Pada dasarnya Agama dapat bersifat
primitif dan ada yang dianut oleh masyarakat yang telah meninggalkan fase
keprimitifan. Agama-agama yang terdapat dalam masyarakat primitif adalah
dinamisme, animisme, politeisme dan
henoteisme.
Dinamisme
adalah kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Dalam faham ini ada
benda-benda tertentu yang dianggap mempunyai kekuatan gaib yang berpengaruh
pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik
dan ada pula yang bersifat jahat. Benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib
yang bersifat baik, disenangi dan dipakai bahkan dimakan agar orang yang
memakannya senantiasa dipelihara dan dilindungi oleh kekuatan gaib yang ada di
dalamnya. Kekuatan gaib itu disebut mana
yang dalam Bahasa Indonesia disebut tuah
atau sakti. Dalam masyarakat Indonesia ada orang yang masih menghargai
barang-barang yang dianggap bertuah atau sakti, misalnya keris, batu dan cincin
yang apabila dipakai akan terpelihara dari penyakit, kecelakaan, bencana dll.
Semakin banyak mana yang dimiliki
oleh sebuah benda maka semakin jauh orang dari bahaya dan selamatlah dia dalam
hidupnya, kehilangan mana berarti
maut. Sedangkan benda yang mempunyai kekuatan gaib yang bersifat jahat banyak
ditakuti oleh orang, oleh karena itu dijauhi.
Animisnme
adalah kepercayaan yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda baik yang bernyawa
maupun yang tidak bernyawa memiliki roh. Roh ada yang baik dan ada pula yang
jahat. Kepada roh yang baik senantiasa dijaga hubungan baiknya dan dihormati
dengan cara senantiasa membuat roh-roh baik itu agar merasa senang yaitu dengan
mengadakan dan memberika sesajen, sebagai makanannya dalam bentuk binatang,
makanan, kembang dan lainnya agar roh-roh itu merasa senang. Roh nenek moyang
juga merupakan roh yang dihormati dan ditakuti. Jika roh-roh itu merasa senang
dipercayai dapat menyelamatkan hidupnya dan terhindar dari segala malapetaka.
Politeisme
adalah kepercayaan pada dewa-dewa. Bahwa hal-hal yang menyebabkan taajub dan
dahsyat bukan lagi dikuasai oleh roh-roh akan tetapi oleh para dewa. Dewa-dewa
dalam politeisme dipercayai masing-masing memiliki tugas tertentu. Ada dewa
yang bertugas menyinarkan cahaya ke permukaan bumi, yang dalam agama Mesir kuno
disebut Ra, dalam agama India kuno
disebut Surya, dan dalam agama Persia
kuno disebut Mithra. Sedangkan dewa
yang bertugas menurunkan hujan yang diberi nama Indera dalam agama India kuno dan Donnar dalam agama Jerman kuno. Ada pula dewa yang bertugas
mengatur angin yang disebut Wata
dalam agama India kuno dan Wotan dalam
agama Jerman kuno.
Henoteisme
adalah mempercayai satu Tuhan untuk satu bangsa dan bangsa-bangsa lain memiliki
tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung faham tuhan nasional. Faham
yang serupa ini terdapat dalam perkembangan faham keagamaan masyarakat Yahudi.
Yahweh pada akhirnya mengalahkan dewa-dewa yang lainnya, sehingga Yahweh
menjadi tuhan nasional bangsa Yahudi.
Dalam
masyarakat yang sudah maju agama yang dianut bukan lagi dinamisme, animisme,
politeisme dan henoteisme akan tetapi agama monoteisme, yaitu agama tauhid.
Dasar ajaran agama monoteisme adalah tuhan satu, Tuhan Maha Esa, dengan
demikian tuhan tidak lagi merupakan tuhan nasional akan tetapi tuhan
internasional, tuhan semua bangsa di dunia ini dan bahkan Tuhan Alam Semesta.
Disinilah Islam mengambil posisi sebagai agama tauhid yang hanya mengakui
adanya satu tuhan yaitu Allah SWT. yang merupakan inti dari ajaran Agama Islam
yang terumuskan dalam kalimat tauhid Laa
ilaaha illallah. Dan keyakinan atau keimanan yang merupakan pengembangan
dari kalimat tauhid di atas sering disebut dengan Aqidah.
Aqidah
menurut etimologi adalah ikatan atau sangkutan. Disebut demikian, karena ia
mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu. Aqidah dalam
pengertian teknis artinya iman atau keyakinan. Aqidah Islam berawal dari
keyakinan kepada Dzat Mutlak Yang Maha Esa yang disebut Allah SWT. Allah Maha
Esa dalam dzat, sifat dan perbuatan wujud-Nya itu disebut tauhid. Tauhid
menjadi inti rukun iman dan prima causa seluruh keyakianan Islam.
Pokok-pokok
keyakinan Islam yang terangkum dalam istilah Rukun Islam adalah :
1. Keyakinan kepada Allah SWT.
2. Keyakinan kepada Malaikat
3. Keyakinan kepada Kitab Suci
4. Keyakinan kepada Nabi dan Rasul
5. Keyakinan kepada Hari Akhir
6. Keyakinan kepada Qadha dan Qadhar.
Keyakinan
Kepada Allah SWT.
Beriman
kepada Allah SWT. berarti yakin dan percaya dengan sepenuh hati akan adanya
Allah SWT., baik keesaan-Nya (QS. Al-Ikhlash ayat 1 s/d 4) maupun
sifat-sifat-Nya yang sempurna (yang terdapat dalam al-Asma’ul Husna = 99 nama
sifat Allah).
Sebagai
mahasiswa, yang perlu diketahui lebih baik adalah bahwa Allah SWT. adalah Tuhan
Yang Maha Esa itu bersifat :
1.
Hidup
Allah SWT. adalah Tuhan Yang Maha Hidup. Hidupnya itu
Maha Esa tanpa memerlukan makanan, minuman, istirahat dan sebagainya.
Konsekuensi keyakinan yang demikian adalah setiap atau segala sesuatu yang
sifat hidupnya memerlukan makanan, minuman, tidur dan sebagainya bagi seorang
muslim bukanlah Allah SWT.
2.
Berkuasa
Allah
SWT. adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya Maha Esa, tiada setara, tidak
ada tolok bandingnya. Ia Maha Kuasa tanpa memerlukan pihak lain manapun juga
dalam kekuasan-Nya. Ia adalah Maha kuasa dengan sendiri-Nya. Konsekuensi
keyakinan yang demikian adalah seorang muslim harus teguh dalam keyakinannya
pada kekuasaan Allah, melampaui segala kekuasaan selain dari kekuasaan Allah.
Dan sebagai akibatnya, seorang muslim tidak boleh takut pada kekuasaan lain
yang ada dalam alam ini, baik kekuasaan itu berupa kekuatan-kekuatan alamiah
maupun kekuasaan insaniah.
3.
Berkehendak
Allah SWT. mempunyai kehendak. Kehendak-Nya Maha Esa dan
berlaku untuk seluruh alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Konsekuensi
keyakinan yang demikian adalah Kehendak Allah Tuhan Yang Maha Esa wajib diikuti
oleh setiap muslim. Selain itu, kehendak Allah dapat pula dijumpai pada
ayat-ayat kauniyah di alam semesta berupa sunnatullah
yaitu hukum-hukum Allah yang oleh para sarjana disebut law of nature (hukum-hukum alam).
Keyakinan
Kepada Malaikat
Malaikat
adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Akan
tetapi dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia,
sebagai contoh Malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Nabi Isa
AS. (QS. Maryam ayat 16 s/d 17). Allah SWT. menciptakan malaikat dari nur
(cahaya). Di dalam Al-Qur’an dijelaskan malaikat selalu taat dan patuh kepada
Allah, tidak pernah maksiat kepada Allah SWT. (QS. At-Tahrim ayat 6).
Tugas-tugas Malaikat di alam dunia ini
antara lain :
a. Menyampaikan wahyu Allah kepada
manusia melalui para Rasul-Nya
b. Mengukuhkan hati orang-orang yang
beriman
c. Memberi pertolongan kepada manusia
d. Membantu perkembangan rohani
manusia
e. Mendorong manusia untuk berbuat
baik
f. Mencatat perbuatan manusia
g. Melaksanakan hukuman Allah
SWT.
Keyakinan
Kepada Kitab Suci
Keyakinan
kepada kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab suci itu memuat wahyu
Allah. Perkataan kitab yang berasal dari kata kerja kataba (artinya ia telah menulis) memuat wahyu Allah. Perkataan
wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy.
Kata ini mengandung makna suara, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam
pengertian yang umum wahyu adalah firman Allah yang disampaikan Malaikat Jibril
kepada para Rasul-Nya. Dengan demikian dalam perkataan wahyu terkandung
pengertian penyampaian firman Allah kepada orang yang dipilih-Nya untuk
diteruskan kepada umat manusia guna dijadikan pegangan hidup.
Firman
Allah itu mengandung ajaran, petunjuk dan pedoman yang diperlukan oleh manusia
dalam perjalanan hidupnya di dunia ini menuju akhirat. Wahyu yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat
manusia, semua terekam dengan baik di dalam Al-Qur’an, kitab suci umat Islam.
Al-Qur’an meyebut beberapa kitab suci misalnya Zabur yang diturunkan melalui
Nabi Daud AS., Taurat melalui Nabi Musa AS., Injil melalui Nabi Isa AS., dan Al-Qur’an
melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya.
Namun,
dalam perjalanan sejarah kecuali Al-Qur’an, isi kitab-kitab suci itu telah
berubah, tidak lagi memuat firman-firman Allah yang asli secara utuh
sebagaimana disampaikan Malaikat Jibril kepada para Rasul dahulu. Taurat dan
Injil misalnya, dapat dibuktikan telah diubah, ditambah dan dikurang isinya
oleh tangan-tangan manusia yang menjadi pemimpin atau pemuka agama
bersangkutan.
Perkataan
Al-Qur’an berasal dari kata kerja qara-a
artinya (dia telah) membaca. Kata kerja ini berubah menjadi kata benda qur’an yang secara harfiah berarti
bacaan atau sesuatu yang harus dibaca atau dipelajari. Di dalam Al-Qur’an
sendiri ada pemakaian kata Qur’an dalam arti isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca) sebagaimana tersebut dalam QS.
Al-Qiyamah ayat 17-18, artinya “Sesungguhnya
Kami mengumpulkan Al-Qur’an di dadamu dan menetapkan bacaannya pada lisanmu itu
adalah tanggungan Kami, jika Kami telah membacakannya maka ikutilah bacaannya”.
Al-Qur’an diturunkan selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Mula-mula di kota Mekkah dan kemudian kota Madinah.
Secara garis besar Al-Qur’an berisi
atau memuat :
a. Aqidah
b. Syariah, baik ibadah maupun
muamalah
c. Akhlak dengan semua ruang
lingkupnya
d. Kisah-kisah umat manusia di masa
lampau
e. Berita-berita tentang zaman yang
akan datang
f. Benih dan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan, dasar-dasar hukum yang berlaku bagi alam semesta termasuk manusia di dalamnya. (Muhammad
Daud Ali; 1997:217)
Keyakinan
Kepada Nabi dan Rasul
Antara Nabi dan Rasul terdapat perbedaan tugas utama.
Para Nabi menerima tuntunan atau wahyu dari Allah, akan tetapi tidak diwajibkan
untuk menyampaikan kepada umat manusia. Sedangkan Rasul adalah utusan Allah
yang menerima wahyu dan wajib menyampaikan wahyu tersebut kepada umat manusia.
Oleh karena itu seorang Rasul pastilah Nabi, tetapi seorang Nabi belum tentu seorang
Rasul.
Jumlah
para Rasul yang pernah diutus oleh Allah SWT. untuk memimpin manusia adalah 313
orang, sedangkan jumlah para Nabi 124.000 orang. Sedangkan dalam Al-Qur’an ada
25 orang Nabi atau Rasul. Setelah Nabi dan Rasul yang cukup banyak di atas
diutus Allah untuk membimbning dan memimpin masing-masing umatnya di muka bumi
ini, Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir
dan penutup. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Ahzab ayat 40 yang artinya : “Muhammad SAW itu sekali-kali bukanlah bapak
dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah seorang Rasul Allah
dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah mengetahui atas segala sesuatu”.
Dan firman-Nya :
“Dan
Kami tidak mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan kepada umat manusia
seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pembawa peringatan,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (QS. Saba’ ayat 28)
Nabi
Muhammad SAW adalah Rasul penutup (khatamin nabiyyin), sejarah hidupnya dari
awal hingga akhir jelas dan lengkap serta terpelihara oleh umat dari masa ke
masa. Akhlaknya baik, terlukiskan dengan kata-kata :
a. Shidiq (benar)
b. Amanah (dapat dipercaya)
c. Tabligh (menyampaikan)
d. Fathanah (cerdas).
Keyakinan
Kepada Hari Akhir
Keyakinan
ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainnya, sebab tanpa
mempercayai hari akhirat sama halnya orang yang tidak mempercayai Agama Islam,
walaupun orang itu menyatakan beriman kepada Allah. Dalam banyak ayat maupun
hadits Nabi, beriman kepada hari akhir hampir selalu dirangkaikan dengan
beriman kepada Allah SWT. sebagaimana yang terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 59
yang artinya : “Jika kalian beriman
kepada Allah dan beriman kepada hari akhir”.
Hari
kiamat dimulai dengan rusaknya alam ini. Setiap manusia yang hidup di alam ini
akan mati, dan bumi akan diganti, bukan bumi dan langit yang sekarang ini.
Allah yang membangkitkan semua manusia dan mengembalikan mereka pada kehidupan
kedua. Setelah manusia dibangkitkan (hari itu dinamakan hari ba’ats) maka
setiap orang dihisab oleh Allah berdasarkan perbuatannya, baik ataupun jelek
(hari itu disebut hari hisab atau yaumul hisab). Barang siapa yang perbuatan
baiknya lebih banyak dari pada perbuatan jeleknya, maka Allah akan
memasukkannya ke dalam surga dan barang siapa yang perbuatan jeleknya lebih
banyak dari baiknya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka.
Keyakinan
Kepada Qadha dan Qadhar
Beriman kepada qadha dan qadhar adalah rukun iman yang ke
enam atau rukun iman yang terakhir. Qadha dan qadhar disebut juga dengan
takdir.
Menurut Al-Qur’an, qadha berarti : hukum (QS. An-Nisa ayat 65), perintah (QS. Al-Isra ayat 23), memberitakan (QS. Al-Isra ayat 24), menghendaki (QS. Ali Imran ayat 47), menjadikan (QS. Fushilat ayat 12).
Kemudian arti qadhar dalam Al-Qur’an dapat kita memahaminya bahwa qadhar itu
adalah suatu peraturan umum yang telah diciptakan oleh Allah SWT. untuk menjadi
dasar alam ini, dimana terdapat hubungan sebab dan akibat. Telah menjadi sunnatullah yang abadi dimana manusia
juga terikat pada sunnatullah itu,
sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-Qamar ayat 49, QS. Al-Ahzab ayat
38, dan Al-Furqan ayat 2).
Oleh karena itu beriman
kepada takdir memberikan arti dimana kita wajib mempercayai bahwa segala
sesuatu yang terjadi di alam ini, dalam kehidupan dan diri manusia adalah
menurut hukum berdasarkan suatu undang-undang universil atau kepastian umum
atau takdir. Dari sekian banyak ayat Al-Qur’an dipahami bahwa semua makhluk
telah ditetapkan takdirnya oleh Allah SWT. Mereka tidak dapat melampaui batas
ketetapan itu dan Allah SWT. menuntun dan menunjukkan mereka arah yang
seharusnya mereka tuju.
0 komentar:
Posting Komentar