Setiap
manusia kreativitas, sepanjang aktivitas tersebut disadari, senantiasa
dimaksudkan bagi pencapaian tujuan tertentu. Demikian juga seseorang yang
sedang berkreativitas belajar. tentulah dimaksudkan bagi pencapaian tujuan.
Paling
tidak ada empat alasan mengapa tujuan belajar ini perlu dirumuskan oleh
pembelajar. Pertama, agar ia mempunyai arah dalam berkreativitas belajar.
Kedua, agar ia dapat menilai seberapa target belajar telah ia capai atau belum.
Ketiga agar waktu dan tenaganya tidak tersita untuk kegiatan selain belajar.
Tujuan
belajar dalam hubungannya dengan perubahan tingkah laku.
Salah
satu ciri belajar pada diri seseorang adalah terdapatnya perubahan tingkah laku
pada dirinya. Adanya perubahan tingkah laku ini menjadikan seorang pembelajar
berubah dari suatu kondisi ke kondisi tertentu. Perubahan tingkah laku dalam
diri pembelajar umumnya dapat diamati (obsevable). Oleh karena itu, ketika
pembelajar mau mengadakan aktivitas belajarnya, perlu merumuskan tujuan belajar
buat dirinya sendiri.
Dalam
merumuskan tujuan belajar yang terkait dengan perubahan tingkah laku ini,
seseorang pembelajar pertama kali haruslah mengenali mengenai dirinya sendiri.
Pengenalan terhadap dirinya sendiri ini sangat penting guna merumuskan
kebutuhan kebutuhan belajarnya. Pengenalan mengenai diri sendiri ini juga bisa
terhindar dari mempelajari sesuatu yang sudah dikuasai, disamping dapat
terhindar juga dari mempelajari sesuatu yang tidak dimaksudkan untuk
dipelajari.
Tujuan
belajar yang dikaitkan dengan perubahan tingkah laku ini mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
a.
Jelas siapa yang berubah (dalam hal ini adalah
pembelajar sendiri, dan bukan pengajar).
b.
Jelas perubahannya, dari tidak bisa sesuatu menjadi
bisa sesuatu.
c.
Jelas waktunya, yaitu kapan perubahan tingkah laku
tersebut berlangsung dan tercapai.
d.
Jelas ukuran perubahannya, yang lazim ditunjukkan
secara kuantitatif.
e.
Jelas cara menghukumya, yaitu perubahan tersebut dapat
diukur dengan cara bagaimana.
f.
Dirumuskan dengan kata-kata yang kongkrit
(observable).
Sebagai
contoh, pembelajar dapat menjelaskan 4 ciri-ciri
tingkah laku menyimpang secara lisan. Kata pertama, pembelajar, menunjukkan
dengan jelas siapa yang berubah tingkah lakunya setelah melakukan aktivitas,
dalam hal ini adalah pembelajar bukan pengajar (unsur pertama). Kata-kata dapat
menjelaskan menunjukkan terdapatnya perubahan tingkah laku pada diri
pembelajar: dari tidak bisa menjelaskan menjadi bisa menjelaskan (unsur kedua).
Kata-kata setelah menelaah bab I menunjukkan waktu perubahan (unsur ketiga).
Kata-kata 4 ciri-ciri tingkah laku menyimpang menunjukkan ukuran perubahan.
Bandingkan misalnya dengan kata-kata: ciri-ciri tingkah laku menyimpang.
Kata-kata ini tidak menunjukkan berapa jumlah ciri tingkah laku menyimpang
(unsur keempat). Kata secara lisan menunjukkan bagaimana perubahan tingkah laku
tersebut diukur. Sebab, pengukuran terhadap bisa tidaknya seseorang menjelaskan
secara lisan dan secara tertulis. membutuhkan cara pengukuran tersendiri. Oleh
karena itu, bentuk perubahan tingkah laku tesebut haruslah jelas (unsur
kelima). Kata menjelaskan pada rumusan tujuan menunjukkan bahwa ia dapat
diamati secara konkrit. Bandingkan misaInya dengan kata memahami, mengerti.
merasakan, menikmati. Kata-kata disebutkan terakhir ini tidak dapat diamati
(tidak observable).
Bloom
dan kawan-kawan (1956) membuat taksonomi tujuan belajar yang terkait dengan
perubahan tingkah laku ini. Ia mengkategorisasikan tujuan (bukan memisahkan,
karena semestinya tidak untuk dipisah-dipisahkan) menjadi tiga kawasan, ialah
kawasan tersebut, masing-masing mempunyai sub kawasan masing-masing yang
disusun mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
Kawasan
pertama, cognitive terdiri dari knowledge, comprehension, applkation, analysis,
syntihesis don evaluation. secara berturut-turut akan dijelaskan sebagai
berikut :
a.
Knowledge, dapat diartikan dengan pengetahuan. Sub
kawasan ini mementingkan aspek ingatan. Oleh karena itu, sub kawasan ini lebih
tepat untuk diartikan mengingat terhadap materi-materi yang pernah dipelajari.
Mengingat kembali terhadap fakta-fakta yang pernah dipelajari, teori-teori yang
pernah ditelaah. dalam kawasan kognitive ini dipandang berada pada tingkat
terendah.
b.
Comprehension dapat diartikan dengan kemampuan untuk
menangkap pengertian mengenai sesuatu. Pada sub kawasan ini, seseorang dapat
menterjemahkan sesuatu, mengambil kata lain dari suatu kata atau pengertian,
mengambil inti dari suatu bacaaan dan membuat prakiraan-prakiraan.
c.
Applkation lazim diberi makna sebagai suatu kemampuan
untuk menerapkan apa-apa yang pernah dipelajari ke dalam situasi yang
senyatanya. Pada sub kawasan ini, seseorang yang sedang belajar mampu
menerapkan, mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori dalam situasi praktis.
d.
Analysis adalah suatu kentamptian untuk merinci,
menghubungkan, menguraikan rincian dan saling hubungan antara bagian satu
dengan bagian lainnya.
e.
Synthesis adalah suatu kemamptian untuk menyatukan
hal-hal yang tak menyatu menjadi sebuah kesatuan yang utuh. Dengan kemampuan
synthesis ini sesuatu yang sebelumnya terbelah-belah terkristal dan kemudian
dapat diformulasikan ke dalam forinula yang tak terbelah.
f.
Evaluation adalah suatu kemampuan unluk menentukan
baik-buruk, berharga-tidak berharga, bernilai-tidak bernilai
mengenai
suatu hal. Penentuan tersebut didasarkan atas patokan-patokan yang dilmat pada
masa sebelumnya. Kemampuan mengadakan evaluasi ini termasuk jenis kemampuan
yang tertinggi dalam kawasan kognitive ini.
Kawasan
kedua, affective ineliputi empat sub kawasan berikut: receiving, responding,
valuing, organization, characteristization by a value or value complex.
Secara berturut-turut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.
Receiving atau penerimaan, adalah kemampuan
seseorang untuk menghadirkan kediriannya pada sebuah even atau
stimulus-stimulus yang ia terima. Menghadirkan diri demikian ini, meskipun
dalam tataran rendah. telah dapat meliput kesadaran seseorang. Hasil belajar
pada sub kawasan ini telah memunculkan sebuah kesadaran yang paling simpel
sampai dengan hadimya perhatian yang terpilih.
b.
Responding atau pemberian tanggapan.
Kemampuan ini relatif febih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
receiving. Jika pada sub kawasan receiving seseorang menghadirkan kediriannya
pada sebuah even, maka dalam sub kawasan responding ini seseorang memberikan
tanggapan/ respon/jawaban atas even-even yang ia terima.
c.
Valuing atau pemberian nilai. Yang dimaksud dengan
pemberian nilai di sini adalah memberikan harga terhadap suatu fenomena, benda,
kejadian atau even, Sub kawasan ini menjadikan seseorang bisa menerima nilai
tertentu dan menunjukkan komitmennya pada nilai tertentu. Oleh karena itu, pada
sub kawasan ini seseoarang tampak tingkatan integritasnya: keajegan,
integritas.
d.
Organization atau pengorganisasian
adalah upaya untuk memadukan berbagai jenis nilai yang berbeda-beda. Dari
nilai-nilai yang berbeda tersebut, kemudian dibangun menjadi suatu sistem
nilai. Ada semacam sintesa nilai-nilai yang beragam, hingga menjadi suatu
kesatuan nilai. Antara nilai satu dengan yang lain dicoba hubungkan. Bila
terdapat konflik di antara nilai-nilai tersebut dicoba pecahkan.
e.
Characterization of value or value complex atau
karakterisasi dengan suatu nilai. Pada sub kawasan ini seseorang mempunyai
sistem nilai yang dapat mengendalikan tingkah lakunya dalam kehidupan hingga
dapat membentuk gaya hidup yang khas, berbeda dengan orang lain. Hasil belajar
pada sub kawasan ini bisa menjadikan seseorang menyesuaikan diri secara personal,
sosial dan emosional.
Kawasan
ketiga psycomotor, mencakup tujuh sub kawasan dari yang tingkatan terendah
hingga tingleatan tertinggi. Ke tujuh sub kawasan ini adalah perception,
set, guided respon, mechanism, complex overt respon, adaptation dan origination.
Sub-sub kawasan ini dapat d1Jelaskan sebagai berikut:
a. Perception atau persepsi. Yang dimaksud
dengan persepsi di sini adalah penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk ke
arah motorik. Pada sub kawasan ini, seseorang mengindera stimulus-stimulus yang
berasal dari lingkungannya guna persiapan untu membimbing aktivitas-aktivitas
motoriknya.
b.
Set atau
kesiapan. Sub kawasan ini meliputi mental set, physkal set dan emotional set.
Pada subleawasan ini, seseorang bersedia mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
persepsinya terhadap stimulus atau fenomena-fenomena yang berasal dari
agkungannya.
c.
Guided respon atau respon terpimpin. Pada
sub kawasan ini seseorang mulai berada pada proses belajar keterampilan yang
lebib komplek. Pada sub kawasan ini seseorang terlibat dalam proses peniruan
yang diperformansikan, selanjumya mencoba menggunakan tanggapan dalam menangkap
suatu motorik.
d.
Mechanism atau mekanisme. Pada sub
kawasan ini responrespon yang telah dipelajari oleh seseorang telah berubah
menjadi kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan, dilakukan dengan penuh
kepercayaan dan kemahiran.
e.
Complex over respons atau respon nyata yang
kompleks. Pada sub kawasan ini seseorang yang lagi belajar, melakukan gerakan
dengan mudah disamping mempunyai kontrol yang baik. Kadar motorik pada sub
kawasan ini relatif cukup tinggi. Sebab, gerakan-gerakan pada sub kawasan ini
relatif cepat, cermat termasuk pada hal-hal yang rumit dan tepat meskipun
disertai dengan energi yang minimal.
f.
Adaptation atau penyesuaian. Yang dimaksud
dengan penyesuaian adalah sebuah keterampilan dimana seseorang dapat mengolah
gerakan hingga sesuai dengan tuntutan kondisional dan situational, termasuk
yang problematis sekalipun.
g.
Origination atu penciptaan. Sub kawasan
ini termasuk paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan sub kawasan
sebelumnya, oleh karena unsur kreativitas sudah masuk di sini. Performansi
seseorang yang belajar pada sub kawasan ini umumnya ditandai dengan hal-hal
yang serba baru, misaInya membuat pola-pola baru, merancang hal-hal baru.
Tujuan
belajar sebagai pembentukan pemahaman nilai dan sikap.
a.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan
pemahaman
Tujuan
belajar memang merupakan sasaran bagi pembentukan pemahaman seseorang terhadap
hal-hal yang dipelajari. Pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dipelajari,
sebutlah saja dunia dengan segala isinya, sangatlah penting artinya bagi
pembelajar.
Pemahaman
pembelajar tehadap dunia dengan segala isinya tidak saja mendatangkan kepuasan
bagi pembelajar, melainkan dapat menempatkan diri pembelajar pada posisi
strategik. la akan mempunyai peta dimana ia harus menempatkan diri, ia akan
mengetalmi apa yang harus ia pertuat dan apa yang tidak ia perbuat.
Terjadinya
bentrokan-bentrokan di dunia, sebenamya disebabkan kurang adanya saling
pemahaman di antara mereka. MimbuInya saling curiga, juga dapat disebabkan
kurang adanva saling pemahaman. Oleh karena itu terbentuknya pemahaman
pembelajaran terhadap sesuatu yang dipelajari, tidak saja bermanfaat bagi
dirinya sendiri, melainkan bermanfaat juga bagi linkungannya
Pemahaman
seseorang terhadap orang lain, malahan dapat menjadikan seseorang melihat orang
lain tidak semata dengan menggunakan perspektif sendiri. la mencoba menangkap
seseorang dengan menggunakan perspektif orang yang dipandang. Dengan cara
pandangan demikian, ia akan mengenal orang yang dipandang tersebut dalam
keadaan yang senyatanya, dan tidak terbatas pada persepsinya sendiri.
Pemahaman
terhadap orang lain, juga menjadikan seseorang tidak risau, jika melihat orang
lain berbeda dengan dirinya. la. juga sekaligus tidak membuat dirinya agar
seperti orang lain, dan sebaliknya tidak menuntut orang lain agar seperti
dirinya. la akan menjadi dirinya sendiri, dan memahami jika orang lain juga
seperti dirinya.
Singkat
kata, pemahaman adalah suatu dasar bagi segala akan seseorang. Ia memberikan
kontribusi yang besar bagi sukses tidaknya seseorang. Lebih jauh pemahaman
menjadikan seseorang saling mengerti, dan lehih lanjut lagi saling menghargai.
Pemahaman sekaligus mencegah timbuInya saling curiga, dan lebih jauh lagi
mencegah timbuInya saling bentrokan.
b.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan nilai
dan sikap.
Setiap
masyarakat, masyarakat manapun, pasti menganut sebuah nilai, Nilai dinlaksud,
adakalanya merupakan produk masyarakat pada kurun waktu yang sejaman dengan
mereka. Malahan, pada masa sekarang ini, nilai-nilai yang dianut oleh sebuah
masyarakat, dapat merupakan kristalisasi dari hasil dialog antara nilai-nilai
yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dengan yang sejaman dengan mereka.
Di
era globalisasi seperti saat sekarang, sebagai akibat dari melesatnya
perkembangan teknologi komunikasi, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat,
dapat merupakan kristalisasi hasil dialog antara nilai-nilai yang selama ini
dianut dengan nilai-nilai baru yang datang dari dunia luar. Oleh karenanya,
nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dewasa ini semakin beragam.
Dalam
belajar, ada nilai-nilai tertentu yang harus diupayakan terbentuk pada diri
pembelajar. Nilai-nilai yang dibentukkan pada diri pembelajar tersebut, tentu
nilai-nilai luhur yang secara universal dianut oleh hampir setiap masyarakat,
disamping nilai-nilai luhur yang spesifik dianut oleh masyarakat dimana
pembelajar tersebut berada.
Nilai-nilai
luhur yang hampir dianut oleh setiap masyarakat secara universal misaInya
adalah: kebenaran, kejujuran, keindaban, kemerdekaan, saling membantu dan
memberi manfaat. Sementara nilai-nilai luhur yang dianut oleh masyarakat secara
spesifik khususnya di lingkungan pembelajar banyak ragamnya, seberagam jumlah
pembelajar.
Disamping
tujuan belajar terkait dengan pembentukan nilai, sekaligus juga terkait dengan
pembentukan sikap. Terbentuknya sebuah sikap, lazim juga didasarkan atas sehuah
nilai. Meskipun nilai bukanlah satu-satunya yang menentukan sikap. Berbedanya
nilai-nilai yang dianut oleb seseorang lazim menjadikan penyebab berbedanya
seseorang dalam menyikapi sesuatu. Sebab, nilai-nilai yang dianut seseorang
turut menentukan persepsi seseorang tentang sesuatu. Pada hal persepsi
seseorang terhadap sesuatu lazimnya juga turut menentukan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
c.
Tujuan belajar sebagai sasaran pembentukan,
keterampilan-keterampilan personil-sosial, kognitif dan instrumental.
Setiap
pembelajar, tentu memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan pembelajar
lain. Oleb karena itu, dalam belaiar seorang pembelajar haruslah mengembangkan
kekhasan-kekhasan yang dimiliki. Keterampilan personal yang dimiliki.
Keterampilan p.ersonal yang dimiliki oleh pembelajar, haruslah dibentuk dan
dikembangkan secara terus menerus. Dengan cara demikian, maka pembelajar akan
berkembang seoptimal mungkin sesuai dengan ciri khas atau karakteristik yang
ada pada dirinya.
Selain
keterampilan-keterampilan personal dibentuk, keterampilan sosial pembelajar
juga perlu dibentuk. Pembentukan keterampilan sosial demikian tampak urgensinya
manakala dilihat kedudukan pembelajar yang tidak saja sebagai makhluk individu
melainkan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, pembelajar
haruslah dapat berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosiaInya, sesama
manusia. Maka dari itu, pembentukan keterampilan-keterampilan sosial pada diri
pembelajar dimaksudkan untuk menyiapkan pembelajar agar dapat hergabung dan
berinteraksi secara baik dengan lingkungan sosialnya.
Dengan
perkataan lain, jika pembentukan keterampilan personal dimaksud untuk
mengembangkan potensi-potensi bawaan yang ada pada diri pembelajar, maka
keterampilan sosial antara lain dimaksudkan mengkomunikasikan keterampilan
personal yang telah terbentuk dalam lingkungan sosiaInya.
Pembentukan
keterampilan kognitif dimaksudkan agar pembelajar secara terus-menerus menimba
ilmu pengetahuan, tanpa batas. Keterampilan kognitif pada diri pembelajar
menjadikan pembelajar haus secara terus menerus terhadap ilmu pengetahuan.
Dengan pengembangan yang terus menerus pembelajar tidak akan ketinggalan dengan
laju perkembangan ilmu pengetahuan yang demikian pesat. Dengan pembentukan
keterampilan kognitif ini maka pembelajar memandang belajar bukan sebagai beban
melainkan menjadi sebuah kebutuhan.
Pembentukan
keterampilan instrumental pada diri pembelajar, mengarahkan pembelajar sadar
pada pembangunan yang sedang digalakkan. Jika keterampilan instrumental ini
telah terbentuk pada diri pembelajar, maka pembelajar punya kesadaran yang
sedemikian dalam terhadap pembangunan yang sedang dilaksanakan. Dengan demikian
ia mengambil bagian secara aktif di dalamnya, dan tidak sekedar sebagai
penonton saja. Kesadaran untuk secara terus menerus membangun dirinya sendiri
dan membangun masyarakat, lingkungan dan bangsanya adalah sasaran bagi
pembentukan keterampilan instrumental ini.
Keterampilan
instrumental ini adalah tindak lanjut konkrit dari keterampilan-keterampilan
yang ingin dibentuk sebelumnya: keterampilan personal, sosial dan kognitif
0 komentar:
Posting Komentar