Johnson (2002), Krulik dan Rudnick (1996) menyatakan berpikir
tingkat tinggi dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Berpikir
kritis adalah proses terorganisasi yang melibatkan aktivitas mental seperti
dalam peecahan masalah (problem solving), pengambilan keputusan (decision
making), analisis asumsi (analyzing asumption), dan inkuiri sains (scientific
inquiry). Krulik dan Rudnick (1996) mengemukakan bahwa berpikir kritis
adalah kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh seseorang. Agar
mampu memecahkan masalah dengan baik dituntut kemampuan analisis, sintesis,
evaluasi, generalisasi, membandingkan, mendeduksi, mengklasifikasi informasi,
menyimpulkan, dan mengambil keputusan.
Berpikir kreatif adalah penggunaan dasar proses berpikir untuk
mengembangkan atau menemukan ide atau hasil yang asli (orisinil), estetis,
konstruktif yang berhubungan dengan pandangan, konsep, yang penekanannya ada
pada aspek berpikir intuitif dan rasional khususnya dalam menggunakan informasi
dan bahan untuk memunculkan atau menjelaskannya dengan perspektif asli pemikir.
Parkin (1995) mengemukakan berpikir kreatif adalah aktivitas berpikir untuk
menghasilkan sesuatu yang kreatif dan orisinil. Baer (1993) mengemukakan,
berpikir kreatif merupakan sinonim dari berpikir divergen. Ada 4 indikator berpikir divergen, yaitu (1) fluence (kemampuan menghasilkan banyak ide), (2) flexibility
(kemampuan menghasilkan ide-ide yang bervariasi), (3) originality
(kemapuan menghasilkan ide baru atau ide yang sebelumnya tidak ada), dan (4) elaboration
(kemampuan mengembangkan atau menambahkan ide-ide sehingga dihasilkan ide yang
rinci atau detail). Lebih lanjut, Baer mengemukakan bahwa kreativitas seseorang
ditunjukkan dalam berbagai hal, seperti kebiasaan berpikir, sikap, pembawaan
atau keperibadian, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.
Marzano, et al. (1988) mengemukakan 5 aspek berpikir kreatif
berikut ini. (1) Dalam kreativitas,
berkait erat keinginan dan usaha. Untuk menghasilkan sesuatu yang kreatif
diperlukan usaha. (2) Kreativitas menghasilkan sesuatu yang berbeda dari yang
telah ada. Orang yang kreatif berusaha mencari sesuatu yang baru dan memberikan
alternatif terhadap sesuatu yang talah ada. Pemikir kreatif tidak pernah puas
terhadap apa yang telah ada atau ditemukan sebelumnya. Mereka selalu ingin menemukan
sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien. (3) Kreativitas lebih memerlukan
evaluasi internal dibandingkan eksternal. Pemikir kreatif harus percaya pada
standar yang telah ditentukan sendiri. (4) Kreativitas meliputi ide yang tidak
dibatasi. Pemikir kreatif harus bisa melihat suatu masalah dari berbagai aspek
(sudut pandang) dan menghasilkan solusi yang baru dan tepat. (5) Kreativitas
sering muncul pada saat sedang melakukan sesuatu, seperti Mendeleyev menemukan
susunan berkala unsur-unsur pada saat mimpi, dan Arcimedes menemukan hukumnya
saat sedang mandi.
Marzano dkk. (1988) menyarankan kepada guru beberapa cara mengajarkan
berpikir kritis-kreatif, yaitu (1) mempersiapkan materi pelajaran dengan baik,
(2) mendiskusikan materi pelajaran yang kontropersi, (3) mengemukakan masalah
yang menimbulkan konflik kognitif, (4) menugaskan siswa menemukan
pandangan-pandangan yang bervariasi terhadap suatu masalah, (5) menugaskan
siswa menulis artikel untuk diterbitkan dalam suatu jurnal, (6) menganalisis
artikel dari koran atau media lain untuk menemukan gagasan-gagasan baru, (7)
memberikan masalah untuk menemukan solusi yang berbeda-beda, (8) memberikan
bacaan yang berbeda dengan tradisi siswa untuk diperdebatkan atau didiskusikan,
dan (9) Mengundang orang yang memiliki pandangan-pandangan yang kontroversial.
Dalam uraian di atas, tampak betapa
pentingnya penerapan strategi-startegi
pembelajaran yang dapat meningkatkan kecakapan berpikir kreatif siswa.
Sesuai dengan tuntutan kurikulum ini, strategi pembelajaran yang diharapkan
adalah strategi-startegi pembelajaran inovatif, yaitu startegi-strategi
pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme.
Strategi-strategi
pembelajaran inovatif yang dipilih dalam penelitian ini adalah Strategi
Kooperatif Kelompok Penelitian (Group Investigation/GI), Strategi
Belajar Berdasarkan Masalah atau Problem-Based Learning (PBL),
dan Strategi Inkuiri. Sebagai pembanding, dipilih Model Pengajaran Langsung
atau Direct Instruction (DI), yaitu model pengajaran yang pada
saat ini selalu digunakan oleh para guru biologi di Singaraja.
Strategi Kooperatif
GI merupakan strategi yang dasar filosofinya konstruktivisme karena, dalam
pembelajarannya, siswa membangun sendiri pengetahuannya dan guru berperan
sebagai fasilitator (Slavin, 1995). Dalam strategi ini, siswa merencanakan
sendiri topik yang akan diselidiki dari tema umum yang diberikan oleh guru.
Selanjutnya siswa merencanakan dan melaksanakan sendiri penyelidikannya.
Strategi Kooperatif GI sangat baik diterapkan untuk melatih siswa mengumpulkan
informasi untuk memecahkan masalah serta melatih kecakapan berpikir tingkat
tinggi siswa (Tejada, 2002; Dumas, 2003; Konberg dan Grifin, 2000; Arnyana,
2005)
Belajar berdasarkan
masalah atau PBL adalah startegi pembelajaran yang dasar filosofinya
konstruktivisme. PBL dirancang berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat
ill-structured, terbuka, dan mendua (Forgaty, 1997; Jones, 1996). PBL
dapat membangkitkan minat siswa, nyata, dan sesuai untuk membangun kemampuan
intelektual. Rindell (1999); Wheeler (2002); Arnyana (2005) menemukan, bahwa
PBL dapat melatih kecakapan berpikir tingkat tinggi siswa.
Strategi Inkuiri
merupakan strategi pembelajaran yang dasar filosofinya konstruktivisme karena,
melalui strategi ini, siswa membangun sediri pengetahuannya. Dalam strategi
inkuiri, siswa dilatih memecahkan masalah akademik, meningkatkan pemahaman
terhadap sains, mengembangkan keterampilan belajar sains, dan literasi sains
(Keefer, 1998; German, 1991; Oates, 2002). Lawson (2000) mengemukakan kegiatan
inkuiri dapat melatih kecakapan berpikir siswa dan meningkatkan kererampilannya
dalam memecahkan masalah.
Pada kenyataannya,
strategi-strategi pembelajaran inovatif seperti inkuiri, PBL, dan strategi
kooperatif GI tidak banyak diterapkan di sekolah. Para
guru umumnya lebih banyak menerapkan Model Pengajaran Langsung atau DI. Model
DI ini merupakan salah satu model
pengajaran tradisional (Arends, 2004). Model pengajaran DI ini merupakan
model pengajaran yang umum digunakan oleh guru-guru biologi SMA di Singaraja
(Arnyana, 2005). Model pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar
kogntif atau pengetahuan deklaratif (mastery
of-structured knowledge) dan meningkatkan suatu keterampilan atau
pengetahuan prosedural (skill mastery) (Arends, 2004). Arends (1997)
mengemukakan bahwa model pengajaran langsung ini paling banyak didasari oleh
teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Bandura (1977, dalam Arends,
1997) yang oleh Arends (1997) disebut
sebagai teori pemodelan tingkah laku. Dalam pembelajaran langsung, kegiatan
guru adalah menyampaikan tujuan, mendemostrasikan pengetahuan, dan membimbing
pelatihan.
0 komentar:
Posting Komentar