Pengertian dan Bentuk Psikologis Pendidikan

Pengertian landasan psikologi pendidikan
Untuk memahami karakteristik peserta didik dalam masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan usia tua, psikologi pendidikan mengembangkan dan menerapkan teori-teori pembangunan manusia. Sering digambarkan sebagai tahap di mana orang lulus saat jatuh tempo, teori-teori perkembangan menggambarkan perubahan kemampuan mental (kognisi), peran sosial, penalaran moral, dan keyakinan tentang hakikat pengetahuan.

            Menurut Pidarta (2007:194) Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi olaeh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

Bentuk psikologis pendidikan
A. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).
1.    Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2.    Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.    Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan Erikson.
Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti  hidup manusia primitif.
3)Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
B. Psikologi Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagai Hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1.    Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2.    Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3.    Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).

C. Psikologi Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1.    Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
2.    Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3.    Latar belakang situasi. Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.
Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
1.    Minat dan kebutuhan individu.
2.    Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
         3.   Harapan sukses. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger