Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar, yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat Batak Toba disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional, pengklasifikasiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat berdasarkan liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :
- Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak (lullaby).
- Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan pada waktu senggang saat menjelang pernikahan.
- Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang, biasanya malam hari.
- Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.
- Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan penderitaan seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi.
- Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkaitan dengan pemberkatan, dan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh para orang tua kepada keturunannya.
- Ende hata, adalah musik vokal berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan bentuk pola “aa bb” yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang dipimipin oleh seseorang yang lebih dewasa atau orang tua.
- Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal, yang disajikn pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung alunan melodi biasanya muncul secara spontan sehingga penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastra yang menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.
Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi kelompok musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu :
- Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang diyanyikan untuk acara-acara namarhadodoan (resmi)
- Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak Toba dalam kegiatan sehari-hari.
- Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.
Tetapi apabila dikaji lebih rinci dari banyaknya jenis musik vokal pada masyarakat Batak Toba, maka dibuat pengklasifikasian yang lebih mendetail terhadap nyanyian-nyanyian tersebut sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Berikut ini adalah pembagian jenis musik vokal Batak Toba oleh Jan Harold Brunvand yang dikutip oleh Ritha Ony (1983:13). Jenis musik vokal tersebut adalah sebagai berikut :
- Nyanyian kelonan (lullaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama halus, tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang sehingga dapat membangkitkan rasa kantuk bagi sianak yang mendengarkan. Contoh : mandideng.
- Nyanyian kerja (work song), yaitu musik vokal yang mempunyai irama dan kata-kata yang bersifat menggugah semangat,sehingga dapat menimbulkan rasa gairah untuk bekerja. Contoh : luga-luga solu.
- Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan. Contoh : sampele-sampele.
- Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yaitu musik vokal yang teksnya berhubungan dengan kitab Injil, legenda-legenda keagamaan, atau pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh : metmet ahu on
- Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang bagaimana pola bertingkah laku yang baik. Contoh : siboruadi.
- Nyanyian mengenai hubungan berpacaran dan pernikahan, yaitu musik vokal yang liriknya biasanya mengungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang bercinta dan akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Contoh : madekdek ma gambiri.
Musik instrumental
Musik instrumental masyarakat Batak Toba dibagi menjadi dua kategori berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam kaitannya dengan upacara adat, religi/kepercayaan, maupun sebagai hiburan. Secara umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yakni : gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain dalam bentuk ensambel, ada juga instrumen yang disajikan secara tunggal.
Gondang hasapi
Komposisi instrumen pada gondang hasapi terdiri dari :
- Hasapi ende (plucked lute), atau kadang kala disebut dengan hasapi inang atau hasapi taganing, yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Instrumen ini merupakan pembawa melodi dan dianggap sebagai instrumen utama dalam ensambel gondang hasapi.
- Hasapi doal (plucked lute), instrumen ini sama bentuknya dengan hasapi ende, perbedaannya hanya terletak pada peranan musikalnya yakni hasapi doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan.
- Sarune etek (shawn), yakni sejenis alat tiup berlidah tunggal (single reed) yang juga berfungsi sebagai pembawa melodi. Instrumen ini tergolong ke dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat di atas dan satu di bawah),dan dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa (meniup secara sirkular tanpa berhenti) yang dalam istilah musiknya disebut dengan circular breathing.
- Garantung (xylophone), yaitu alat musik berbilah yang terbuat dari kayu dan umumnya memiliki lima buah bilah nada. Selain berperan sebagai pembawa melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem pada lagu-lagu tertentu. Dimainkan dengan cara mamalu.
- Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca yang berperan sebagai pembawa tempo atau ketukan dasar.
Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil. Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim, sarune etek kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu orang pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapi ende atau pun hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang hasapi yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga delapan orang.
Gondang sabangunan
Ensambel gondang sabangunan mempunyai beberapa istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan atau gondang bolon. Komposisi alatnya terdiri dari :
- Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double reed) yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa. Instrumen ini tergolong kepada kelompok aerophone.
- Taganing (single headed drum), yaitu seperangkat gendang bernada bermuka satu yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu. Kelima gendang tersebut dibedakan sesuai dengan namanya masing-masing, yakni odap-odap, paiduani odap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting. Instrumen ini tergolong ke dalam kelompok membranophone.
- Gordang bolon (single headed drum), yakni sebuah gendang-bas bermuka satu yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa ritem konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass dari ensambel gondang sabangunan. Klasifikasi instrumen ini termasuk kepada kelompok membranophone.
- Ogung (gong), yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan, ihutan, doal, dan panggora. Masing-masing ogung sudah memiliki ritem tertentu dan dimainkan terus menerus secara konstan/tidak berubah-ubah. Instrumen ini tergolong kepada kelompok idiophone.
- Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya yang dapat menghasilkan bunyi tajam untuk dijadikan sebagai pembawa tempo. Instrumen ini tergolong kepada idiophone.
- Odap (double headed drum), yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua sisi selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Instrumen ini biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Instrumen ini tergolong kepada kelompok membranophone.
Gondang sabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara yang berhubungan dengan adat ataupun religius. Gondang sabangunan berperan sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya (secara vertikal) dan menghubungkan manusia dengan sesama (secara horizontal).
Penggunaan odap dalam ensambel gondang sabangunan jarang ditemukan saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak seperti Marsius Sitohang, Guntur Sitohang, dan S.Sinurat mengatakan bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan hanya diperuntukkan dalam upacara-upacara tertentu, dan biasanya hanya parmalim yang masih tetap melestarikan instrumen tersebut. Namun, berkaitan dengan peran dan bunyi musikalnya, pada zaman sekarang ini teknik permainan odap sudah banyak ditransformasikan oleh taganing yang juga mampu berperan sebagai pembawa ritem variabel. Mungkin hal ini juga menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan odap sudah semakin jarang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Ensambel gondang sabangunan pada umumnya dimainkan oleh tujuh orang, yakni satu orang memainkan sarune bolon, satu orang memainkan taganing dan odap, satu orang memainkan gordang bolon, satu orang memainkan ogung oloan dan ihutan, satu orang memainkan ogung doal, satu orang memainkan ogung panggora, dan satu orang memainkan hesek. Namun, formasi dan jumlah pemusik ini sedikit berbeda dengan apa yang terdapat di dalam upacara parmalim. Dalam konteks tersebut, umumnya pemusik berjumlah delapan orang, dimana alat musik ogung oloan dan ihutan masing-masing dimainkan oleh satu orang. Kadang-kadang juga bisa ditemukan pemain sarune bolon berjumlah dua orang pada beberapa upacara parmalim tertentu. Pada masyarakat Batak Toba secara umum di luar parmalim, formasi pemusik dalam formasi ensambel semacam ini jarang terjadi pada kebanyakan pertunjukan gondang sabangunan.
Instrumen tunggal
Menurut adat Batak Toba, dahulu instrumen tunggal diartikan sebagai instrumen yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh digabungkan ke dalam ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan, sebab pada dasarnya sudah ditetapkan berbagai instrumen tertentu yang boleh dimainkan ke dalam kedua ensambel tersebut. Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua ensambel tersebut karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel dalam musik adat masyarakat Batak Toba yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan. Instrumen tunggal biasanya hanya digunakan pada waktu senggang untuk mengisi kekosongan atau menghibur diri. Instrumen ini juga tidak pernah dimainkan dalam upacara-upacara adat yang bersifat ritual layaknya instrumenintrumen yang ada pada ensambel gondang sabangunan atau gondang hasapi.
Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai musik Batak Toba pada masa kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan hanya instrumen yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan saja, melainkan juga pada berbagai ensambel atau format musik yang lain. Selain sulim, ada berbagai intrumen Batak Toba yang termasuk ke dalam instrumen tunggal seperti :
- Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara menggetarkan lidah instrument tersebut dengan bantuan hentakan tangan dan rongga mulut berperan sebagai resonator. Instrumen ini tergolong ke dalam keompok ideophone.
- Jenggong (jew’s harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang sama dengan saga-saga. Juga termasuk ke dalam kelompok ideophone.
- Talatoit (transverse flute), sering juga disebut dengan salohat atau tulila, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup dari samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah. Instrumen diklasifikasikan ke dalam kelompok aerophone.
- Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung instrumen yang diposisikan secara diagonal. Instrumen ini memiliki lima lobang nada, yakni empat di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lobang tiupan berada pada ujung atas nya. Instrumen ini juga termasuk ke dalam kelompok aerophone.
- Tanggetang (bamboo ideochord), yaitu alat musik yang terbuat dari batang bambu besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu sendiri dan badan bambu tersebut berperan sebagai resonator. Prinsip pembuatan, cara memainkan dan karakter bunyi instrumen ini hampir sama dengan keteng-keteng yang ada pada masyarakat Batak Karo, dimana instrumen ini bersifat ritmis dan gaya permainannya seakan mengimitasikan karakter bunyi ogung (gong Batak Toba). Instrumen ini termasuk kelompok yang dipadukan antara ideophone dengan chordophone sehingga disebut dengan ideochordophone
- Mengmung juga merupakan instrumen sejenis ideochordophone yang mirip dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu dijadikan sebagai resonator.
Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba, sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga pada saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sulim merupakan instrumen tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih luas dibandingkan instrumen tunggal yang lainnya, sehingga berbagai jenis lagu atau repertoar dapat dimainkan pada instrumen tersebut.
Sementara instrumen tunggal yang lain sudah sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa beberapa di antaranya sudah hampir punah keberadaannya seperti saga-saga, jenggong, tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat instrumen ini sudah sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan mungkin hanya satu dua orang yang masih melestarikan instrumen ini, dan itu pun kemungkinan jika siempunya masih hidup atau instrumen tarsebut masih tetap diwariskan secara turun temurun.
0 komentar:
Posting Komentar