Akhirnya
KTN bisa mempertemukan wakil-wakil Belanda dan RI pada 8 Desember 1947 di atas
kapal AS, Renville. Karena tentangan Belanda maka KTN akhirnya mengeluarkan
pesan natal tertanggal 26 Desember yang berisi usul-usul yang lebih dekat
dengan keinginan Belanda, pesan natal itu menghendaki perdamaian dengan garis
Van Mook. Karena KTN tahu kalau pihak RI
pasti akan menolak usul 12 pasal dari pihak Belanda dan garis status quo
ciptaan Van Mook, maka untuk mengatasi jalan buntu KTN pada tanggal 11 januari
1948 menawarkan 6 pasal tambahan. Diharapkan bahwa pasal-pasal ini akan
memindahkan arena perjuangan dari garis demarkasi militer ke garis politik
demokrasi. Semula memang PM Amir, Presiden dan Wakil Presiden menolak
persetujuan tersebut. Jadi kalau RI menolak ia harus berperang sendiri dengan
korban yang pasti sangat besar. Atas dasar pertimbangan-pertimbangan tersebut
RI terpaksa menerima persetujuan Renville yang seluruhnya terdiri dari 3 naskah
:
1. Persetujuan
gencatan perang
2. Dasar-dasar
politik Renville
3. 6
pasal tambahan dari KTN
Dengan
tercapainya persetujuan Renville pertikaian Indonesia Belanda akan diselesaikan
dengan jalan damai lewat perundingan.
Dilihat sepintas memang persetujuan
Renville itu sangat merugikan karena daerah-daerah yang diduduki Belanda adalah
daerah yang kaya. Krisis kabinet tak dapat dihindarkan, tanggal 23 januari 1948
Amir beserta kabinetnya mengembalikan mandat. Pembentukan Kabinet Presidental
dengan dukungan nasional merupakan satu-satunya jalan untuk membentuk kabinet
yang kuat dalam waktu singkat. Karenanya segera setelah Amir mengembalikan
mandat, Presiden menunjuk Hatta menjadi pembentuk Kabinet. Segera setelah bertugas, kabinet Hatta melak-sanakan
ketentuan persetujuan Renville yang paling dipertentangkan, yaitu pengakuan
demarkasi Van Mook. Tanggal 26 Februari 1948 kesatuan TNI yang berjumlah 35.000
orang telah meninggalkan daerah-daerah dibelakang garis demarkasi di Jawa Barat
menuju ke daerah RI yang bebas. Ini sebenarnya hal yang sukar bagi pemerintah
RI untuk mengharuskan mereka hijjrah karena kantong-kantong itu bisa
dipertahankan secara efektif oleh kesatuan-kesatuan gerilya RI.
Sementara
itu perundingan yang disponsori oleh KTN baru bisa mulai pertengahan maret,
sebab utamanya adalah keterlambatan Nederland menunjuk wakilnya untuk berunding
dengan RI. Kenyataan bahwa KTN mendiamkan saja sikap dan tindakan Belanda yang
sedemikian itu membuat RI sangsi akan usaha KTN untuk membuat pihak Belanda
mentaati persetujuan Renville. Untuk mengatasi jalan buntu wakil-wakil AS dan
Australia berusaha mencarikan kompromi yang realistis, yang kemudian disebut
DuBois - Crichly plan, yang diserahkan kepada pihak RI dan Belanda secara
rahasia pada 10 Juni 1948. Pada prinsipnya RI menerima DuBois - Critchly plan,
tetapi Belanda menolaknya, bahkan untuk membicarakan usul itu saja tidak mau. Pada
22 Juni 1948 Belanda mau membuka perundingan lagi dengan pihak RI, tetapi
ketika keesokan harinya perundingan dimulai, RI minta supaya rencana DuBois -
Crichly dibicarakan. Belanda menolak bahkan kertas usul-usul itu dikembalikan
kepada KTN. Terjadilah kemacetan lagi.
0 komentar:
Posting Komentar