Telah
disebutkan, bahwa untuk adanya pertanggung-jawab pidana diperlukan syarat bahwa
pelaku mampu bertanggung jawab. Tidaklah mungkin seseorang dapat
dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu bertanggung jawab.
Bilamana
seseorang itu dikatakan mampu bertanggung-jawab ? Apakah ukurannya untuk
menyatakan adanya kemampuan bertanggung jawab itu ? KUHP tidak memberikan
rumusannya. Dalam literatur hukum pidana Belanda dijumpai beberapa definisi
untuk “kemampuan bertanggung jawab”.
Simons
: “kemampuan bertanggung jawab dapat
diartikan sebagai suatu keadaan psychis sedemikian, yang membenarkan adanya
penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari
orangnya”.
Dikatakan
selanjutnya, bahwa seseorang mampu
bertanggung jawab, jika jiwanya sehat, yakni apabila :
- Ia
mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan
dengan hukum
- Ia
dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut.
Van Hamel : kemampuan
bertanggung jawab adalah suatu keadaan normalitas psychis dan kematangan
(kecerdasan) yang membawa 3 kemampuan :
- Mampu
untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri
- Mampu
untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan masyarakat tidak
dibolehkan
- Mampu
untuk menentukan kehendaknya atas perbuatannya-perbuatannya itu
Van Bemmelen : seseorang
yang dapat dipertanggung-jawabkan ialah orang yang dapat mempertahankan
hidupnya dengan cara yang patut.
Definisi van Bemmelen ini
singkat, akan tetapi juga kurang jelas, sebab masih dapat ditanyakan kapankah
seseorang itu dikatakan “dapat mempertahankan hidupnya dengan cara yang patut”
?
Adapun Memorie van
Toelichting (memori penjelasan) secara negative menyebutkan mengenai kemampuan
bertanggung jawab itu, antara lain demikian :
Tidak ada kemampuan
bertanggung jawab pada sipelaku :
a. Dalam
hal ia tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat
mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.
b. Dalam
hal ia ada dalam suatu keadaan yang sedemikian rupa, sehingga tidak dapat
menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat
menentukan akibat perbuatannya.
Definisi-definisi tersebut
memang ada manfaatnya, tetapi untuk setiap kali dalam kejadian yang kongkrit
dalam praktek peradilan menilai jiwa seorang terdakwa dengan ukuran-ukuran tadi
tidaklah mudah. Sebagai dasar untuk mengukur hal tersebut, apabila orang yang
normal jiwanya itu mampu bertanggung jawab, ia mampu untuk menilai dengan
pikiran atau perasaannya bahwa perbuatannya itu dilarang oleh undang-undang dan
berbuat sesuai dengan pikiran atau perasaannya itu.
Dalam persoalan kemampuan
bertanggung jawab itu ditanyakan apakah seseorang itu merupakan “norm-adressat”
(sasaran norma), yang mampu. Seorang terdakwa pada dasarnya dianggap (supposed)
mampu bertanggung jawab, kecuali dinyatakan sebaliknya (lihat pembahasan
tentang dasar-dasar penghapus pidana).
0 komentar:
Posting Komentar