A. Dasar Pemikiran
1. Konsep dasar pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum. Perbedaan tersebut
dapat dikaji dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran dan lulusannya.
Pendidikan kejuruan seyogianya memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Orientasi pada kinerja individu dunia kerja
b. Jastifikasi khusus pada kebutuhan nyata di lapangan
c. Fokus kurikulum pada aspek-aspek psikomotor, afektif dan kognitif
d. Tolok ukur keberhasilan tidak hanya terbatas di sekolah
e. Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja
f. Memerlukan saana dan prasarana yang memadai
g. Adanya dukungan masyarakat
(Disarikan dari Finch dan Crunkilton, 1984).
Substansi pelajaran pada pendidikan kejuruan menurut
Nolker dan Shoenfel (Sonhadji, 2006) harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK,
kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Lulusan dari
pendidikan kejuruan, minimal harus memiliki kecakapan atau kemampuan kerja yang
sesuai dengan tuntutan dunia usaha atau industri yang dirumuskan dalam standar
kompetensi nasional bidang keahlian.
2. Tinjauan filosofis
Landasan filosofis
yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu menjawab dua pertanyaan : 1)
Apa yang harus diajarkan ? dan 2) Bagaimana harus mengajarkan ? (Calhoun dan
Finch, 1982). Chalhoun dan Finch menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip
fundamental pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu
masyarakat demokratik, serta peran pendidikan dalam transmisi standar sosial.
Secara filosofis,
penyusunan kurikulum SMK perlu mempertimbangkan perkembangan psikologis peserta
didik dan perkembangan atau kondisi sosial budaya masyarakat.
a. Perkembangan psikologis
peserta didik
Manusia, secara
umum mengalami perkembangan psikologis sesuai dengan pertambahan usia dan
berbagai faktor lainnya; yaitu latar belakang pendidikan, ekonomi keluarga, dan
lingkungan pergaulan, yang mengkibatkan perbedaan dalam dimensi fisik,
intelektual, emosional, dan spiritual. Pada kurun usia peserta didik di SMK,
mereka memiliki kecenderungan untuk mencari identitas atau jati diri.
Fondasi kejiwaan
yang kuat diperlukan peserta didik agar berani menghadapi, mampu beradaptasi
dan mengatasi berbagai masalah kehidupan, baik kehidupan profesional maupun
kehidupan keseharian, yang selalu berubah bentuk dan jenisnya serta
meningkatkan diri dengan mengikuti pendidikan yang lebih tinggi.
b. Kondisi sosial budaya
Pendidikan
merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Pendidikan yang diterima dari lingkungan keluarga (informal), diserap dari
masyarakat (nonformal), maupun yang diperoleh dari sekolah (formal) akan
menyatu dalam diri peserta didik, menjadi satu kesatuan yang utuh, saling
mengisi dan diharapkan dapat saling memperkaya secara positif.
Peserta didik SMK
berasal dari anggota berbagai lingkungan msyarakat yang memiliki budaya, tata
nilai, dan kondisi sosial yang berbeda. Pendidikan kejuruan mempertimbangkan
kondisi sosial, maka segala upaya yang dilakukan harus selalu berpegang teguh
pada keharmonisan hubungan antar sesama individu dalam masyarakat luas yang
dilandasi dengan akhlak dan budi pekerti yang luhur, serta keharmonisan antar
sistem pendidikan dengan sosial budaya.
B. Kurikulum SMK Program
Keahlian Tata Busana
1. Tujuan program keahlian Tata Busana
Tujuan program keahlian
Tata Busana secara umum mengacu pada isi Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai tujuan pendidikan nasional dan penjelasan
pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
tertentu. Secara spesifik tujuan program keahlian Tata Busana adalah membekali
peserta didik dengan keterampilan, pengetahuan, dan sikap agar kompeten dalam :
a. Mengukur, membuat pola, menjahit dan menyelesaikan busana
b. Memilih bahan tekstil dan bahan pembantu secara tepat
c. Menggambar macam-macam busana sesuai kesempatan
d. Menghias busana sesuai desain
e. Mengelola usaha di bidang busana
(Disarikan dari Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana, 2004).
2. Isi Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Di dalam penyusunan kurikulum atau substansi
pembelajaran SMK program kehalian Tata Busana; mata pelajaran dibagi ke dalam
tiga kelompok, yaitu : kelompok normatif, adaptif dan produktif.
Kelompok normatif adalah mata pelajaran yang berfungsi
membentuk peesrta didik menjadi pribadi yang utuh, pribadi yang memiliki
norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial (anggota
masyarakat), sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga
nagara dunia. Dalam kelompok normatif, mata pelajaran dialokasikan secara
tetap meliputi :
1)
Pendidikan Agama
2)
Pendidikan Kewarganegaraan
3)
Bahasa Indonesia
4)
Pendidikan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan
5)
Seni Budaya.
Kelompok adaptif adalah mata pelajaran yang berfungsi
membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang
luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang
terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kelompok
adaptif terdiri atas mata pelajaran :
1) Bahasa Inggris
2)
Matematika
3)
IPA
4)
IPS
5)
Keterampilan Komputer dan
Pengelolaan Informasi
6)
Kewirausahaan.
Kelompok produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi
membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar
Kompetensi Nasional (SKN). Kelompok produktif program keahlian Tata Busana
terdiri dari kompetensi :
1) Memberikan pelayanan prima
2) Melakukan pekerjaan dalam lingkungan sosial
3) Mengikuti prosedur K3
4) Mengukut tubuh
5) Menggambar busana
6) Memilih/membeli bahan baku
busana
7) Membuat pola busana teknik konstruksi
8) Melakukan pengepresan
9) Menjahit dengan mesin
10) Menyelesaikan busana dengan jahitan tangan
11) Membuat hiasan busana
12) Melakukan penyelesaian akhir busana
13) Memelihara alat jahit
14) Memotong bahan
15) Membuat pola busana konstruksi di atas kain
16) Membuat pola busana teknik kombinasi
17) Membuat pola dasar teknik drapping
Dari kompetensi di
atas, sebagai mata diklat pada kelompok produktif (Kurikulum SMK Program
Keahlian Tata Busana, 2004), kemudian dirinci menjadi sub-sub kompetensi
sebagai berikut:
3. Strategi pembelajaran
Strategi
pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum
dalam upaya pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Keberhasilan aktivitas
belajar peserta didik banyak dipengaruhi oleh strategi mengajar yang digunakan
oleh guru.
Pendekatan
pembelajaran yang diterapkan di SMK adalah pembelajaran berbasis kompetensi.
Pendekatan pembelajaran ini harus menganut pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai
sikap (attitude), ilmu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai
profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara
tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran sebagai berikut :
a. Learning by
doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata, yang memberikan pengalaman
belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi
b. Individualized
learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu)
dilaksanakan dengan sistem modular.
4. Evaluasi
Komponen evaluasi
ini ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dan menilai
proses implementasi kurikulum secara keseluruhan termasuk juga menilai kegiatan
evaluasi itu sendiri. Hasil dari evaluasi ini dapat dijadikan umpan balik untuk
mengadakan perbaikan dan penyempurnaan pengembangan komponen-komponen
kurikulum. Pada akhirnya evaluasi ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi
penentuan kebijakan pengambilan keputusan kurikulum khususnya dan pendidikan
umumnya, baik bagi para pengembang kurikulum, para pemegang kebijakan pedidikan
maupun bagi para pelaksana kurikulum pada tingkat lembaga pendidikan atau
sekolah.
Evaluasi hasil
belajar peserta didik di SMK pada dasarnya merupakan bagian integral dari
proses pembelajaran, yang diarahkan untuk menilai kinerja peserta didik
(memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar) secara
berkesinambungan. Pelaksanaan penilaian dapat dilakukan secara langsung pada
saat peserta didik melakukan aktivitas belajar, maupun secara tidak langsung
melalui bukti hasil belajar sesuai dengan kriteria kinerja (performance criteria). Oleh karena itu
sistem penilaian untuk program produktif menitikberatkan pada penilaian hasil
belajar berbasis kompetensi (competency
based assessment).
C. Model Konsep Kurikulum
SMK Program Keahlian Tata Busana
Model konsep
kurikulum yang dapat dijadikan dasar di dalam pengembangan kurikulum terdiri
dari empat model. Sesuai dengan yang dikemukakan Syaodih (2001), yaitu : Model
konsep kurikulum dari teori pendidikan klasik disebut kurikulum subjek
akademis, pendidikan pribadi disebut kurikulum humanistik, teknologi pendidikan
disebut kurikulum teknologis dan pendidikan interaksionis disebut kurikulum
rekonstruksi sosial.
Kurikulum subjek
akademis bersumber dari pendidikan klasik (perenialisme dan esensialisme) yang
berorientasi pada masa lalu. Kurikulum ini lebih mengutamakan isi pendidikan,
sehingga belajar menekankan untuk berusaha menguasai ilmu sebanyak-banyaknya.
Dalam model konsep kurikulum ini, pendidikan berfungsi untuk memelihara dan
mewariskan hasil-hasil budaya masa lalu. Dalam perkembangan kurikulum Subjek
Akademis terdapat tiga pendekatan, yaitu : Pendekatan pertama, melanjutkan
pendekatan struktur pengetahuan. Pendekatan kedua, adalah studi yang bersifat
integratif. Pendekatan ketiga, adalah pendekatan yang dilaksanakan pada
sekolah-sekolah fundamentalis.
Kurikulum
humanistik dikembangkan oleh para ahli pendidikan humanistik, berdasarkan
konsep aliran pendidikan pribadi (personalized
education) oleh Dewey (Progressive
Education) dan oleh Rousseau (Romantic
Education). Para ahli pendidikan
humanistik bertolak dari asumsi bahwa anak atau siswa adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih memberikan tempat utama
kepada siswa. Siswa dipandang sebagai subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
Kurikulum
rekonstruksi sosial lebih memusatkan perhatian pada problema-problema yang
dihadapinya dalam masyarakat, karena tujuan utama dari kurikulum rekonstruksi
sosial adalah menghadapkan para siswa pada tantangan, ancaman,
hambatan-hambatan atau gangguan yang dihadapi manusia.
Kurikulum
teknologis ada persamaannya dengan aliran pendidikan klasik, yaitu menekankan
isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemeliharaan dan pengawetan ilmu
tetapi pada penguasaan kompetensi. Suatu
kompetensi yang besar diuraikan menjadi kompetensi yang lebih sempit atau
khusus dan akhirnya menjadi perilaku-perilaku yang dapat diamati dan diukur.
Dari penjelasan
keempat model konsep kurikulum di atas, maka dapat dikategorikan bahwa
kurikulum pendidikan kejuruan diantaranya Kurikulum SMK program keahlian Tata
Busana menganut model konsep kurikulum teknologis. Karena apabila dikaji dari
tujuan, isi kurikulum, strategi pembelajaran dan evaluasi yang dilaksanakan di
SMK program keahlian Tata Busana sejalan dengan ciri-ciri kurikulum yang
dikembangkan dari konsep teknologi pendidikan (Syaodih, 2001), sebagai berikut
:
1. Tujuan diarahkan pada penguasaan
kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk perilaku. Tujuan yang bersifat umum
yaitu kompetensi dirinci menjadi tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif (tujuan
instruksional). Objektif ini menggambarkan perilaku, perbuatan atau
kecakapan-keterampilan yang dapat diamati atau diukur.
2. Metode yang merupakan kegiatan
pembelajaran sering dipandang sebagai proses mereaksi terhadap
perangsang-perangsang yang diberikan dan apabila terjadi respon yang
diharapkan, maka respons tersebut diperkuat.
3. Bahan ajar atau kurikulum banyak
diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa sehingga
mendukung penguasaan sesuatu kompetensi. Bahan ajar atau kompetensi yang
luas/besar dirinci menjadi bagian-bagian atau sub kompetensi yang lebih kecil,
yang menggambarkan objektif. Urutan dari objektif ini pada dasarnya menjadi
inti organisasi bahan
4. Kegiatan evaluasi dilakukan pada
setiap saat, pada akhir suatu pelajaran, suatu unit ataupun semester. Fungsi
evaluasi ini bermacam-macam, sebagai umpan balik bagi siswa dalam penyempurnaan
penguasaan suatu satuan pelajaran (evaluasi formatif), umpan balik bagi siswa
pada akhir suatu program atau semester (evaluasi sumatif). Juga dapat menjadi
umpan balik bagi guru dan pengembang kurikulum untuk penyempurnaan kurikulum.
D. Model Pengembangan
Kurikulum SMK Program Keahlian Tata Busana
Kurikulum termasuk
di dalamnya rancangan program pembelajaran/diklat untuk dapat diimplementasikan
di lapangan, perlu dirancang selaras dengan kondisi dan kebutuhan lingkungan
khususnya dunia kerja (dunia usaha dan industri). Proses penyelarasan kurikulum
sebenarnya merupakan tahapan penentuan model pengembangan kurikulum yang harus
sesuai dengan kebutuhan dan tututan IPTEKS.
Kurikulum yang
dberlakukan pada SMK program keahlian Tata Busana saat ini adalah kurikulum
tahun 2006 untuk kelompok normatif dan adaptif, sedangkan khusus untuk kelompok
produktif masih menggunakan kurikulum tahun 2004 yang dikembangkan oleh sekolah
(desentralisasi) dengan mengacu pada Standar Kompetensi Nasional Bidang
Keahlian Tata Busana. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model
pengembangan kurikulum SMK adalah grass
roots model, karena dalam penyelarasan KTSP SMK diterapkan kolaborasi
dengan dunia usaha/industri dan komite sekolah khususnya dalam menyepakati
rumusan-rumusan kurikulum yang siap diimplementasikan.
Dalam model
pengembangan kurikulum yang bersifat grass
roots; seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah
mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini
dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang
studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila
kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru,
fasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass roots akan lebih baik. Kondisi ini
didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan
penyempurna dari pengajaran di kelas.
Strategi penerapan
model grass roots perlu
dipertimbangkan khususnya dalam pengembangan kurikulum program produktif di
SMK, karena panduan pengembangan KTSP yang dirumuskan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) untuk kurikulum SMK baru memuat pengembangan kelompok
normatif dan adaptif. Sedangkan untuk program produktif diserahkan kepada
satuan pendidikan, yang harus disesuaikan dengan karakteristik program keahlian
dan potensi dunia usaha.industri yang menjadi institusi pasangan di lapangan
dalam kegiatan pembelajaran di dunia kerja (pelatihan berbasis industri).
Mulyasa (2006) mengungkapkan bahwa KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan
pendidikan, terutama berkaitan dengan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Sekolah lebih mengetahui
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya
2. Sekolah lebih mengetahui
kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan
didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena
pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya
4. Keterlibatan semua warga sekolah
dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh
masyarakat setempat
5. Sekolah dapat bertanggung jawab
tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta
didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal
mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
6. Sekolah dapat melakukan
persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu
pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta
didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat
7. Sekolah dapat secara cepat merespon
aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta
mengakomodasinya dalam KTSP.
E. Model dan Pendekatan
Pembelajaran Keahlian Tata Busana di SMK
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran
yang dapat dikembangkan di SMK dapat dipilih dari rumpun yang berhubungan
dengan perilaku (behavioral), karena
di SMK pada intinya mendasarkan pada teori pembelajaran behaviorism. Teori ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang
tampak sebagai hasil belajar, yang menjadi prinsip dalam pembelajaran keahlian
Tata Busana di SMK. Model mengajar dari rumpun sistem tingkah laku (the behavioral systems family of models,
Joyce : 2000) yang dapat diterapkan di SMK diantaranya adalah belajar tuntas.
Belajar tuntas
merupakan suatu kerangka dalam merencanakan pembelajaran yang berurutan,
dirumuskan oleh John B. Carroll (1971) dan Benyamin Bloom (1971). Belajar
tuntas disajikan secara ringkas dan menarik untuk meningkatkan pencapaian hasil
belajar (kinerja) peserta didik. Secara tradisional, kecerdasan dianggap
sebagai karakter yang berhubungan dengan hasil belajar peserta didik. Carroll
memandang kecerdasan sebagai sejumlah waktu yang digunakan seseorang untuk
belajar dibanding kapasitasnya untuk menguasai bahan ajar. Dalam pandangan
Carroll, peserta didik yang mempunyai penguasaan bahan ajar dibanding dengan
peserta didik yang mempunyai kecerdasan lebih tinggi.
Bloom mengubah
pandangan Carroll ke dalam sebuah sistem dengan mengikuti karakteristik :
a. Penguasaan didefinisikan dalam
istilah pencapaian tujuan utama dalam pembelajaran
b. Materi ajar dibagi dalam unit
terkecil yang akan dipelajari
c. Penentuan materi ajar dan
pemilihan startegi pembelajaran
d. Setiap unit disertai dengan tes
diagnostik untuk mengukur kemajuan peserta didik (evaluasi formatif) dan
menentukan masalah yang dihadapi masing-masing peserta didik.
e. Hasil tes digunakan untuk
memberikan pengajaran pengayaan dan remedial
Belajar tuntas
menurut pembelajaran individual, peserta didik bekerja bebas dengan bahan ajar
yang diberikan setiap hari (setiap beberapa hari), tergantung pada kemampuan
dan gaya
belajarnya. Model belajar tuntas yang dapat diterapkan pada pembelajaran di SMK
adalah Individually Prescribed
Instructional Program (IPI). Tujuan dari IPI adalah :
1) Memungkinkan setiap peserta didik
untuk mempelajari unit bahan ajar yang berurutan
2) Menjadikan setiap peserta didik
mencapai derajat penguasaan
3) Mengembangkan inisiatif sendiri
dalam belajar
4) Mengembangkan proses problem solving
5) Mendorong evaluasi diri dan
motivasi untuk belajar
Belajar tuntas dapat
diterapkan pada pembelajaran di SMK, karena merupakan strategi pembelajaran
terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran kepada peserta
diantara peserta didik. Belajar tuntas dirancang mampu mengatasi
kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pembelajaran klasikal, antara lain
hanya peserta didik yang pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran,
sedangkan peserta didik yang kurang pandai hanya mencapai sebagian dari tujuan
instruksional. Belajar tuntas juga dirancang untuk memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menguasai pelajaran dan kompetensi yang dipelajarinya
sesuai dengan standar, melalui langkah-langkah pembelajaran secara bertahap,
utuh, dan tuntas; sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna (meaningful learning).
Organisasi
pembelajaran tuntas dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a) Ditetapkan batas minimal tingkat
kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik
b) Menggunakan pendekatan penilaian
acuan patokan (PAP) untuk menilai keberhasilan belajar peserta didik mencapai
standar minimal
c) Peserta didik tidak diperkenankan
pindah topik atau pekerjaan berikutnya, apabila topik atau pekerjaan yang
sedang dipelajarinya belum dikuasai sampai standar minimal
d) Memberikan kemampuan yang utuh,
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap
e) Memberikan kesempatan kepada
setiap peserta didik untuk mencapai standar minimal, sesuai dengan irama dan
kemampuan belajarnya masing-masing
f) Disediakan program remedial bagi
peserta didik yang lambat, dan program pengayaan bagi peserta didik yang lebih
cepat menguasai kompetensi
Penerapan model
belajar tuntas pada keahlian Tata Busana di SMK; diperlukan kemampuan dan
kreativitas guru di dalam mengkemas kegiatan pembelajaran, baik di sekolah maupun
di luar sekolah (industri) sesuai dengan tuntutan standar dunia kerja.
2. Pendekatan pembelajaran
Dalam upaya penerapan model belajar tuntas pada
pembelajaran keahlian Tata Busana di SMK, dapat digunakan berbagai pendekatan
sebagai berikut :
a. Pelatihan Berbasis
Kompetensi (Competency Based Training)
Pelatihan berbasis
kompetensi merupakan proses pengajaran yang perencanaan, pelaksanaan dan
penilaiannya mengacu kepada penguasaan kompetensi peserta didik. Tujuan dari
pendekatan ini adalah agar kegiatan yang dilakukan dalam proses pengajaran
benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk mencapai penguasaan
kompetensi yang telah diprogramkan bersama antara sekolah dengan dunia usaha
dan dunia industri.
Dengan pendekatan
pelatihan berbasis kompetensi ini, pembelajaran pada intinya berisi seperangkat
kompetensi yang perlu dimiliki peserta didik melalui proses kegiatan
pembelajaran yang memiliki ciri sebagai berikut :
1) Kegiatan pembelajaran adalah penguasaan kompetensi oleh peserta
didik
2) Proses pembelajaran harus
memiliki kesepadanan dengan kondisi dimana kompetensi tersebut akan digunakan
3) Aktivitas pembelajaran bersifat
perseorangan (individualized instruction),
antara satu peserta didik dengan peserta didik lainnya tidak ada ketergantungan
4) Harus tersedia program pengayaan
(enrichment) bagi peserta didik yang
lebih cepat dan program perbaikan (remedial)
bagi peserta didik yang lebih lamban
Strategi
pembelajaran ini menekankan penguasaan kompetensi sesuai standar yang
ditentukan, melalui kegiatan pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan
secara terstruktur serta berfokus pada peserta didik (learner focused) melalui penyelesaian tugas/kompetensi (task focused) secara bertahap. Oleh
karena itu, dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan pendekatan pelatihan
berbasis kompetensi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Kurikulum harus dikembangkan
mengacu kepada standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri/asosiasi
profesi, dan memuat isi yang menunjang pencapaian kompetensi
b) Modul/bahan ajar harus
dikembangkan berdasarkan kurikulum dan standar kompetensi, serta mampu
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengikuti program sesuai
dengan tingkat kecepatan yang dimilikinya
c) Guru atau instruktur harus
memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya
d) Peserta didik, telah memiliki
pengetahuan dasar yang memadai
e) Kegiatan diklat diorganisasi
secara tepat agar dapat dilaksanakan secara fleksibel dan memberikan perlakuan
secara adil kepada peserta didik sesuai dengan potensi yang dimilikinya
f) Fasilitas harus memadai untuk
seluruh peserta didik, baik dari sisi jenis, jumlah dan kualitas
g) Manajemen institusi perlu
dikembangkan sesuai dengan semangat pembaharuan
h) Biaya operasional diklat, memadai
sesuai kebutuhan operasional dalam pencapaian kompetensi peserta didik
b. Pelatihan Berbasis
Produksi (Production Based Training)
Pelatihan berbasis
produksi adalah proses pembelajaran keahlian atau keterampilan dirancang
berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang atau
jasa sesuai dengan tuntutan pasar atau konsumen.
Tujuan dari
pelatihan berbasis produksi adalah :
1) Membekali peserta dengan
kompetensi yang sepadan dengan tuntutan dunia kerja, sekaligus menghasilkan
produk/jasa yang laku dijual.
2) Menanamkan pengalaman produktif
dan mengembangkan sikap wirausaha, melalui pengalaman langsung memproduksi
barang atau jasa yang berorientasi pasar (konsumen)
Pelaksanaan
pelatihan berbasis produksi di SMK antara lain :
a) Pelatihan berbasis produksi
dilaksanakan bekerja sama dengan unit produksi atau institusi pasangan
b) Setiap peserta kelompok, dapat
dibagi tugas sesuai dengan jenis pekerjaan dan tingkat kompetensi
masing-masing, tetapi tetap dalam prosedur dan standar kerja yang menjamin
ketepatan waktu dan mutu hasil pekerjaan yang dituntut oleh konsumen. Jadi
setiap peserta/kelompok peserta tidak harus mengerjakan suatu produk/jasa
secara keseluruhan
c) Keberhasilan pelatihan berbasis
produksi harus didukung oleh : Fasilitas yang siap pakai, Guru/instruktur yang
memiliki profesionalisme tinggi, Kesiapan bekerja yang tidak semata-mata
bergantung kepada jam kerja sekolah, Sikap menghargai kepada kualitas, dan Sikap
komitmen kepada kualitas.
d) Hasil pembelajaran merupakan
produk jadi yang layak jual atau bagian-bagian produk (komponen) yang dapat
dirakit menjadi produk yang layak jual
Dengan kriteria
pembelajaran tersebut di atas, pada dasarnya desain yang lebih memungkinkan
adalah mengintegrasikan pelaksanaan pelatihan berbasis produksi dengan
penyelenggaraan unit produksi sekolah. Kondisi ini sejalan dengan tujuan
penyelenggaraan unit produksi, yaitu :
(1) Memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengerjakan praktik yang berorientasi pasar
(2) Mendorong peserta didik dan guru
dalam pengembangan wawasan ekonomi dan kewirausahaan
(3) Memperoleh tambahan dana untuk
membantu mengatasi kekurangan biaya operasional sekolah, terutama digunakan
untuk perawatan dan perbaikan fasilitas
(4) Meningkatkan pendayagunaan
sumber daya pendidikan yang ada di sekolah
(5) Meningkatkan kreativitas peserta
didik dan guru
(6) Dapat mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan peserta didik, terutama menyangkut keterampilan yang
diperlukan untuk mengerjakan pesanan masyarakat, sehingga diharapkan dapat
lebih cepat menyesuaikan diri terhadap dunia kerja.
c. Pelatihan berbasis industri (Pembelajaran di dunia kerja)
Pembelajaran di
dunia kerja adalah suatu strategi dimana setiap peserta mengalami proses
belajar melalui bekerja langsung (learning
by doing) pada pekerjaan yang sesungguhnya. Pelaksanaannya dinamakan
Pendidikan Sistem Ganda (PSG)/Praktek Industri sesuai dengan bidang keahlian
yang dikembangkan. PSG adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan keahlian kejuruan yang memadukan secara sistematik dan sinkron
program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh
melalui bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat
keahlian profesional tertentu.
Dalam pelaksanaan
PSG, kedua belah pihak secara sungguh-sungguh terlibat dan bertanggung jawab
mulai dari tahap peencanaan program, tahap penyelenggaraan, sampai pada tahap
penilaian dan penentuan kelulusan peserta didik, serta upaya pemasaran
tamatannya. Mengingat iklim kerja yang ada di sekolah berbeda dengan yang
terjadi di dunia kerja, maka sekolah harus benar-benar menyiapkan peserta
sesuai dengan karakteristik dan tuntutan dunia kerja tempat berlatih. Bukan
hanya menyangkut dasar-dasar kompetensi, tetapi juga menyangkut kesiapan fisik,
mental, wawasan dan orientasi kerja yang benar.
Pemahaman peraturan
ketenagakerjaan secara umum dan tertib (disiplin) pekerja di tempat mereka akan
bekerja dan orientasi tempat bekerja, termasuk pengenalan keselamatan kerja dan
proses produksi, melalui pendekatan pelatihan berbasis industri ini peserta
diharapkan :
1) Mampu menyesuaikan diri dengan lingkkungan dunia kerja yang
sesungguhnya
2) Memiliki tingkat kompetensi
terstandar sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja
3) Menjadi tenaga kerja yang
berwawasan mutu ekonomi, bisnis, kewirausahaan dan produktif
Pelatihan berbasis
industri pada dasarnya memiliki nilai kebermaknaan lebih tinggi, terutama dalam
memberikan pengalaman secara langsung kepada peserta didik. Pelatihan berbasis
industri ini dapat memberikan pengalaman belajar dan bekerja bagi peserta didik
sesuai dengan dunia nyata pada dunia kerja sesuai dengan keahlian yang
dimiliki, sehingga lulusan pendidikan kejuruan mampu bersaing untuk bekerja
pada dunia usaha atau industri sesuai dengan bidang keahlian yang dikuasainya.
1 komentar:
Pengembangan Kurikulum SMK Program Keahlian tata busana saat ini dan masa mendatang perlu di tambahkan pada keahlian baru di fashion atau model...karena dunia model tidak lepas dari style tata busana...tidak hanya ketrampilan menjahit atau membuat baju saja
Posting Komentar