Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia
telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini
meliputi pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu
upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam pengendalian pencemaran air
adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya
untuk menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha
skala menengah dan besar, serta dilakukan secara bwertahap untuk mengendalikan
beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga berusaha untuk
menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH,
2004).
Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha
untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan
secara teknis. Penanggulangan secara
non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan
mengawasi segala macam bentuk kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak
terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat memberikan
gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan,
misalnya meliputi AMDAL, pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan
perilaku disiplin. Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada
perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya, misalnya dengan mengubah
proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi
pencemaran.
Sebenarnya penanggulangan pencemaran
air dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam keseharian, kita dapat
mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap
hari. Selain itu, kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan mendaur pakai (reuse)
sampah tersebut.
Kitapun
perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat
ini kita telah menjadi masyarakat kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat
kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan rumah,
memupuk tanaman, dan sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai
sampah seperti makanan dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan
sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan kemudian terserap
oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil
atau berjalan kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam
atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus air alam.
Menjadi
konsumen yang bertanggung jawab merupakan tindakan yang bijaksana. Sebagai
contoh, kritis terhadap barang yang dikonsumsi, apakah nantinya akan menjadi
sumber bencana yang persisten, eksplosif, korosif dan beracun atau degradable (dapat didegradasi alam)?
Apakah barang yang kita konsumsi nantinya dapat meracuni manusia, hewan, dan
tumbuhan aman bagi makhluk hidup dan lingkungan ?
Teknologi
dapat kita gunakan untuk mengatasi pencemaran air. Instalasi pengolahan air
bersih, instalasi pengolahan air limbah, yang dioperasikan dan dipelihara baik,
mampu menghilangkan substansi beracun dari air yang tercemar. Dari segi
kebijakan atau peraturanpun mengenai pencemaran air ini telah ada. Bila kita
ingin benar-benar hal tersebut dapat dilaksanakan, maka penegakan hukumnya
harus dilaksanakan pula. Pada akhirnya, banyak pilihan baik secara pribadi
ataupun social (kolektif) yang harus ditetapkan, secara sadar maupun tidak,
yang akan mempengaruhi tingkat pencemaran dimanapun kita berada. Walaupun
demikian, langkah pencegahan lebih efektif dan bijaksana.
0 komentar:
Posting Komentar