Ciri Karakter SDM
SDM merupakan aset paling penting untuk membangun bangsa
yang lebih baik dan maju. Namun untuk mencapai itu, SDM yang kita miliki harus
berkarakter. SDM yang berkarakter kuat dicirikan oleh kapasitas mental yang
berbeda dengan orang lain seperti keterpercayaan, ketulusan, kejujuran,
keberanian, ketegasan, ketegaran, kekuatan dalam memegang prinsip, dan
sifat-sifat unik lainnya yang melekat dalam dirinya.
Secara lebih rinci, saya kutip beberapa konsep tentang
manusia Indonesia yang berkarakter dan senantiasa melekat dengan kepribadian
bangsa. Ciri-ciri karakter SDM yang kuat meliputi
(1) religious, yaitu memiliki
sikap hidup dan kepribadian yang taat beribadah, jujur, terpercaya, dermawan,
saling tolong menolong, dan toleran;
(2) moderat, yaitu memiliki sikap hidup
yang tidak radikal dan tercermin dalam kepribadian yang tengahan antara
individu dan sosial, berorientasi materi dan ruhani serta mampu hidup dan
kerjasama dalam kemajemukan;
(3) cerdas, yaitu memiliki sikap hidup dan
kepribadian yang rasional, cinta ilmu, terbuka, dan berpikiran maju; dan
(4)
mandiri, yaitu memiliki sikap hidup dan kepribadian merdeka, disiplin tinggi,
hemat, menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja keras, dan memiliki cinta
kebangsaan yang tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai kemanusiaan
universal dan hubungan antarperadaban bangsa-bangsa (PP Muhammadiyah, 2009: 43-44).
Pendidikan Karakter
Berbicara pembentukan kepribadian tidak lepas dengan
bagaimana kita membentuk karakter SDM. Pembentukan karakter SDM menjadi vital
dan tidak ada pilihan lagi untuk mewujudkan Indonesia baru, yaitu Indonesia
yang dapat menghadapi tantangan regional dan global (Muchlas dalam Sairin,
2001: 211). Tantangan regional dan global yang dimaksud adalah bagaimana
generasi muda kita tidak sekedar memiliki kemampuan kognitif saja, tapi aspek
afektif dan moralitas juga tersentuh. Untuk itu, pendidikan karakter diperlukan
untuk mencapai manusia yang memiliki integritas nilai-nilai moral sehingga anak
menjadi hormat sesama, jujur dan peduli dengan lingkungan.
Lickona (1992) menjelaskan beberapa alasan perlunya
Pendidikan karakter, di antaranya:
(1) Banyaknya
generasi muda saling melukai karena lemahnya kesadaran pada nilai-nilai moral,
(2) Memberikan nilai-nilai moral pada generasi muda merupakan salah satu fungsi
peradaban yang paling utama,
(3) Peran sekolah sebagai pendidik karakter
menjadi semakin penting ketika banyak anak-anak memperoleh sedikit pengajaran
moral dari orangtua, masyarakat, atau lembaga keagamaan,
(4) masih adanya
nilai-nilai moral yang secara universal masih diterima seperti perhatian,
kepercayaan, rasa hormat, dan tanggungjawab,
(5) Demokrasi memiliki kebutuhan
khusus untuk pendidikan moral karena demokrasi merupakan peraturan dari, untuk
dan oleh masyarakat,
(6) Tidak ada sesuatu sebagai pendidikan bebas nilai.
Sekolah mengajarkan pendidikan bebas nilai. Sekolah mengajarkan nilai-nilai
setiap hari melalui desain ataupun tanpa desain,
(7) Komitmen pada pendidikan
karakter penting manakala kita mau dan terus menjadi guru yang baik, dan
(8) Pendidikan
karakter yang efektif membuat sekolah lebih beradab, peduli pada masyarakat,
dan mengacu pada performansi akademik yang meningkat.
Alasan-alasan di atas menunjukkan bahwa
pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan sedini mungkin untuk mengantisipasi
persoalan di masa depan yang semakin kompleks seperti semakin rendahnya
perhatian dan kepedulian anak terhadap lingkungan sekitar, tidak memiliki
tanggungjawab, rendahnya kepercayaan diri, dan lain-lain. Untuk mengetahui
lebih jauh tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan karakter, Lickona dalam Elkind dan Sweet (2004) menggagas pandangan bahwa pendidikan
karakter adalah upaya terencana untuk membantu orang untuk memahami, peduli,
dan bertindak atas nilai-nilai etika/ moral. Pendidikan karakter ini mengajarkan
kebiasaan berpikir dan berbuat yang membantu orang hidup dan bekerja
bersama-sama sebagai keluarga, teman, tetangga, masyarakat, dan bangsa.
Pandangan ini mengilustrasikan bahwa proses pendidikan
yang ada di pendidikan formal, non formal dan informal harus mengajarkan
peserta didik atau anak untuk saling peduli dan membantu dengan penuh keakraban
tanpa diskriminasi karena didasarkan dengan nilai-nilai moral dan persahabatan.
Di sini nampak bahwa peran pendidik dan tokoh panutan sangat membantu membentuk
karakter peserta didik atau anak.
Implementasi Pendidikan
Karakter
Upaya untuk mengimplementasikan pendidikan karakter
adalah melalui Pendekatan Holistik, yaitu mengintegrasikan perkembangan
karakter ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah. Berikut ini ciri-ciri
pendekatan holistik (Elkind dan Sweet, 2005).
1. Segala
sesuatu di sekolah diatur berdasarkan perkembangan hubungan antara siswa, guru,
dan masyarakat
2. Sekolah
merupakan masyarakat peserta didik yang peduli di mana ada ikatan yang jelas
yang menghubungkan siswa, guru, dan sekolah
3. Pembelajaran
emosional dan sosial setara dengan pembelajaran akademik
4. Kerjasama
dan kolaborasi di antara siswa menjadi hal yang lebih utama dibandingkan
persaingan
5. Nilai-nilai
seperti keadilan, rasa hormat, dan kejujuran menjadi bagian pembelajaran
sehari-hari baik di dalam maupun di luar kelas
6. Siswa-siswa
diberikan banyak kesempatan untuk mempraktekkan prilaku moralnya melalui
kegiatan-kegiatan seperti pembelajaran memberikan pelayanan
7. Disiplin
dan pengelolaan kelas menjadi fokus dalam memecahkan masalah dibandingkan
hadiah dan hukuman
8. Model
pembelajaran yang berpusat pada guru harus ditinggalkan dan beralih ke kelas
demokrasi di mana guru dan siswa berkumpul untuk membangun kesatuan, norma, dan
memecahkan masalah
Sementara itu peran lembaga
pendidikan atau sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan karakter mencakup
(1) mengumpulkan guru, orangtua dan siswa bersama-sama mengidentifikasi dan
mendefinisikan unsur-unsur karakter yang mereka ingin tekankan,
(2) memberikan
pelatihan bagi guru tentang bagaimana mengintegrasikan pendidikan karakter ke
dalam kehidupan dan budaya sekolah,
(3) menjalin kerjasama dengan orangtua dan
masyarakat agar siswa dapat mendengar bahwa prilaku karakter itu penting untuk
keberhasilan di sekolah dan di kehidupannya, dan
(4) memberikan kesempatan
kepada kepala sekolah, guru, orangtua dan masyarakat untuk menjadi model
prilaku sosial dan moral (US Department
of Education).
Mengacu pada konsep pendekatan holistik dan
dilanjutkan dengan upaya yang dilakukan lembaga pendidikan, kita perlu meyakini
bahwa proses pendidikan karakter tersebut harus dilakukan secara berkelanjutan
(continually) sehingga nilai-nilai
moral yang telah tertanam dalam pribadi anak tidak hanya sampai pada tingkatan
pendidikan tertentu atau hanya muncul di lingkungan keluarga atau masyarakat
saja. Selain itu praktik-praktik moral yang dibawa anak tidak terkesan bersifat
formalitas, namun benar-benar tertanam dalam jiwa anak.
0 komentar:
Posting Komentar