Menurut Gadamer kunci hermeneutika adalah bahasa. Interpretasi dan dialogis adalah dua proses yang tidak bisa dilepaskan dari bahasa. Seperti yang kita pamahi pada umumnya, bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk melakukan kontak sosial dengan yang lainya. Sulit dibayangkan hidup manusia sebagai mahluk sosial tanpa bahasa. Tanpa bahasa dunia manusia akan mati, dan mungkin bukan hanya manusia tapi mahluk lainya juga. Bagi Gadamer, wajib hukumnya hermeunitika memposisikan bahasa sebagai alat utama dalam menemukan kebenaran objektif. Agus Darmaji (1999), dalam penelitiannya tentang pergeseran hermeneutik ontologis melalui bahasa dalam pemikiran Hans Geord Gadamer, menguraikan.
“hermeneutika ke wilayah linguistik, lebih dari sekedar pemahaman historis secara filosofis. Argumennya, bahwa esensi (being) itu bereksistensi melalui bahasa dan karenanya ia bisa dipahami hanya melalui bahasa. Bahasa, bagi Gadamer adalah endapan tradisi sekaligus media untuk memahaminya. Proses hermeneutika untuk memahami tradisi melalui bahasa lebih dari sebuah metode. Pemahaman bukanlah produk metode; metode tidaklah merupakan wahana yang menghasilkan kebenaran. Kebenaran justru akan dicapai jika batas-batas metodologis dilampaui. Dengan demikian, bahasa mempunyai posisi sentral sebagai media yang menghubungkan cakrawala masa kini dengan cakrawala historical."
Pertanyaanya, dimanakah hubungan bahasa, dialogis,interpretasi, dan dialektika dalam hermeunitika. Mencermati penjelasan yang diuraikan sebelumnya hubungan ketiga elemen tersebut adalah hubungan simbiosis mutualisme, yaitu hubungan yang saling mempengaruhi dan mengisi dalam penjelasan hermeunitika. Tujuan akhir dari tiga elemen tersebut adalah mengarahkan teks “mati” menjadi teks “hidup”, yaitu teks komunikatif. Teks komunikatif adalah tujuan utama hermeunitika dalam mencari kebenaran objektif. Ingat, dalam hermeunitika kebenaran objektif yang dimaksudkan bukan kebenaran absolut aksiomatik tapi kebenaran yang memberikan ruang bagi siapapun untuk mengkoreksi, mengkritisi, meneliti, dan mendebatkannya.
Kembali pada pembahasan bahasa. Bahasa menjadi media untuk menjembatani interpretator dan teks dalam menemukan “kebenaran objektif”. Menurut Gadamer, dalam menemukan kebenaran itu perlu dikedepankan percakapan sejati.
“Percakapan sejati ditandai dengan adanya keterbukaan dan kejujuran untuk menerima perspektif atau sudut pandang masing- masing orang yang berperan dalam proses pemahaman dan dalam menyelami aspek lawan bicaranya (teks).Usaha mencapai pemahaman juga mengandaikan masing- masing orang yang terlibat dalam percakapan bersedia untuk kepenuhan makna apa yang tampak asing atau bahkan berlawanan dengan pendapatnya sendiri. Jika keduanya mengalami hal yang sama, saat masing- masing bertahan dengan argumentasinya seraya mempertimbangkan argumentasi-argumentasi sebaliknya, akhirnya dimungkinkan sampai pada bahasa dan pernyataan yang disetujui bersama. Dengan kata lain, terbukalah kemungkinan terjadinya peleburan cakrawala yang berlangsung dalam bahasa (Gadamer, penterjemah Agus Darmaji,1999).
Dengan cara membahasakan teks segala persoalan kontradiktif ideologis, primodialisme, fasisme, dan berbagai ideologi dunia lainnya dapat berjalan dengan penuh kedamaian (kesadaran kolektif dalam istilah Josef Bleicher), karena disana ada ruang dialogis dialektis (ruang pencari penjelasan dalam menemukan titik temu, dan jika tidak menemukan titik temu akan terus diusahakan dengan cara rational debate). Berikut ini penjelasan Josef Bleicher tentang hermeunitika Gadamer.
Semua pemahaman linguistik dan ”linguistikalitas pemahaman merupakan kesadaran kolektif, persetujuan yang muncul dari sebuah dialog, seperti dalam interpretasi sebuah teks, yakni pokok persoalanya, mengambil tempat dengan media bahasa (Josef Bleicher (2007,170).
Penjelasan singkat di atas, Gadamer ingin mengajarkan bagaimana manusia sebagai individu maupun kolektif dapat membahasakan teks yang dianuti kepada pihak lain dengan menjunjungtinggi prinsip keterbukaan dan kejujuran, bukan prinsip egoisentris dan primodialisme.Gadamer yakin sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat multikulturalisme tidak akan menemukan kedamaian tanpa adanya ruang percakapan dialogis dialektis. Hemat penulis, ajaran Gadamer ini menjadi penting untuk dibumikan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia.
Dapat disimpulkan fungsi Hermeunitika Gadamer dalam proposisi bahasa, diantaranya:
- Menciptakan teks komunikatif (melalui pembahasaan teks)
- Menciptakan kesadaran kolektif dari diferensial sosial, politik, budaya, ideologi.
- Mendorong manusia untuk menciptakan iklim rational debate.
- Membebaskan manusia dari prasangka- prasangka sepihak.
- Membebaskan manusia dari kebenaran aksiomatik ideologi.
- Menciptakan budaya kritis manusia dalam bertindak dan memahami teks.
0 komentar:
Posting Komentar