Serat Centini". Buku yang berisi tentang resep racikan jamu pertama kali muncul pada 1831, yaitu "Serat Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi".

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger