Desain organisasi melahirkan
empat
konsep yang
juga
penting dalam struktur organisasi, yaitu kekuasaan (power), kewenangan (authority), tanggung jawab (responsibility), dan pelimpahan wewenang (delegation). Setiap bagian dalam suatu orgariisasi memiliki kekuasaan, kewenangan, serta tanggung jawab. Ketika kekuasaan,
kewenangan, serta tanggung jawab tidak dapat
sepenuhnya dipegang oleh seseorang, maka dapat dilakukan apa yang dinamakan sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan
sekaligus juga tanggung jawab atau apa
yang dinamakan sebagai delegation.
KEKUASAAN (POWER)
Kekuasaan sering kali
dikonotasikan negatif jika dikaitkan dengan isu politik. Padahal dalam
pengertian yang paling sederhana, kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk
memengaruhi orang atau merubah orang atau situasi. Jika perubahan pada orang atau
situasi adalah perubahan yang baik, tentunya power tersebut memberikan konotasi yang positif bahkan sangat diperlukan. Konotasi negatif dari
kekuasaan sering kali muncul dikarenakan
terdapat berbagai kasus di mana seseorang atau sebuah organisasi yang diberi kekuasaan tidak
menggunakannya untuk hal yang positif.
Kekuasaan sesungguhnya
merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi yang di dalamnya terdapat
pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah.
Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk
mengubah situasi melalui orangorang agar
perubahan terjadi. Agar perubahan
ini dapat terjadi, maka kekuasaan diperlukan.
Faktor yang Mendasari Adanya Kekuasaan
Menurut French dan Raven,
sebagaimana dikutip oleh Stoner, Freeman dan Gilbert (1995), terdapat lima faktor yang mendasari lahirnya
sebuah kekuasaan(sources of power). Kelima faktor tersebut adalah reward power, coercive
power, legitimate power, expert power, dan referent power.
Reward Power
Reward power atau kekuasaan untuk
memberikan penghargaan adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari
seseorang yang posisinya memungkinkan dirinya untuk . memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang berada di bawahnya. Sebagai contoh adalah
kekuasaan yang
dimiliki
oleh seorang manajer personalia atau manajer SDM. Disebabkan posisi dirinya membawahi seluruh
sumber daya manusia organisasi atau tenaga
kerja dari sebuah perusahaan misalnya, maka seorang manajer personalia memiliki reward power dikarenakan bagian yang lebih tinggi dari
manajer personalia tersebut akan
menanyakan mengenai Kinerja tenaga kerja perusahaan melalui manajer personalia tersebut. Akibatnya, manajer
personalia memiliki kekuasaan tersebut. Orangorang atau tenaga kerja yang berada
di bawah manajer personalia dengan sendirinya
memiliki semacam ketergantungan terhadap manajer personalia, sehingga
manajer personalia tersebut dapat, dikatakan
memiliki semacam kekuasaan yang dinamakan
sebagai reward power
karena penghargaan terhadap Kinerja SDM dapat dikatakan sangat tergantung kepada penilaian dari manajer
personalia tersebut.
Coercive Power
Coercive power atau kekuasaan untuk
memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi negatif dari reward power. Kekuasaan ini merupakan
kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas Kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh SDM atau tenaga kerja dalam
sebuah organisasi. Setiap pimpinan pada dasarnya memiliki reward sekaligus coercive power ini. Oleh karena itu,
setiap pimpinan perlu untuk sangat berhati-hati dalam menggunakan jenis kekuasaan ini, karena pada
dasarnya setiap manusia tidak ada yang menginginkan
untuk menerima hukuman.
Legitimate Power
Legitimate power atau
kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari suatu
legitimasi tertentu. Misalnya, seseorang yang diangkat menjadi pemimpin, secara otomatis dia meroniliki semacam
kekuasaan yang sah atau terlegitimasi. Demikian pula seseorang yang diangkat menjadi manajer, direktur, dan hierarki pimpinan lainnya.
Expert Power
Expert power atau kekuasaan yang berdasarkan
keahlian atau kepakaran adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari kepakaran atau keahlian
yang dimiliki
oleh seseorang. Seorang
dokter, misalnya, memiliki semacam kekuasaan ini. Dikarenakan dirinya memiliki keahlian dalam mendiagnosa suatu
penyakit, maka secara sadar maupun tidak sadar, seorang pasien yang berkonsultasi
kepada dokter akan mengikuti apa saja
yang diusulkan atau dianjurkan oleh sang dokter sejauh hal tersebut bisa membantu
sang pasien untuk sembuh dari
penyakitnya. Demikian pula dengan pakar-pakar di bidang lainnya.
Referent Power
Referent power adalah kekuasaan yang muncul akibat
adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap
seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok orang
tersebut. Ketika rakyat menginginkan
sosok pemitnpin yang jujur misalnya,
maka ketika ada sosok calon presiden yang
dikenal sebagai seorang yang jujur dengan sendirinya sang calon presiden
tersebut memiliki apa yang dinamakan
sebagai referent power tersebut dikarenakan orang-orang tengah menginginkan karakteristik yang dimiliki oleh sang calon presiden tersebut, yaitu kejujuran.
Setiap bagian dari
struktur organisasi sebagaimana diterangkan di bagian awal bab ini memiliki jenis
kekuasaannya masing-masing, terutama di bagian yang berada pada hierarki yang paling tinggi dalam suatu
organisasi, seperti direktur, presiden direktur, dan sejenisnya. Pada
umumnya kekuasaan tersebut lebih disebabkan karena legitimasi tertentu yang ditentukan oleh
mekanisme dalam organisasi. Kekuasaan tersebut meliputi kekuasaan untuk
memerintah, mengoreksi, atau pun mengoordinasikan bagian yang berada di bawahnya.
Namun, dikarenakan kekuasaan pengertiannya sangat luas dan lebih banyak digunakan
dalam istilah politik, maka dalam organisasi, istilah kekuasaan cenderung jarang
dipergunakan. Sebagai gantinya istilah kewenangan atau authority lebih
sering dipergunakan.
KEWENANGAN (AUTHORITY)
Kewenangan atau authority
pada
dasarnya merupakan bentuk lain dari kekuasaan yang sering kali dipergunakan dalam sebuah
organisasi. Kewenangan merupakan kekuasaan formal atau terlegitimasi. Dalam sebuah
organisasi, seseorang yang ditunjuk atau dipilih untuk memimpin suatu organisasi,
bagian, atau departemen memiliki kewenangan atau kekuasaan yang terlegitimasi. Seseorang
yang ditunjuk
untuk
menjadi manajer
personalia dengan sendirinya terlegitimasi untuk memiliki kewenangan dalam mengatur berbagai hal
yang terkait dengan sumber daya manusia atau orang-orang yang terdapat di dalam organisasi.
Dua Pandangan Mengenai Kewenangan Formal
Terdapat dua pandangan
mengenai kewenangan formal, yaitu pandangan klasik (classical view) dan pandangan
berdasarkan penerimaan (acceptance, view).
Pandangan Klasik
Pandangan klasik
mengenai kewenangan formal menerangkan bahwa kewenangan pada dasarnya terlahir
sebagai akibat adanya kewenangan yang lebih tinggi dari kewenangan yang diberikan. Misalnya saja, seorang manajer mendapatkan
kewenangan formal
akibat
adanya pemberian kewenangan dari pihak yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi,
misalnya saja direktur utama. Seorang kapten dalam tradisi militer memiliki
kewenangan formal untuk memerintah para prajurit dikarenakan
kewenangan tersebut diterimanya dari
seseorang yang memiliki kewenangan
yang lebih tinggi darinya, misalnya dari jenderal. Dengan demikian, kewenangan formal menurut
pandangan klasik bersifat pendekatan top-down, atau dari hierarki yang atas
ke hierarki yang lebih bawah.
Pandangan Berdasarkan Penerimaan
Pandangan kedua
cenderung berbeda dengan pandangan yang pertama. Tidak setiap kewenangan yang bersifat top-down serta-merta akan
dijalankan oleh bawahan. Kadangkala kita mendapati apa yang diperintahkan oleh atasan misalnya tidak dijalankan oleh
bawahan. Hal tersebut barangkali bukan disebabkan bahwa sang atasan tidak memiliki
kewenangan, akan tetapi apa yang kemudian dilakukan oleh atasan tidak dapat diterima
oleh bawahan. Pandangan yang berdasarkan penerimaan (acceptance view) memandang bahwa kewenangan formal
akan cenderung dijalankan atau diterima oleh bawahan tergantung dari beberapa
persyaratan. Persyaratan tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Chester Barnard terdiri dari empat hal, yaitu
- Bawahan dapat memahami apa yang diinginkan atau dikomunikasikan oleh pimpinan atau atasan;
- Pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten atau tidak bertentangan dengan rencana pencapaian tujuan organisasi;
- Pada saat sang bawahan memutuskan untuk menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasannya, dia meyakini bahwa apa yang diperintahkan konsisten mendukung nilai, misi, maupun motif pribadi atau kelompoknya; dan
- Sang bawahan mampu secara mental maupun fisik menjalankan apa yang diperintahkannya.
Berdasarkan kedua pandangan ini, bisa dikatakan bahwa tidak setiap
kewenangan dapat mengubah situasi ke arah yang diinginkan. Berbagai jenis organisasi tentunya memiliki kekhasannya sendiri, apakah cenderung mengikuti pandangan klasik
atau pandangan yang berdasarkan penerimaan. Hal tersebut sangat bergantung pada berbagai faktor internal dan eksternal yang dihadapi oleh organisasi David McClelland mengemukakan ada "dua
muka dari kekuasaan'; yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi
negatif mengandung arti bahwa memiliki
kekuasaan berarti menguasai orang lain
yang lebih lemah. Kepemimpinan yang didasarkan atas sisi
negatif kekuasaan memperlakukan orang
sebagai tidak lebih dari "bidak" yang digunakan atau dikorbankan bila perlu. Hal ini jelas
merugikan, karena orang-orang yang merasa
hanya sebagai "bidak" akan cenderung menentang kepemimpinan atau menjadi pasif.
Sisi positif kekuasaan
ditandai dengan perhatian pada pencapaian tujuan kelompok. Ini meliputi
penggunaan pengaruh atas nama, dan bukan kekuasaan di atas orang lain. Manajer yang menggunakan kekuasaan
positif mendorong anggota kelompok untuk mengembangkan kekuatan dan kecakapan yang mereka butuhkan untuk
meraih
sukses sebagai perseorangan atau an.u!ota suatu
organisasi. Penggunaan kekuasaan secara
tepat merupakan motivator besar bagi anggota organisasi.
Keluasan wewenang dan
kekuasan. Semua anggota organisasi mempunyai peraturan, kode etik, atau batasan-batasan
tertentu pada wewenangnya, seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini:
Lingkupan wewenang
dan kekuasaan manajerial ini akan semakin luas pada manajemen puncak suattt organisasi dan semakin menyempit pada tingkatan yang lebih
rendah dari rantai komando, seperti
terlihat pada gambar diatas.
Tanggung jawab dan
akuntabilitas. Tanggung jawab (responsibility) adalah kewajiban untuk melakukan
sesuatu yang
timbul
bila seorang bawahan menerima wewenang manajer untuk mendelegasikan tugas atau fungsi tertentu.
Istilah lain yang sering digunakan adalah akuntabilitas (accountability) yang berkenaan dengan
kenyataan bahwa bawahan
akan selalu diminta pertanggungjawabannya atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya.
Jadi, tidak seperti
tanggung jawab, akuntabilitas adalah faktor di luar individu dan perasaan
pribadinya. Pemegang akuntabilitas berarti bahwa seseorang atasan dapat
memberlakukan hukuman atau balas jasa kepadanya tergantung bagaimana
dia sebagai bawahan telah menjalankan tanggung jawabnya.
Persamaan wewenang dan
tanggung jawab. Salah satu prinsip organisasi penting
adalah bahwa indi%zdu-individu
seharusnya diberi wewenang untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Sebagai
contoh, bila tanggung jawab seorang
manajer adalah mempertahankan kapasitas produksi tertentu, maka dia harus diberi kebebasan secukupnya untuk membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi
kapasitas produksi.
Persamaan tanggung jawab
dan wewenang tersebut adalah baik dalam teori, tetapi sukar dicapai. Terjadi
banyak pertentangan pen- . dapat
dalam masalah ini. Secara ringkas dapat disimpulkan, wewenang dan tanggung jawab adalah sama dalam jangka
panjang (in the long run). Dalam jangka pendek (in the short run), bagaimanapun juga, tanggung jawab
seorang manajer hampir selalu lebih besar dari wewenangnya,
karena ini merupakan ciri delegasi.
Pengaruh. Pengaruh (influence)
adalah suatu transaksi sosial di mana seseorang atau kelompok dibujuk oleh seseorang atau kelompok
lain untuk melakukan kegiatan sesuai
dengan harapan mereka yang mempengaruhi.
Pengaruh tercermin pada perubahan perilaku atau sikap yang diakibatkan secara langsung dari tindakan atau
keteladanan orang atau kelompok lain.
Pengaruh dapat timbul karena status jabatan, kekuasaan mengawasi dan menghukum, pemilikan informasi lebih lengkap, ataupun penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik. Proses pengaruh tergantung
pada tiga unsur, yaitu pihak yang mempengaruhi,
metoda mempengaruhi dan pihak yang dipengaruhi.
STRUKTUR LINI
DAN STAF
Konsep lini dan staf sering membingungkan,
sehingga dalam sub bab ini akan dibahas
bentuk organisasi lini dan staf; wewenang lini, staf dan fungsional; serta sumber konflik lini-staf.
Organisasi Lini
Semua organisasi mempunyai sejumlah fungsi-fungsi
dasar yang harus dilaksanakan. Sebagai contoh, organisasi perusahaan biasanya paling sedikit mempunyai tiga fungsi dasar -
produksi (manufacturing atau operasi), pemasaran (atau penjualan) dan
keuangan. Fungsifungsi dasar tersebut
dilaksanakan oleh semua organisasi, baik manufacturer, pedagang eceran, perusahaan jasa, ataupun organisasi "nonprofit". Fungsi-fungsi ini biasanya
disusun dalam suatu organisasi lini
dimana rantai perintah adalah jelas dan mengalir kebawah melalui tingkatan-tingkatan manajerial. Gambar 10.4.
menunjukkan sebuah contoh organisasi lini (tidak lengkap). Seperti terlihat, individu-individu
dalam departemen-departemen melaksanakan kegiatankegiatan utama perusahaan - produksi, pemasaran dan keuangan. Setiap orang mempunyai hubungan pelaporan hanya
dengan satu atasan, sehingga ada
kesatuan perintah.
Organisasi Lini dan
Staf
Staf merupakan
individu atau kelompok (terdiri para ahli) dalam struktur organisasi yang fungsi utamanya memberikan saran dan pelayanan
kepada fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama
organisasi atau departemen. Sebagai
contoh, staf spesialis pemeliharaan tidak menciptakan produk, menjual, dan mengelola keuangan. Gambar 10.5 dibawah ini menggambarkan
orgarusasi lini dan staf, di mana posisi staf ditambahkan untuk memberikan saran
dan pelay-anan departemen-departemen lini (Ian
membantu mereka mencapai tujuan organisasi
dengan lebih efektif.
Beberapa alasan mengapa organisasi
perlu membedakan antara kegiatan-kegiatan lini dan staf.
Pertama, karena kegiatan-kegiatan lini mencerminkan
pekerjaan pokok organisasi; manajemen puncak harus secara khusus memperhatikan
kebutuhan integritas dan pengaruh departemen-departemen tersebut.
Pembatasan pelaksanaan departemen lini dengan melimpahkan terlalu banyak wewenang kepada staf dapat mengurangi moral dan efisiensi departemen bersangkutan. Kedua, pengetatan yang harus
dibuat organisasi dalam waktu krisis sangat ditentukan oleh pilihan terhadap departemen lini atau staf. Sebagai contoh, suatu perusahaan yang sedang
menghadapi penurunan permintaan produknya (karena kondisi ekonomi yang
tidak menguntungkan) cenderung melakukan pengetatan terutama pada departemen lini. Tetapi bila permintaan
tetap kuat tetapi organisasi perlu menekan
biaya, maka pengetatan lebih
cenderung dilakukan pada departemen
staf.
WEWENANG LINI, STAF
DAN FUNGSIONAL
Wewenang Lini
Wewenang Lini (lme
authority) adalah wewenang dimana atasan melakukannya atas bawahannya langsung. Ini
diwujudkan dalam wewenang perintah dan
secara langsung tercermin sebagai rantai perintah, serta diturunkan kebawah melalui tingkatan
organisasi.
Wewenang Staf
Wewenang
staf (staff authority) adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi kepada personalia lini.
Ini tidak memberikan wewenang kepada anggota staf untuk'memerintah lini mengerjakan kegiatan tertentu. •
Wewenang Staf Fungsional
Wewenang staf fungsional
(functional staff authority) adalah hubungan
terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini. Bila dilimpahi wewenang fungsional oleh manajemen puncak
SUMBER KONFLIK LINI-STAF
Beberapa faktor dapat
menimbulkan berbagai kontlik di antara departemen
dan orang-orang lini dan staf. Faktor-faktor tersebut meliputi :
1. Perbedaan umur dan pendidikan, orang-orang staf biasanya lebih muda dan lebih berpendidikan daripada
orang-orang staf, sehingga
menimbulkan "generation gap".
2. Perbedaan tugas, dimana orang lini lebih teknis dan generalis, sedang
staf spesialis. Hal ini menimbulkan kejadian-kejadian sebagai berikut :
- Karena staf sangat spesialis, mungkin menggunakan istilah istilah dan bahasa yang tidak dapat dipahami orang lini,
- Orang lini mungkin merasa bahwa staf spesialis tidak sepenuhnya mengerti masalah-masalah lini dan menganggap saran mereka tidak dapat diterapkan atau dikerjakan.
3. Perbedaan sikap, ini tercermin pada :
- Orang staf cenderung memperluas wewenangnya dan cenderung memberikan perintah-perintah kepada orang lini untuk membuktikan eksistensinya.
- Orang staf cenderung merasa yang paling berjasa untuk gagasan-gagasan yang diimplementasikan oleh lini;sebaliknya, orang lini mungkin tidak menghargai peranan staf dalam membantu pemecahan masalah-masalahnya.
- Orang staf selalu merasa di bawah perintah orang lini; dilain pihak orang lini selalu curiga bahwa orang staf ingin memperluas kekuasannya.
4. Perbedaan posisi. Manajemen puncak mungkin tidak mengkomunikasikan• secara jelas luasnya wewenang staf dalam hubungannya dengan lini. Padahal organisasi departemen
staf ditempat kan
relatif pada posisi tinggi dekat manajemen puncak. Departemen lini dengan tingkatan lebih rendah cenderung
tidak senang dengan hal tersebut.
Sedangkan staf spesialis memberikan saran, konsultasi, bantuan, dan melayani seluruh lini dan unsur organisasi.
Disebut staf "spesialis"
karena fungsinya sempit dan membutuhkan keahlian khusus. Staf spesialis mencakup spesialis pembelian, personalia, hukum, pemeliharaan dan sebagainya.
Staf spesialis mungkin bertanggung
jawab ke tingkatan-tingkatan organisasi yang bermacam-macam, seperti
tingkatan divisi, tingkatan bagian, ataupun tingkatan cabang yang berdiri
sendiri.
DELEGASI WEWENANG
Delegasi dapat didefinisikan
sebagai pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab formal kepada orang lain untuk
melaksanakan kegiatan tertentu. Delegasi wewenang adalah proses di
mana para manajer mengalokasikan wewenang
ke bawah kepada orang-orang yang melapor
kepadanya. Empat kegiatan terjadi ketika delegasi dilakukan :
- Pendelegasi menetapkan dan memberikan tujuan dan tugas kepada bawahan.
- Pendelegasi melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai tujuan atau tugas.
- Penerimaan delegasi, baik implisit atau eksplisit, menimbulkan kewajiban atau tanggung jawab.
- Pendelegasi menerima pertanggungjawaban bawahan untuk hasil-hasil yang dicapai.
Efektivitas delegasi
merupakan faktor utama yang membedakan manajer
sukses dan manajer tidak sukses.
Alasan-alasan Pendelegasian
Delegasi dibutuhkan karena
manajer tidak selalu mempunyai semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan. Mereka mungkin menguasai "the big
picture" tetapi tidak cukup mengerti
tentang masalah lebih terperinci. Sehingga, agar organisasi dapat menggunakan sumber daya-sumber dayanya lebih
efisien maka pelaksanaan tugas-tugas
tertentu didelegasikan kepada tingkatan organisasi yang serendah mungkin di mana terdapat cukup kemampuan dan informasi untuk menyelesaikannya.
Pedoman Klasik untuk
Delegasi Efektif
Prinsip-prinsip
klasik yang dapat dijadikan dasar untuk delegasi yang efektif adalah :
- Prinsip Skalar. Dalam proses pendelegasian harus ada garis wewenang yang jelas mengalir setingkat demi setingkat dari tingkatan organisasi paling atas ke tingkatan paling bawah. Garis wewenang yang jelas akan membuat lebih mudah bagi setiap anggota organisasi untuk mengetahui :(a) kepada siapa dia dapat mendelegasikan, (b) dari siapa dia akan menerima delegasi, dan (c) kepada siapa dia harus memberikan pertanggungjawaban. Dalam proses pembuatan garis wewenang dibutuhkan delegasi penuh, ) yang berarti bahwa semua tugas organisasi yang. diperlukari' harus dibagi habis. Proses ini untuk menghindari terjadinya (a) gaps, yaitu tugas-tugas yang tidak ada penanggung jawabnya, (b) overlaps, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu orang individu, dan (c) splits, yaitu tanggung jawab atas tugas yang sama diberikan kepada lebih dari satu satuan orgranisasi. Bila hal-hal ini terjadi akan menimbulkan kebaiauan wewenang dan aktuitabilitas.
- Prinsip kesatuan perintah. Prinsip kesatuan perintah menyatakan bahwa setiap bawahan dalam organisasi seharusnya melapor hanya kepada seorang atasan. Pelaporan kepada lebih dari satu atasan membuat individu mengalami kesulitan untuk mengetahui kepada siapa pertanggung jawaban diberikan dan instruksi mana yang harus diikuti. Disamping itu, bawahan dapat menghindari tanggung jawab atas pelaksanaan tugas yang jelek dengan alasan banyaknya tugas dari atasan lain.
- Tanggung jawab, wewenang dan akuntabiditas. Seperti telah banyak dibahas di muka, prinsip ini menyatakan bahwa (a) agar orgazusasi dapat menggunakan sumber daya-sumber dayanya dengan lebih efisien, tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu diberikan ke tingkatan organisasi yang paling bawah di mana ada cukup kemampuan dan informasi untuk menyeiesaikannya; (b) konsekuensi wajar peranan tersebut adalah bahwa setiap individu dalam organisasi untuk melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya dengan efektif, dia harus diberi wewenang secukupnya; dan (c) bagian penting dari delegasi tanggung jawab dan wewenang adalah akuntabilitas-penerimaan tanggung jawab dan wewenang berarti individu juga setuju untuk menerima tuntutan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas. Bagi manajer, selain harus mempertanggung tawabkan tugas-tugasnya sendiri, juga harus mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas bawahannya.
Pengembangan komunikasi antara manajer dan
bawahan akan meningkatkan saling pengertian dan membuat delegasi lebih efektif yang mengetahui kemampuan
bawahannya dapat lebih realistis menentukan
tugas-tugas mana dapat didelegasikan kepada bawahan tertentu. Bawahan yang didorong
untuk menggunakan kemampuannya dan
merasa manajer mereka akan memberikan "dukungan" akan
lebih bersemangat dalam menerima tanggung jawab.
Louis Allen telah mengemukakan
beberapa teknik khusus untuk membantu manajer melakukan delegasi dengan
efektif.
- Tetapkan tujuan. Bawahan harus diberitahu maksud dan pentingnya tugas-tugas yang didelegasikan kepada mereka.
- Tegaskan tanggung jawab dan wewenang. Bawahan harus diberi informasi dengan jelas "tentang apa yang mereka harus pertanggung jawabkan dan bagian dari sumber daya-sumber daya organisasi mana yang ditempatkan di bawah wewenangnya.
- Berikan motivasi kepada bawahan. Manajer dapat mendorong : bawahan melalui perhatian pada kebutuhan dan tujuan mereka yang sensitif.
- Meminta penyelesaian kerja. Manajer memberikan pedoman, bantuan dan informasi kepada bawahan, sedangkan para bawahan harus melaksanakan pekerjaan sesungguhnya yang telah didelegasikan.
- Berikan latihan. Manajer perlu mengarahkan bawaharn untuk mengembangkan pelaksanaan kerjanya.
- Adakan pengawasan yang memadai. Sistem pengawasan yang terpercaya (seperti laporan mingguan) dibuat agar manajer tidak perlu menghabiskan waktunya dengan memeriksa pekerjaan bawahan terus menerus.
SENTRALISASI dan DESENTRALISASI
Faktor penting lainnya yang menentukan efektifitas organisasi adalah derajat sentralisasi atau desentralisasi
wewenang. Konsep sentralisasi, seperti konsep delegasi, berhubungan
dengan derajat di mana wewenang dipusatkan
atau disebarkan. Bila delegasi biasanya berhubungan dengan seberapa jauh manajer mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada bawahan yang secara langsung melapor kepadanya, desentralisasi
adalah konsep yang lebih luas dan berhubungan dengan seberapa jauh
manajemen puncak mendelegasikan wewenang
ke bawah ke divisi-divisi, cabang-cabang atau satuan-satuan organisasi tingkat lebih bawah lainnya.
Sentralisasi adalah
pemusatan kekuasaan dan wewenang pada tingkatan atas suatu
organisasi. Desentralisasi adalah penyebaran atau pelimpahan secara meluas kekuasaan dan pembuatan keputusan ketingkatan-tingkatan organisasi yang lebih
rendah.
Keuntungan-keuntungan
desentralisasi adalah sama dengan keuntungan-keuntungan delegasi, yaitu mengurangi
beban manajer puncak, memperbaiki pembuatan
keputusan karena dilakukan dekat dengan
permasalahan, meningkatkan latihan, moral dan inisiatif manajemen
bawah, dan membuat lebih fleksibel dan lebih cepat dalam pembuatan keputusan. Keuntungan-keuntungan ini
tidak berarti bahwa desentralisasi
"baik" dan sentralisasi "jelek", karena tidak ada organisasi yang sepenuhnya dapat disentralisasi atau di desentralisasi.
Oleh sebab itu, pertanyaarnya adalah bukan apakah organisasi harus didesentralisasi, tetapi sampai seberapa
jauh desentralisasi perlu dilakukan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Derajat Desentralisasi
Desentralisasi mempunyai nilai hanya bila dapat
membantu organisasi mencapai tujuannya
dengan efisien. Penentuan derajat desentraligasi sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai beriku t:
- Filsafat manajemen. Banyak manajer puncak yang sangat otokratik dan menginginkan pengawasan pusat yang kuat. Hal ini akan mempengaruhi kesediaan manajemen untuk mendelegasikan wewenangnya.
- Ukuran dan tingkat pertumbuhan organisasi. Organisasi tidak mungkin efisien bila semua wewenang pembuatan keputusan
- Strategi dan lingkungan organisasi. Strategi organisasi akan mempengaruhi tipe pasar, lingkungan teknologi, dan persaingan yang harus dihadapinya. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mempengaruhi derajat desentralisasi.
- Penyebaran geografis organisasi. Pada umumnya, semakin menyebar satuan-satuan organisasi secara geografis, organisasi akan cenderung melakukan desentralisasi, karena pembuatan keputusan akan lebih sesuai dengan kondisi lokal masing-masing.
- Tersedianya peralatan pengawasan yang efektif. Organisasi yang kekurangan peralatan-peralatan efektif untuk melakukan pengawasan satuan-satuan tingkat bawah akan cenderung melakukan sentralisasi bila manajemen tidak dapat dengan mudah memonitor pelaksanaan kerja bawahannya.
- Kualitas manajer. Desentralisasi memerlukan lebih banyak manajer-manajer yang berkualitas, karena mereka harus membuat keputusan sendiri.
- Keaneka-ragaman produk dan jasa. Makin beraneka-ragam produk atau jasa yang ditawarkan, organisasi cenderung melakukan desentralisasi, dan sebaliknya semakin tidak beraneka-ragam, lebih cenderung sentralisasi.
- Karakteristik-karakteristik organisasi lainnya, seperti biaya dan risiko yang berhubungan dengan pembuatan keputusan, sejarah pertumbuhan organisasi, kemampuan manajemen bawah, dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat sentralisasi dan desentralisasi dalam, suatu
organisasi, mungkin berbeda dengan berbedanya
divisi atau departemen organisasi atau perubahan lingkunaan internal maupun eksternai. Jadi, pendekatan
paling logik yang dapat digunakan organisasi adalah mengamati
segala kemungkinan yang terjadi (contingency approach).
0 komentar:
Posting Komentar