Sebelum Islam datang, kaum
wanita sama sekali tidak mempunyai hak untuk menerima warisan dari peninggalan
pewaris (orang tua ataupun kerabatnya). Dengan dalih bahwa kaum wanita tidak
dapat ikut berperang membela kaum dan sukunya. Bangsa Arab jahiliah dengan
tegas menyatakan, "Bagaimana mungkin kami memberikan warisan (harta
peninggalan) kepada orang yang tidak bisa dan tidak pernah menunggang kuda,
tidak mampu memanggul senjata, serta tidak pula berperang melawan musuh."
Mereka mengharamkan kaum wanita menerima harta warisan, sebagaimana mereka
mengharamkannya kepada anak-anak kecil.
Sangat jelas bagi kita bahwa
sebelum Islam datang bangsa Arab memperlakukan kaum wanita secara zalim. Mereka
tidak memberikan hak waris kepada kaum wanita dan anak-anak, baik dari harta
peninggalan ayah, suami, maupun kerabat mereka. Barulah setelah Islam datang
ada ketetapan syariat yang memberi mereka hak untuk mewarisi harta peninggalan
kerabat, ayah, atau suami mereka dengan penuh kemuliaan, tanpa direndahkan.
Islam memberi mereka hak waris, tanpa boleh siapa pun mengusik dan
menentangnya. Inilah ketetapan yang telah Allah pastikan dalam syariat-Nya
sebagai keharusan yang tidak dapat diubah.
Ketika turun wahyu kepada
Rasulullah saw. berupa ayat-ayat tentang waris-- kalangan bangsa Arab pada
saat itu merasa tidak puas dan keberatan. Mereka sangat berharap kalau saja
hukum yang tercantum dalam ayat tersebut dapat dihapus (mansukh). Sebab menurut
anggapan mereka, memberi warisan kepada kaum wanita dan anak-anak sangat
bertentangan dengan kebiasaan dan adat yang telah lama mereka amalkan sebagai
ajaran dari nenek moyang.
Ibnu Jarir ath-Thabari
meriwayatkan sebuah kisah yang bersumber dari Abdullah Ibnu Abbas r.a.. Ia
berkata: "Ketika ayat-ayat yang menetapkan tentang warisan diturunkan
Allah kepada RasulNya --yang mewajibkan agar memberikan hak waris kepada
laki-laki, wanita, anak-anak, kedua orang tua, suami, dan istri-- sebagian
bangsa Arab merasa kurang senang terhadap ketetapan tersebut. Dengan nada
keheranan sambil mencibirkan mereka mengatakan: 'Haruskah memberi seperempat bagian
kepada kaum wanita (istri) atau seperdelapan.' Memberikan anak perempuan
setengah bagian harta peninggalan? Juga haruskah memberikan warisan kepada
anak-anak ingusan? Padahal mereka tidak ada yang dapat memanggul senjata untuk
berperang melawan musuh, dan tidak pula dapat andil membela kaum kerabatnya.
Sebaiknya kita tidak perlu membicarakan hukum tersebut. Semoga saja Rasulullah
melalaikan dan mengabaikannya, atau kita meminta kepada beliau agar berkenan
untuk mengubahnya.' Sebagian dari mereka berkata kepada Rasulullah: 'Wahai
Rasulullah, haruskah kami memberikan warisan kepada anak kecil yang masih
ingusan? Padahal kami tidak dapat memanfaatkan mereka sama sekali. Dan haruskah
kami memberikan hak waris kepada anak-anak perempuan kami, padahal mereka tidak
dapat menunggang kuda dan memanggul senjata untuk ikut berperang melawan
musuh?'"
Inilah salah satu bentuk nyata
ajaran syariat Islam dalam menyantuni kaum wanita; Islam telah mampu melepaskan
kaum wanita dari kungkungan kezaliman zaman. Islam memberikan hak waris kepada
kaum wanita yang sebelumnya tidak memiliki hak seperti itu, bahkan telah
menetapkan mereka sebagai ashhabul furudh (kewajiban yang telah Allah tetapkan
bagian warisannya). Kendatipun demikian, dewasa ini masih saja kita jumpai pemikiran
yang kotor yang sengaja disebarluaskan oleh orang-orang yang berhati buruk.
Mereka beranggapan bahwa Islam telah menzalimi kaum wanita dalam hal hak waris,
karena hanya memberikan separo dari hak kaum laki-laki.
Anggapan mereka semata-mata
dimaksudkan untuk memperdaya kaum wanita tentang hak yang mereka terima. Mereka
berpura-pura akan menghilangkan kezaliman yang menimpa kaum wanita dengan cara
menyamakan hak kaum wanita dengan hak kaum laki-laki dalam hal penerimaan
warisan.
Mereka yang memiliki anggapan
demikian sama halnya menghasut kaum wanita agar mereka menjadi pembangkang dan
pemberontak dengan menolak ajaran dan aturan hukum dalam syariat Islam.
Sehingga pada akhirnya kaum wanita akan menuntut persamaan hak penerimaan
warisan yang sama dan seimbang dengan kaum laki-laki.
Yang sangat mengherankan dan
sulit dicerna akal sehat ialah bahwa mereka yang berpura-pura prihatin tentang
hak waris kaum wanita, justru mereka sendiri sangat bakhil terhadap kaum wanita
dalam hal memberi nafkah. Subhanallah! Sebagai bukti, mereka bahkan menyuruh
kaum wanita untuk bekerja demi menghidupi diri mereka, di antara mereka bekerja
di ladang, di kantor, di tempat hiburan, bar, kelab malam, dan sebagainya.
0 komentar:
Posting Komentar