Pada Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, disebutkan bahwa karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI (Pemerintah Republik Indonesia, 2010).
Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk kemajuan Negara Republik Indonesia, diperlukan karakter yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap aspek karakter harus dijiwai ke lima sila Pancasila secara utuh dan komprehensif meliputi:
- bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
- bangsa yang menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab,
- bangsa yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa,
- bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia, dan
- bangsa yang mengedepankan keadilan dan kesejahteraan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010).
Oleh Kemendiknas (2011), telah diidentifikasi 18 nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada peserta didik yang bersumber dari Agama, Pancasila, Budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional. Kedelapan belas nilai tersebut adalah:
- religius,
- jujur,
- toleransi,
- disiplin,
- kerja keras,
- kreatif,
- mandiri,
- demokratis,
- rasa ingin tahu,
- semangat kebangsaan,
- cinta tanah air,
- menghargai prestasi,
- bersahabat/komunikatif,
- cinta damai,
- gemar membaca,
- peduli lingkungan,
- peduli sosial,
- anggungjawab.
Meskipun telah dirumuskan ada 18 nilai pembentuk karakter bangsa, disetiap satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya. Pemilihan nilai-nilai tersebut berpijak dari kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Hal ini dilakukan melalui analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis nilai karakter yang dikembangkan. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan (Kemendiknas, 2011).
Kedelapan belas nilai karakter tersebut dideskripsikan oleh Sari (2013) dan Widiyanto (2013) seperti berikut.
- Religius: sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
- Jujur: perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
- Toleransi: sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
- Disiplin: tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
- Kerja Keras: perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
- Kreatif: berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
- Mandiri: sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
- Demokratis: cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
- Rasa Ingin Tahu: sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari suatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
- Semangat Kebangsaan: cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
- Cinta Tanah Air: cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
- Menghargai Prestasi: sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
- Bersahabat/Komunikatif: tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
- Cinta Damai: sikap perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
- Gemar Membaca: kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
- Peduli Lingkungan: sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
- Peduli Sosial: sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
- Tanggungjawab: sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
Untuk mewujudkan pendidikan karakter bangsa, secara umum dapat dilakukan melalui pendidikan formal, non formal, dan informal yang saling melengkapi dan diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sesuai Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa, pendidikan karakter dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana serta proses pemberdayaan potensi dan pembudayaan peserta didik guna membangun karakter pribadi dan/atau kelompok yang unik-baik sebagai warga negara. Hal itu diharapkan mampu memberikan kontribusi optimal dalam mewujudkan masyarakat yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (Pemerintah Republik Indonesia, 2010).
Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses kearah manusia yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa. Periode yang paling sensitif dan menentukan adalah pendidikan dalam keluarga yang menjadi tanggungjawab orang tua (Kartadinata, 2009). Di sisi lain disebutkan bahwa pendidikan karakter harus menjadi bagian terpadu dari pendidikan alih generasi. Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus didekati dari perkembangan manusia itu sendiri (Kartadinata, 2009).
Disadari pendidikan merupakan tulang punggung dalam strategi pembentukan karakter bangsa. Strategi pembangunan karakter bangsa melalui pendidikan dapat dilakukan dengan pendidikan, pembelajaran, dan fasilitasi. Dalam konteks makro, penyelenggaraan pendidikan karakter mencakup keseluruhan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian mutu yang melibatkan seluruh unit utama di lingkungan pemangku kepentingan pendidikan nasional. Peran pendidikan sangat strategis karena merupakan pembangun integrasi nasional yang kuat. Selain dipengaruhi faktor politik dan ekonomi, pendidikan juga dipengaruhi faktor sosial budaya, khususnya dalam aspek integrasi dan ketahanan sosial (Republik Indonesia, 2010).
Menurut Marzuki (2013), pendidikan karakter mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Pendidikan Karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan Pendidikan Akhlak atau Pendidikan Moral.
Selanjutnya Marzuki (2013) menjelaskan yang menjadi persoalan penting di sini adalah bagaimana karakter atau akhlak mulia ini bisa menjadi kultur atau budaya, khususnya bagi peserta didik. Artinya, kajian tentang akhlak mulia ini penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana nilai-nilai akhlak mulia bisa teraplikasi dalam kehidupan sehari-hari sehingga menjadi habit peserta didik. Budaya merupakan kebiasaan atau tradisi yang sarat dengan nilai-nilai tertentu yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari dalam berbagai aspek kehidupan. Budaya dapat dibentuk dan dikembangkan oleh siapa pun dan di mana pun. Pembentukan budaya akhlak mulia berarti upaya untuk menumbuhkembangkan tradisi atau kebiasaan di suatu tempat yang diisi oleh nilai-nilai akhlak mulia.
Widayanto (2013) menyebutkan secara harfiah pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik. Sedangkan budaya diartikan keseluruhan sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Oleh karena itu, Pendidikan Karakter Bangsa disimpulkan sebagai suatu usaha sadar dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi, menghayati nilai-nilai karakter yang baik menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
0 komentar:
Posting Komentar