MANAJER SEBAGAI PELAKSANA MANAJEMEN

Peran Manajer dalam Organisasi
Sebagaimana halnya kita telah sering mendengar kata manajemen, maka kita pun tidak asing lagi dengan kata "manajer". Manajer pada dasarnya adalah subjek dari kegiatan manajemen. Artinya, manajer adalah orang yang melakukan kegiatan manajemen. Lebih lengkap lagi manajer adalah individu yang bertanggung jawab secara langsung untuk memastikan kegiatan dalam sebuah organisasi dijalankan bersama para anggota dari organisasi.
Dalam setiap organisasi bisnis, para manajer ini bertugas untuk memastikan bahwa keseluruhan tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi dapat diwujudkan melalui rangkaian kegiatan manajemen, baik yang bersifat fungsional maupun bersifat operasi­onal, sebagaimana telah diterangkan pada bab sebelumnya.
Tugas manajer-atau istilah apa pun sebagai padanannya-adalah untuk memastikan mewujudkan agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien melalui serangkaian kegiatan manajemen secara fungsional maupun operasional.

Keahlian-keahlian Manajemen
Untuk dapat mengimplementasikan kegiatan manajemen tersebut sesuai dengan fungsinya masing-masing, maka diperlukan beberapa keahlian manajemen (managerial skills) yang diperlukan oleh setiap orang yang terlibat dalam kegiatan organisasi, khususnya organisasi bisnis. Keahlian-keahlian tersebut meliputi sebagai berikut:
  • Keahlian teknis (technical skills), yaitu keahlian yang diperlukan untuk melaku­kan pekerjaan spesifik tertentu, seperti mengoperasikan komputer, mendesain bangunan, membuat layout perusahaan, dan lain sebagainya.
  • Keahlian berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat (human relation skills), yaitu keahlian dalam memahami dan melakukan interaksi dengan ber­bagai jenis orang di masyarakat. Di antara contoh keahlian ini adalah keahlian dalam bernegosiasi, memotivasi, meyakinkan orang, dan lain sebagainya.
  • Keahlian konseptual (conceptual skills), yaitu keahlian dalam berpikir secara abstrak, sistematis, termasuk di dalamnya mendiagnosa dan menganalisis ber­bagai masalah dalam situasi yang berbeda-beda, bahkan keahlian untuk mem­prediksi di masa yang akan datang.
  • Keahlian dalamn pengambilan keputusan (decision making skills), yaitu keahlian untuk mengidentifikasi masalah sekaligus menawarkan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang dihadapi. Keahlian dalam mengelola waktu (time management skills), yaitu keahlian dalam memanfaatkan waktu secara efektif dan efisien. 
  • Beberapa keahlian lain saat ini juga menjadi keahlian yang diperlukan dalam manajemen atau pengelolaan bisnis, terutama jika dikaitkan dengan persaingan bisnis global. Di antara keahlian tersebut adalah: Keahlian dalam manajemen global (global management skills), yaitu keahlian manajerial yang tidak saja terfokus pada satu keadaan di negara tertentu, akan tetapi juga lintas negara bahkan lintas budaya. Keahlian dalam hal teknologi (technological skills), yaitu keahlian manajerial dalam mengikuti dan menguasai berbagai perkembangan teknologi yang terjadi.

Keseluruhan keahlian manajemen tersebut tentunya perlu untuk dimiliki oleh setiap pelaku bisnis sekiranya ingin mewujudkan tujuan bisnisnya. Terlebih jika dikaitkan dengan persaingan bisnis yang semakin ketat dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, keahlian tunggal saja tidak cukup untuk memenangkan persaingan.

Tingkatan-tingkatan Manajemen
Pada praktiknya, sangat jarang seseorang dapat menguasai secara sekaligus berbagai keahlian manajemen tersebut. Pada praktiknya berbagai keahlian tersebut diperlukan dalam kegiatan bisnis berdasarkar peran dan tugas masing-masing orang dalam sebuah organisasi bisnis. Tugas dan peran dari setiap orang tersebut secara organisasional dibagi menjadi beberapa tingkatan yang dinamakan sebagai tingkatan-tingkatan manajemen atau hierarki manajemen.

Ada beberapa tingkatan manajemen sebagaimana dikemukakan oleh Nickels McHugh and McHugh (1997). Tingkatan-tingkatan manajemen tersebut meliputi:
  • Manajemen Tingkat Puncak atau Top Management, yang biasanya terdiri dari direktur, utama, presiden direktur, atau wakil direktur. Untuk manajemen tingkat ini, keahlian yang terutama diperlukan adalah keahlian dalam hal konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen global, dan manajemen waktu.
  • Manajemen Tingkat Menengah atau Middle Management, yang biasanya terdiri dari para manajer, kepala divisi atau departemen, atau kepala cabang. Untuk manajemen tingkat menengah ini, keahlian yang diperlukan di antaranya adalah keahlian konseptual, komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, dan juga teknikal.
  • Manajemen Supervisi atau Tingkat Pertama atau Supervisory or First-Lme Management, yang biasanya terdiri dari para supervisi, ketua kelompok, dan lain sebagainya. Di antara keahlian yang terutama perlu dimiliki adalah keahlian komunikasi, pengambilan keputusan, manajemen waktu, dan teknikal.
  • Manajemen Nonsupervisi atau Non-Supervisory Management, yang biasanya terdiri dari para tenaga kerja tingkat bawah pada umumnya seperti buruh, pekerja bangunan, dan lain-lain. Keahlian yang terutama perlu dimiliki dalam level ini adalah keahlian teknikal, komunikasi, dan manajemen waktu.

Secara diagram, dapat dilihat tingkatan-tingkatan manajemen di atas dalam Gambar dibawah ini.
Pada Gambar diatas ditunjukkan tingkatan-tingkatan manajemen melalui gambar segitiga di mana manajemen tingkat puncak berada di bagian paling atas dan manajemen nonsupervisi berada di bagian yang paling bawah dari segitiga tersebut. Hal ini me­nunjukkan bahwa manajemen tingkat puncak secara jumlah adalah paling sedikit dari sebuah organisasi akan tetapi merupakan penanggung jawab tertinggi di sebuah organisasi. Sedangkan manajemen nonsupervisi merupakan jumlah yang paling banyak dalam sebuah organisasi dan lebih cenderung sebagai pelaksana teknis dari sebuah organisasi.
Dalam sebuah organisasi, posisi dari setiap tingkatan manajemen dapat di­lihat dalam bagan organisasi sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar diatas. Contoh dari manajemen tingkat puncak, misalnya, untuk posisi direktur dan wakil direktur. Sebagai manajer tingkat puncak yang jumlahnya paling sedikit di sebuah organisasi, seorang manajer tingkat puncak bertanggung jawab atas keseluruhan jalannya organisasi. Untuk manajer tingkat menengah biasanya ditempati oleh para manajer bagian operasional dari mulai pemasaran, personalia, produksi, dan keuangan. Masing-masing manajer pada tingkat menengah inilah yang paling bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan perusahaan yang terkait dengan bagian operasional tersebut. Untuk manajer tingkat pertama atau supervisi biasanya bertugas sebagai pembantu manajer operasional untuk mengawasi para tenaga teknis atau buruh agar pekerjaan yang dibebankan kepadanya tidak terbengkalai, dan apa yang telah direncanakan di setiap bagian operasional dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Adapun bagi manajemen nonsupervisi biasanya ditempati oleh para pekerja teknis atau buruh yang bertugas menjalankan kegiatan-kegiatan implementatif sebagaimana telah ditugaskan oleh manajer tingkat puncak melalui manajer tingkat menengah dan supervisor.

Pada praktiknya, beberapa keahlian manajemen yang sangat beragam berdasarkan tingkatan-tingkatan manajemennya sangat bersifat relatif, dan tergantung kepada budaya organisasi bisnis yang dijalankan. Jika budaya perusahaan yang dikembangkan
cenderung terbuka dan demokratis, maka bisa jadi hampir seluruh personel di perusahaan dituntut untuk menguasai keahlian-keahlian manajemen sebagaimana diterangkan di atas. Bahkan sulit untuk dibedakan keahlian mana yang harus dimiliki oleh setiap tingkatan manajemen. Perbedaan pada tingkat manajemen hanya bisa di­lihat pada saat masing-masing personel mengimplementasikan pekerjaan yang ditugas­kan kepadanya. Namun, sekiranya budaya perusahaan yang dikembangkan cenderung tertutup dan bersifat top-down policy, maka bisa jadi jenis-jenis keahlian tersebut akan dapat dibedakan berdasarkan tingkatan-tingkatan manajemennya.

Manajemen Sebagai Seni Dan Sains
Salah satu keunikan dari ilmu manajemen adalah bahwa mereka yang menguasai pengetahuan manajemen belum tentu memiliki pengalaman atau mampu untuk menjalankan kegiatan manajemen dalam praktik. Sebaliknya pula, mereka yang telah berpengalaman dalam kegiatan manajemen secara praktik, belum tentu mengerti akan kerangka teoritis atau pengetahuan mengenai kegiatan manajemen yang telah di­jalankannya. Yang terbaik tentu saja jika kedua-duanya dapat dipadukan, seseorang yang banyak mengetahui dan menguasai pengetahuan mengenai manajemen sebaiknya mengimbangi pengetahuannya secara teoritis dengan pengalaman melalui praktik di dunia nyata, misalnya dalam dunia organisasi. Seorang mahasiswa jurusan manajemen, misalnya, sebaiknya juga mengikuti berbagai kegiatan organisasi agar pengetahuan manajemen yang dipelajarinya akan semakin dimengerti secara praktik.

Pengetahuan kita akan manajemen akan semakin kita pahami sekiranya kita padu dengan kegiatan praktik. Banyak pengusaha-pengusaha yang telah berhasil dalam kegiatan bisnisnya, padahal tidak pernah mengecap pendidikan di jurusan manajemen. Sebaliknya banyak pula lulusan sekolah manajemen tidak dapat berbuat apa-apa ketika pertama kali bekerja dikarenakan miskin pengalaman secara praktik. Tidak heran mengapa sekarang sekolah-sekolah manajemen mulai mengubah paradigma pem­belajarannya dengan memadukan antara teori dan praktik. Salah satu caranya adalah dengan mengundang para praktisi untuk mengajar di sekolah-sekolah manajemen atau memberikan kesempatan para mahasiswanya untuk melalui proses magang di perusahaan-perusahaan agar dapat belajar secara aplikatif. Bentuk lain juga dapat dilakukan seperti melakukan metode yang dinamis dalam pembelajaran manajemen di kelas. Role playing, dinamika kelompok, studi kasus, adalah di antara beberapa metode yang cukup efektif mendekatkan para mahasiswa dari teori kepada pemahaman praktik.

Manajemen: Seni atau Sains?
Berdasarkan pengertian di atas, maka sering didapati pertanyaan apakah manajemen itu seni ataukah sains? Seni di satu sisi bersifat dinamis, tidak berpola tunggal, dan menuntut adanya kreativitas dan keterlibatan di dalanulya. Sedangkan di sisi lain sains cenderung bersifat statis, berpola tunggal berdasarkan pembuktian ilmiah, dan menuntut adanya tahapan-tahapan yang sistematis. Kedua pendapat menjadi pedoman adaptasi organisasi terhadap lingkungan eks­tern mikro dan makro, tetapi juga menuntut usaha-usaha organisasi untuk mempengaruhi perilaku faktor-faktor dalam lingkungan eks­tern mikro.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL MANAJER
Tanggung jawab sosial berarti bahwa manajemen mempertim­bangkan dampak sosial dan ekonomi di dalam pembuatan keputus­annya. Tanggung jawab sosial perusahaan ini merupakan salah satu tugas yang harus dilakukan oleh para manajer organisasi perusahaan, karena aspek ini merupakan syarat utama bagi berhasilnya perusaha­an, terutama untuk jangka panjang. Dengan demikian manajer se­karang dituntut untuk mengimplementasikan etika berusaha (the ethics of managers), terutama dalam hubungannya dengan langganan, karyawan, penemu teknologi, lembaga-lembaga pendidikan, per­usahaan-perusahaan lain, para penyedia, kreditur, pemegang saham, pemerintah dan masyarakat pada umumnya.

Etika berkenaan dengan pendapat tentang benar dan salah, le­bih khusus, dengan kewajiban moral seseorang pada masyarakat. Etika ini merupakan sistem ungkapan-ungkapan yang menyangkut perilaku, perbuatan dan sikap manusia terhadap peristiwa-peristiwa yang dianggap penting dalam hidupnya. Penentuan etika benar dan salah adalah sulit, karena dalam kenyataannya standar-standar mo­ral berubah setiap waktu. Kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat yang sama mungkin mempunyai gagasan-gagasan ten­tang benar dan salah yang saling bertentangan. Bagaimanapun juga, etika para manajer akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatan organisasi. Tentunya etika manajer harus men­dasarkan diri pada nilai-nilai atau standar moral yang dianggap baik dan luhur dalam suatu lingkungan atau masyarakat.

Ada lima faktor yang mempengaruhi keputusan-keputusan pada masalah etika, yaitu
  1. Hukum, 
  2. Peraturan-peraturan pemerin­tah, 
  3. Kode etik industri dan perusahaan, 
  4. Tekanan-tekanan so­sial, dan 
  5. Tegangan antara standar perorangan dan kebutuhan or­ganisasi. 

Faktor-faktor ini mempengaruhi etika manajer dengan ting­katan dan pada bidang-bidang fungsi yang berbeda-beda.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam dekade sekarang ini, para manajer semakin dituntut untuk mengikuti atau mentaati hukum dan standar-standar etika masyarakat. Pada waktu yang sama, perhatian manajer harus dipusatkan pada pemberian tanggapan-tang­gapan organisasi terhadap masalah-masalah sosial. Hal ini mempunyai dua konsekuensi utama. Pertama, banyak organisasi sekarang menge­sampingkan tujuan utamanya maksimalisasi keuntungan, dan menga­lihkan ke pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan per­olehan keuntungan yang secukupnya. Kedua, pencapaian hasil-hasil yang lebih baik dalam pelaksanaan fungsi tanggung jawab sosial per­usahaan sekarang menjadi semacam peralatan untuk membantu suk­ses orgdnisasi. Bagaimana para manajer memelihara penanganan ma­salah-masalah sosial akan mencerminkan etika pribadinya, kebijaksa­naan-kebijaksanaan organisasi, dan nilai-nilai sosial perusahaan pada periode waktu tertentu.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger