Era saat ini adalah era global. Untuk menghadapi era global ini, diperlukan insan bermoral, kompeten, dan unggul. Dalam hal ini, pendidikan merupakan upaya yang paling strategis. Sistem pendidikan nasional dalam batas tertentu telah menghasilkan insan yang berkualitas, misalnya sejumlah orang yang dipercaya untuk menduduki posisi strategis di semua sektor dan di tengah-tengah masyarakat. Namun, patut diakui bahwa masih banyak pernyataan yang mengindikasikan sistem pendidikan kita ikut andil akan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan masih merebaknya dekadensi moral yang berdampak terhadap krisis multidimensional.
Untuk meminimalisasi dan memperkecil, bahkan menghilangkan krisis multidemensional, terutama perilaku tak bermoral yang meluas di masyarakat, kita perlu menata konsep dan implementasi
pendidikan nasional. Dalam menjamin pendidikan nasional yang mantap, perlu dijaga konsistensi pendidikan karakter sejak dari landasan filosofis, sistem pendidikan, sampai dengan praktik pendidikan.
Tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan insan berakal, insan kompeten dan berguna, insan well-adaptive, insan agent of change, dan insan bertaqwa, melainkan insan yang utuh (Wahab, 2010). Dalam proses pendidikan, peserta didik dipandang sebagai individu yang memiliki potensi moral, mental, fisik, sosial, dan emosional dengan keunikannya. Mereka sebagai co-subject-object yang memiliki kebebasan memilih. Karena itu, kurikulum pendidikan tidak hanya berupa kurikulum yang bererientasi pada peseta didik, masyarakat, atau pengetahuan dan teknologi, tetapi merupakan kurikulum eklektik dan komprehensif yang mencakup keempat ranah tersebut (student, society,
technology, and spiritual oriented curriculum).
Dalam membangun dan menanamkan budaya bangsa kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi agen perubahan. Guru tidak hanya kompeten, tetapi juga menjadi teladan (sikap, pikiran, dan perilaku), kreatif, dan well adaftif (profesional yang utuh). Demikian juga, ia mengupayakan terus untuk peningkatan diri. Konselor harus benarbenar profesional, yang selalu siap untuk membantu pengembangan diri peserta didik secara optimal dalam melakukan aktualisasi diri.
Kepala sekolah harus memiliki principle leadership, disiplin, model, dan supervisonship skill. Kinerja pustakawan dan laboran/teknisi harus memliki jiwa dan sikap yang helpfull. Di samping itu, dalam pelaksanaan pendidikan, harus tersedia ahli terkait (psikolog, dokter) yang ramah dan suka membantu.
Pengelolaan pendidikan perlu diupayakan prinsip keadilan, kebermaknaan, dan keberamahan pada lingkungan. Pengelolaan pendidikan yang demikian dapat diupayakan melalui pendidikan yang berbasis sekolah dan berbasis masyarakat (sadar nilai) dengan pertimbangan balanced centralization-decentralization yang tetap menempatkan kepentingan daerah. Proses pendidikan dilakukan secara terpadu dengan menjadikan spiritualitas sebagai rohnya. Dalam pembelajaran, perlu dilakukan penambahan durasi waktu efektif belajar sebagai konsekuensi logis orientasi keluaran (output) yang unggul. Di samping itu, pengelolaan pendidikan harus dilakukan secara transparan, adil, dan akuntabel.
Untuk itu, dalam proses pendidikan perlu dilibatkan orang tua dan masyarakat, baik dalam aspek akademik, maupun aspek nonakademik (terutama aspek moralitas). Dalam penilaian pendidikan, tidak hanya difokuskan pada hasil pendidikan, tetapi juga kepada masukan (input) dan proses (penilaian komprehensif). Penilaian pendidikan tidak hanya pada aspek akademik, tetapi juga aspek nonakademik (terutama moral menjadi penentu). Karena itu, penilaian pendidikan sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh guru, melainkan juga peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan lainnya, bahkan jika mungkin melibatkan orang tua. Dalam kegiatan penilaian, tidak hanya dilakukan hanya untuk kepentingan yang bersifat judgmental, tetapi juga bersifat apresiatif dan rekognitif.
Dalam membangun karakter budaya bangsa, lingkungan pendidikan harus mengarah pada penciptaan lingkungan keluarga yang sarat dengan nilai (agama, budaya, dan kebangsaan). Kehidupan di lingkungan sekolah harus mengupayakan lingkungan sekolah yang kondusif bagipengembangan nilai. Dalam hal ini, sekolah harus mampu mengondisikan lingkungan masyarakat dengan nilai-nilai yang baik dan mengendalikannya dengan memainkan peran filter terhadap nilai-nilai asing yang masuk. Di samping itu, pemangku kepentingan pendidikan harus dapat mengawal isi media masa yang memberikan manfaat bagi penyebaran nilai-nilai dan mengendalikan isi media masa yang berpotensi merusak kepribadian anak dan bangsa.
Dalam melaksanakan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa, strategi pengembangan pendidikan perlu mengonseptualisasikan individu sebagai makhluk utuh dengan menekankan pentingnya aspek moral. Proses pendidikan harus diupayakan untuk pendidikan nilai sedini mungkin dan sepanjang hayat.
Program pendidikan dan kurikulum harus dikembangkan secara terpadu sesuai dengan latar belakang sosial budaya dengan menempatkan nilai moral menjadi rohnya. Aktivitas keseharian harus menempatkan pimpinan institusi dan pendidik menjadi model dan bertindak adil, amanah, dan kasih sayang. Pembelajaran hendaknya mampu menciptakan gerakan pendidikan nilai dan mengawalnya secara berkesinambungan, baik dalam konteks pendidikan formal, informal, maupun nonformal.
Proses pendidikan hendaknya memberikan orientasi peserta didik baru dan melepas lulusan setiap jenjang pendidikan dengan materi nilai-nilai yang dapat diterima di masyarakat. Agar peserta didik tidak tercerabut dari akar budayanya, pendidikan perlu menginternalisasikan nilainilai yang dijunjung tinggi di masyarakat selama dalam proses pembelajaran dan pendidikan dengan mengupayakan lingkungan fisik dan sosial yang bersih dan menarik.
0 komentar:
Posting Komentar