Seperti
telah kita ketahui sejak kedatangan Sekutu di Indonesia pada akhir September
1945, yang telah diboncengi NICA dengan KNILnya, terjadilah pertempuran yang
terus- menerus antara pihak RI dan Inggris/Belanda.Baru tanggal 14 Oktober
1946, tercapai persetujuan gencatan senjata. Untuk itu pemerintah Inggris
mengirimkan diplomasinya, Lord Killearn, ke Indonesia untuk menjadi perantara.
Atas jasanya dapatlah dicapai persetujuan Linggajati pada tanggal 15 November
1946.Linggajati adalah nama kota peristirahatan di dekat Cirebon. Dalam
perundingan ini dipertemukan delegasi RI yang dipimpin oleh PM Syahrir dengan
delegasi Belanda yang dipimpin oleh Schermerhorn. Persetujuan Linggajati memuat
17 Pasal ketentuan, yang pokok-pokoknya antara lain :
1. Pemerintah Belanda
mengakui kenyataan kekuasaan
de facto pemerintah RI atas Jawa,
Madura dan Sumatra.
2. Pemerintah
Belanda dan pemerintah RI akan bekerja
sama untuk membentuk NIS yang
meliputi seluruh wilayah India- Belanda sebagai negara berdaulat, dengan menginat
cara-cara yang demokratis dan hak menentukan nasib sendiri.
Dari
pokok-pokok isi persetujuan yang paling penting bagi kehidupan bangsa Indonesia
ialah pasal 1 (pokok 1) dan pasal 2 (pokok 2), karena ini langsung menyangkut
eksistensi RI. Dengan dicapainya persetujuan oleh kedua pihak, itu belum
berarti bahwa persetujuan itu terus bisa dilaksanakan. Persetujuan itu baru
bisa dilaksanakan bila telah mendapat ratifikasi dari perlemen masing-masing,
untuk RI KNIP. Baik parlemen Belanda maupun KNIP tidak begitu saja mau menerima
persetujuan yang telah dicapai oleh pemerintah Negara masing-masing.
Setelah Belanda dengan persetujuan
Linggajati memberikan pengakuan kekuasaan de facto RI atas jawa, Madura dan
Sumatra, negara-negara lain kemudian mengikutinya. India dan Pakistan termasuk
pula negara-negara pertama yang mengakui RI, dan negara-negara tersebut
kemudian membuka perwakilan konsuler di negara RI. Perkembangan ini sungguh
merupakan hal yang memperkuat kedudukan RI. Persetujuan, agar segala ketentuannya
dapat segera dilaksanakan, harus dirumuskan secara terperinci dan jelas. Tetapi
tidak demikian halnya dengan persetujuan Linggajati. Hal-hal berikut merupakan
contoh bukti ketidakjelasan persetujuan Linggajati :
1. Kedaulatan
RI diakui hanya secara de facto atas Jawa,
Madura dan Sumatra. Apa arti de
facto ? dan Dimana de jure nya ?
2. Status
negara RI tidak jelas. Bagaimana status RI dalam hukum atau hubungan
internanasional?
3. Hak
menentukan nasib sendiri tidak pernah ada.
4. Tentang
pemerintahan sementara yang tidak memberikan kejelasan.
5. Masalah
pertahanan dan keamanan tidak ada kejelasan
6. masalah pemulihan hak milik orang
asing tidak pernah dibahas.
Karena
ketidakjelasan itu maka mudah dipahami kalau segera timbul pertentangan antara
kedua belah pihak. Dalam bulan April dan Mei timbullah keluhan kedua pihak
disertai dengan tuduhan saling menyalahkan.
Mengingat berbagai ketidakjelasan
tadi, maka tidak mustahil kalau pelaksanaan persetujuan Linggajti mengalami
kemacetan. Dengan dalih untuk menghilangkan kemacetan itu maka pihak Belanda
yang diwakili oleh Komisi Jendral yang dipimpin oleh Schermerhorn, menyampaikan
usul pada tanggal 27 Mei 1947. Pada tanggal 8 Juni 1947 Syahrir menyampaikan
balasan yang disertai dengan usul-usul. Komisi Jendral menolak usul balasan
Syahrir, karena dianggap terlalu keras. Untuk menghindarkan kemacetan, Syahrir
mau memperlunak usulnya yang disampaikan pada tanggal 20 Juni 1947. Pihak
Belanda tidak puas dengan usul balasan Syahrir tertanggal 30 Juni 47 diatas.
Pada tanggal 23 Juni Belanda mengirimkan aide-memoire (nota penegasan) yang
mendesak RI supaya menerima saja usul-usul Belanda tertanggal 27 Mei 1947.
Sebelum Syahrir sempat menjawab aide-memoire itu kabinetnya jatuh. Kabinet
Syahrir mengalami kesukaran berhubung dengan usul balasannya tertanggal 20 Juni
1947. Berbagai partai mulai dari oposisi sampai kemudian juga partai-partai
pemerintah menentang kebijaksanaan kabinet.
Nota balasan Presiden terdiri dari
11 pasal, Presiden menegaskan dua hal pokok yaitu :
1. Persetujuan
pihak RI akan dibentukkannya pemerintah
Federal sementara dimana duduk serta wakil dari kerajaan Belanda.
2. Pemerintah
RI membenarkan seluruhnya apa yang termuat
dalam nota balasan tertanggal 20 Juni. Ditegaskan oleh Presiden bahwa RI
tetap tidak setuju atas pembentukan kepolisian bersama seperti yang diusulkan
Belanda.
Nota
Presiden dijawab oleh pihak Belanda pada 29 Juni 1947, ditegaskan bahwa pihak
Belanda tetap mendesak diterimanya usul-usul 27 Mei 1947. Sementara itu krisis
kabinet sudah dapat diatasi dengan terbentuknya kabinet Amir Syarifuddin.
Segera kabinet menjawab usu-usul Belanda itu tanggal 5 Juli 1947. Belanda
menilai jawaban Amir terlalu kabur, lalu balik mengirimkan usul-usul pada
tanggal 14/15 Juli 1947. RI harus telah menjawab usul-usul Belanda tersebut
paling lambat tanggal 16 Juli tengah malam.
Keadaan menjadi begitu genting,
tetapi RI tetap menyelesaikan persoalannya dengan Belanda melalui jalan damai
dengan menyampaikan usul baru pada tanggal 17 Juli 1947. Belanda tidak puas dan
menganggap RI sebagai tidak bersedia mentaati perjanjian Linggajati. Tanggal 20
Juli malam hari Belanda menyatakan tidak terikat lagi oleh persetujuan tersebut
dan bebas bertindak. Ini berarti agresi (I) bagi RI yang dilancarkan keesokan
harinya tanggal 21 Juli 1947 dengan menyerang daerah-daerah RI. Dengan agresi itu tamatlah riwayat
perjanjian Linggajati dan mulailah babak baru dalam Sejarah Perjuangan
kemerdekaan: Perang Kolonial I atau Perang Kemerdekaan I.
Tujuan Belanda melakukan serangan
atas RI yang dimulai sejak 27 Juli 1947 ialah penghancuran RI. Tetapi untuk
mencapai tujuan itu Belanda tidak bisa melakukan sekaligus. Karena itu pada
fase pertama Belanda harus mencapai sasaran sbb : Politik, Ekonomi dan
Militer.Fase kedua, yaitu fase penghancuran RI secara sempurna dapat dilakukan.
Tetapi dalam usahanya menghancurkan TNI Belanda menemui kegagalan. TNI dalam
perang kemerdekaan I mempraktekkan sistem pertahanan linier. Perang Kemerdekaan
II TNI mempraktekkan siasat perang rakyat semesta dengan bergerilya.
Reaksi dunia luar atas tindakan
Belanda yang memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan
pihak RI, tetapi Inggris dan AS tidak setuju. Yang tampil sebagai pembela utama
adalah India dan Australia. India membela RI karena solidaritas Asia terutama
sesudah konferensi Inter Asia di New Delhi dimaNa RI ikut serta. Sedang
Australia mendasarkan pembelaannya atas pasal 39 yang menyebut tentang adanya
ancaman terhadap perdamaian dunia. Dan akhirnya AS mengusulkan kompromi yang
kemudian diterima oleh DK - PBB pada 1 Agustus 1947. Pada tanggal 3 Agustus
pemerintah Belanda menerima resolusi DK-PBB dan memerintahkan kepada Van Mook
agar penghentian tembak-menembak dilaksanakan mulai malam hari tanggal 4-5
Agustus 1947, begitu juga RI.
0 komentar:
Posting Komentar