A. Karakteristik Pendidikan
Kejuruan
Pendidikan kejuruan
memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan
tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan
pendidikan dan lulusannya.
1. Tujuan pendidikan kejuruan
Pendidikan kejuruan
bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Dari tujuan
pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di
samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional juga mempersiapkan peserta
didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai
dengan program kejuruan atau bidang keahlian.
Berdasarkan pada tujuan
pendidikan kejuruan di atas, maka untuk memahami filosofi pendidikan kejuruan
perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut
:
a. Asumsi tentang anak
didik
Pendidikan kejuruan
harus memandang anak didik sebagai individu yang selalu dalam proses untuk
mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini
menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi
lebih dewasa, menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang, yang menyangkut
proses perubahan akibat pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau
pekerjaan akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan
merupakan upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar untuk membantu
mereka dalam mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu, keunikan tiap
individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar
merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik
secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum
yang berorientasi pada dunia kerja.
b. Konteks sosial
pendidikan kejuruan
Tujuan dan isi
pendidikan kejuruan senantiasa dibentuk oleh kebutuhan masyarakat yang berubah
begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut serta menentukan
tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang kejuruannya tersebut.
Pendidikan kejuruan
berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, melalui dua
institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur pekerjaan
dengan organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang berkaitan
dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang kedua,
berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya sekaligus
sebagai media terjadinya perubahan sosial.
c. Dimensi ekonomi
pendidikan kejuruan
Hubungan dimensi
ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara konseptual dapat dijelaskan dari
kerangka investasi dan nilai balikan (value
of return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan
kejuruan, baik swasta maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki
konsekuensi investasi lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu,
hasil pendidikan kejuruan seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih cepat dibandingkan
dengan pendidikan umum. Kondisi tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi
pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik
menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan karir peserta didik.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta
didik menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran
yang berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam
kerangka ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya
memiliki nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.
d. Konteks Ketenagakerjaan
Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan
harus lebih memfokuskan usahanya pada komponen pendidikan dan pelatihan yang
mampu mengembangkan potensi manusia secara optimal. Meskipun pada dasarnya
hubungan antara pendidikan kejuruan dan kebijakan ketenagakerjaan adalah
hubungan yang didasari oleh kepentingan ekonomis, tetapi harus selalu diingat
bahwa hubungan penyelenggraan pendidikan kejuruan tidak semata-mata ditentukan
oleh kepentingan ekonomi.
Dalam konteks ini
diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih kepentingan ekonomi, tidak
seharusnya hanya mendidik anak didik dengan seperangkat skill atau kemampuan
spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena keadaan ini tidak memperhatikan
anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan kemampuan spesifik secara
terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti memberikan bekal yang
sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.
2. Peserta didik
Peserta didik pada
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) lebih dikhususkan bagi anak yang berkeinginan
memiliki kemampuan vokatif. Harapan mereka setelah lulus dapat langsung bekerja
atau melanjutkan ke perguruan tinggi dengan mengambil bidang profesional atau
bidang akademik. Usia peserta didik secara umum pada rentang 15/16 – 18/19
tahun, atau peserta didik berada pada masa remaja.
Masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa anak dengan dewasa. Pada masa ini biasanya
terjadi gejolak atau kemelut yang berkenaan dengan segi afektif, sosial,
intelektual dan moral. Kondisi ini terjadi karena adanya perubahan-perubahan
baik fisik maupun psikis yang sangat cepat yang mengganggu kestabilan
kepribadian anak. Oleh karena itu, di dalam merancang pembelajaran bagi anak
yang berusia remaja ini seyogianya memperhatikan tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikan para remaja. Beberapa tugas perkembangan remaja yang
disarikan dari Sukmadinata (2001), yaitu :
a. Mampu menjalin hubungan yang
lebih matang dengan sebaya dan jenis kelamin lain. Belajar bekerja dengan orang
lain untuk mencapai tujuan tertentu, bisa melepaskan perasaan pribadi dan mampu
memimpin tanpa mendominasi.
b. Mampu melakukan peran-peran sosial
sebagai laki-laki dan wanita. Mampu menghargai, menerima dan melakukan
peran-peran sosial sebagai laki-laki dan wanita dewasa.
c. Menerima kondisi jasmaninya dan
dapat menggunakannya secara efektif. Remaja dituntut untuk menyenangi dan
menerima dengan wajar kondisi badannya, dapat menghargai atau menghormati
kondisi badan orang lain, dapat memelihara dan menjaga kondisi badannya.
d. Memiliki keberdirisendirian
emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Remaja diharapkan telah
lepas dari ketergantungan sebagai kanak-kanak dari orang tuanya, dapat
menyayangi orang tua, menghargai orang tua atau orang dewasa lainnya tanpa
tergantung pada mereka.
e. Memiliki perasaan mampu berdiri
sendiri dalam bidang ekonomi. Terutama pada anak laki-laki, kemudian berangsur-angsur
pula tumbuh pada anak wanita, perasaan mampu untuk mencari nafkah sendiri.
f. Mampu memilih dan mempersiapkan
diri untuk suatu pekerjaan. Anak telah mampu membuat perencanaan karir, memilih
pekerjaan yang cocok dan mampu ia kerjakan, membuat persiapan-persiapan yang
sesuai.
g. Belajar mempersiapkan diri untuk
perkawinan dan hidup berkeluarga. Memiliki sikap yang positif terhadap hidup
berkeluarga dan punya anak.
h. Mengembangkan konsep-konsep dan
keterampilan intelektual untuk hidup bermasyarakat. Mengembangkan konsep-konsep
tentang hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, institusi sosial yang cocok bagi
kehidupan modern, mengembangkan keterampilan berpikir dan berbahasa untuk dapat
memecahkan problema-problema masyarakat modern.
i. Memiliki perilaku sosial seperti
yang diharapkan masyarakat. Dapat berpartisipasi dengan rasa tanggung jawab
bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
j. Memiliki seperangkat nilai yang
menjadi pedoman bagi perbuatannya. Telah memiliki seperangkat nilai yang bisa
diterapkan dalam kehidupan, ada kemauan dan usaha untuk merealisasikannya.
3. Substansi pendidikan
kejuruan
Substansi dari
pendidikan kejuruan harus menampilkan karakteristik pendidikan kejuruan yang
tercermin dalam aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
a. Orientasi (Orientation)
Kurikulum
pendidikan kejuruan telah berorientasi pada proses dan hasil atau lulusan.
Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur dengan
keberhasilan pendidikan peserta didik di sekolah saja, tetapi juga dengan hasil
prestasi kerja dalam dunia kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12) mengemukakan
bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap proses (pengalaman
dan aktivitas dalam lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh pengalaman dan
aktivitas tersebut pada peserta didik).
b. Dasar
kebenaran/Justifikasi (Justification)
Pengembangan
program pendidikan kejuruan perlu adanya alasan atau justifikasi yang jelas.
Justifikasi untuk program pendidikan kejuruan adalah adanya kebutuhan nyata
tenaga kerja di lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri. Dasar
kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984 :
12), meluas hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum
berorientasi pada peserta didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal
dari peluang kerja yang tersedia bagi para lulusan.
c. Fokus (Focus)
Fokus kurikulum
dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada pengembangan pengetahuan mengenai
suatu bidang tertentu, tetapi harus secara simultan mempersiapkan peserta didik
yang produktif. Finch dan Crunkilton (1984 : 13) mengemukakan bahwa : Kurikulum
pendidikan kejuruan berhubungan langsung dengan membantu siswa untuk
mengembangkan suatu tingkat pengetahuan, keahlian, sikap dan nilai yang luas.
Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam beberapa kemampuan kerja
lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan mengupayakan di dalam
mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian meniru, sikap dan nilai serta
penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya bagi lingkkungan kerja yang
sebenarnya.
Seluruh kemampuan
tersebut di atas, dapat dikuasai oleh peserta didik melalui pengalaman belajar
yang diberikan, yaitu berupa rangsangan yang diaplikasikan baik pada situasi
kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mengajar di sekolah maupun situasi
kerja yang sebenarnya pada dunia usaha atau industri (pembelajaran di dunia
kerja). Dari hasil belajar atau kemampuan yang telah dikuasai diharapkan dapat
memberikan kontribusi pada pengembangan diri peserta didik, sehingga mereka
mampu bekerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
d. Standar keberhasilan di sekolah (In-school success standards)
Kriteria untuk
menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan diukur dari keberhasilan
peserta didik di sekolah, mengenai beberapa aspek yang akan dia masuki.
Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah harus pada penilaian
sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain bahwa
dalam standar keberhasilan sekolah harus berhubungan erat dengan keberhasilan
yang diharapkan dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh guru
dengan mengacu pada standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh
dunia kerja (dunia usaha dan dunia industri).
e. Standar keberhasilan di
luar sekolah (Out-of school success standards)
Penentu
keberhasilan tidak terbatas pada apa yang terjadi di lingkungan sekolah.
Standar keberhasilan di luar sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau kemampuan
kerja yang biasanya dilakukan oleh dunia usaha atau dunia industri. Menurut
Starr (1975), bahwa : Walaupun standar keberhasilan beragam antar sekolah dan
antar Negara, tetapi keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan
pegawai dengan keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang
mendapatkan pekerjaan di bidang persiapan atau dalam bidang yang berhubungan,
kepuasan kerja lulusan, kemajuan yang dialami lulusan.
Sebagai contoh,
untuk menentukan keberhasilan di luar sekolah yang sudah dilakukan pada SMK
adalah dengan dilaksanakannya uji level untuk kelas X dan XI, serta uji
kompetensi untuk kelas XII yang dilakukan oleh dunia usaha atau industri
berdasarkan standar kompetensi nasional sesuai bidang keahlian.
Standar kelulusan
di luar sekolah (out-of school success
standards) dilakukan oleh dunia usaha dan industri yang mengacu pada
standar kompetensi sesuai bidang keahlian atau produk yang dihasilkan oleh
masing-masing industri.
f. Hubungan kerja sama
dengan masyarakat (School-community relationships)
Suatu usaha
pendidikan harus berhubungan dengan masyarakat, demikian pula dengan pendidikan
kejuruan memiliki tanggung jawab di dalam mempertahankan hubungan yang kuat
dengan berbagai bidang keahlian yang berkembang di masyarakat.
Pengertian
msyarakat yang dimakasud adalah dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan
pendidikan kejuruan harus relevan dengan tuntutan kerja pada dunia usaha atau
industri, maka masalah hubungan antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha
atau industri merupakan suatu ciri karakteristik yang penting bagi pendidikan
kejuruan.
Perwujudan hubungan
timbal balik berupa kesediaan dunia usaha atau industri, menampung peserta
didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar di lapangan kerja atau
industri, merpakan bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.
g. Keterlibatan pemerintah pusat (Federal involvement)
Keterlibatan
pemerintah pusat ini berkaitan dengan dana pendidikan yang akan dialokasikan,
karena hal ini akan mempengaruhi kurikulum. Misalnya : Ketentuan jam pengajaran
kejuruan tertentu dan jenis perlengkapan tertentu yang digunakan di bengkel
atau laboratorium dapat membantu perkembangan suatu tingkat kualitas yang lebih
tinggi.
h. Kepekaan
(Responsivenenss)
Komitmen yang
tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan harus
mempunyai ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap perkembangan masyarakat
pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Perkembangan ilmu dan teknologi,
inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi dan jasa, besar pengaruhnya
terhadap perkembangan pendidikan kejuruan. Untuk itulah pendidikan kejuruan
harus bersifat responsif proaktif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi,
dengan upaya lebih menekankan kepada sifat adaptabilitas dan fleksibilitas
untuk menghadapi prospek karir peserta didik dalam jangka panjang.
i. Logistik
Kurikulum
pendidikan kejuruan dalam implementasi kegiatan pembelajaran perlu didukung
oleh fasilitas beajar yang memadai, karena untuk mewujudkan situasi belajar
yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif,
diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja
dan laboratorium adalah kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada
sebagai fasilitas bagi peserta didik di dalam mengembangkan kemampuan kerja
sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.
Kebutuhan untuk
koordinasi program kejuruan yang bekerja sama dengan industri di masyarakat,
berhubungan erat untuk menjalin dan mempertahankan pusat kerja bagi peserta
didik menunjukkan suatu susunan unit permasalahan logistik.
j. Pengeluaran (Expense)
Pengeluaran rutin
sebagai biaya pendidikan pada pendidikan kejuruan yang menunjang kegiatan
pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan penggantian
peralatan, biaya transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek kerja/magang)
yang jauh dari sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui secara
periodik juga guru berharap untuk memberikan pengalaman belajar yang sebenarnya
bagi peserta didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa menjadi
mahal. Yang terakhir yang juga harus menjadi perhatian adalah pembelian bahan
habis sebagai bahan praktikum yang digunakan secara rutin sesuai dengan program
keahlian yang dikembangkan pada SMK masing-masing.
Dari uraian
mengenai karakteristik pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan
Crunkilton (1984) di atas, dapat dijadikan acuan di dalam pengembangan
kurikulum pendidikan kejuruan di Indonesia . Kurikulum pendidikan
kejuruan yang dikembangkan di Indoneisa seyogianya mengacu pada karakteristik sebagai
berikut :
1) Pendidikan kejuruan diarahkan
untuk mempersiapkan peserta didik memasuki lapangan kerja
2) Pendidikan kejuruan didasarkan
atas kebutuhan dunia kerja
3) Fokus isi pendidikan kejuruan
ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
yang dibutuhkan oleh dunia kerja.
4) Penilaian yang sesungguhnya
terhadap kesuksesan peserta didik harus pada “hands-on” atau performance
dalam dunia kerja
5) Hubungan yang erat dengan dunia
kerja merupakan kunci keberhasilan pendidikan kejuruan
6) Pendidikan kejuruan yang baik
adalah responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi
7) Pendidikan kejuruan lebih
ditekankan pada “learning by doing”
8) Pendidikan kejuruan memerlukan
fasilitas yang mutakhir untuk praktek sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan
industri
B. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan
Perkembangan teknologi
menuntut adanya perkembangan pula pada pendidikan kejuruan, karena saat ini
tatanan kehidupan pada umumnya dan tatanan perekonomian pada khususnya sedang
mengalami pergeseran paradigma ke arah global. Pergeseran ini akan membuka
peluang kerja sama antar Negara semakin terbuka dan di sisi lain, persaingan
antar Negara semakin ketat. Untuk meningkatkan kemampuan persaingan dalam
perdagangan bebas, diperlukan serangkaian kekuatan daya saing yang tangguh,
antara lain kemampuan manajemen, teknologi dan sumber daya manusia. Sumber daya
manusia merupakan sumber daya aktif yang dapat menentukan kelangsungan hidup
dan kemenangan dalam persaingan suatu bangsa.
Pendidikan memiliki
peran yang sangat strategis dalam mewujudkan sumber daya manusia yang tangguh
untuk menghadapi persaingan bebas. Termasuk pendidikan kejuruan yang menyiapkan
peserta didik atau sumber daya manusia yang memiliki kemampuan kerja sebagai
tenaga kerja menengah sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan dunia industri.
Oleh karena itu sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan kejuruan, maka
perlu adanya pembaharuan pendidikan dan pelatihan kejuruan di SMK untuk masa
depan.
1. Tuntutan peserta didik
Pendidikan kejuruan
memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap bekerja, baik bekerja
secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan yang ada. SMK
sebagai salah satu institusi yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut mampu
menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia kerja. Tenaga kerja yang
dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai dengan
bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya saing yang tinggi. Atas
dasar itu, pengembangan kurikulum dalam rangka penyempurnaan pendidikan
menengah kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja.
Tuntutan peserta
didik dan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja perlu dijadikan
sumber pijakan di dalam merumuskan tujuan pendidikan kejuruan. Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan
dalam penjelasan Pasal 15 UU SISDIKNAS, merupakan pendidikan menengah yang
mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, yang
dirumuskan dalam tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut.
Tujuan Umum :
a. Meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi warga Negara yang berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab.
c. Mengembangkan potensi peserta
didik agar memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keanekaragaman
budaya bangsa Indonesia
d. Mengembangkan potensi peserta
didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif
turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber
daya alam dengan efektif dan efisien.
Tujuan Khusus :
a. Menyiapkan peserta didik agar
menjadi manusia produktif, maupun bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan
yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga tingkat kerja menengah,
sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.
b. Menyiapkan peserta didik agar
mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi di
lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian
yang diminatinya.
c. Membekali peserta didik dengan
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, agar mampu mengembangkan diri di kemudian
hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi
d. Membekali peserta didik dengan
kompetensi-kompetensi sesuai dengan program keahlian yang dipilih.
(Disarikan dari Kurikulum SMK Program
Keahlian Tata Busana, 2004).
2. Tuntutan
menjawab kebutuhan masyarakat
Ditinjau dari
perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran dan aksesibilitas duia
usaha/industri, sekurang-kurangnya tiga dimensi pokok yang menjadi tantangan
bagi SMK, baik dalam konteks regional maupun nasional, diantaranya :
a. Implementasi program pendidikan
dan pelatihan harus berfokus pada pendayagunaan potensi sumber daya lokal,
sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif dengan institusi pasangan
b. Pelaksanaan kurikulum harus
berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai dengan trend perkembangan
dan kemajuan teknologi agar kompetensi yang diperoleh peserta didik selama dan
sesudah mengikuti program diklat, memiliki daya adaptasi yang tinggi
c. Program pendidikan dan pelatihan
sepenuhnya harus berorientasi mastery
learning (belajar tuntas) dengan melibatkan peran aktif – partisipatif para
stakeholders pendidikan, termasuk
optimalisasi peran Pemerintah Daerah untuk merumuskan pemetaan kompetensi
ketenagakerjaan di daerahnya sebagai input bagi SMK dalam penyelenggaraan
diklat berkelanjutan.
Untuk mencari
solusi dari tantangan tersebut di atas, SMK sebagai salah satu lembaga
penyelenggara pendidikan dan pelatihan kejuruan harus mampu memberikan layanan
pendidikan terbaik kepada peserta didik walaupun kondisi fasilitasnya sangat
beragam. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan operasional terbesar
yang dilakukan oleh pemerintah dalam pendidikan kejuruan adalah pada sistem
SMK. Dengan fenomena ini, apakah SMK masih diperlukan ?
Pembukaan dan penutupan suatu SMK pada dasarnya sangat
tergantung pada tuntutan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia di wilayah
atau daerah setempat. Pembukaan institusi SMK baru sangat dimungkinkan jika
terdapat tuntutan kebutuhan sumber daya manusia yang terkait dengan peran dan
fungsi SMK. Sebagaimana yang dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara
teoritik pendidikan kejuruan sangat dipentingkan karena lebih dari 80 % tenaga
kerja di lapangan kerja adalah tenaga kerja tingkat menengah ke bawah dan
sisanya kurang dari 20 % bekerja pada lapisan atas. Oleh karena itu,
pengembangan pendidikan kejuruan jelas merupakan hal penting”.
Penutupan suatu institusi SMK hanya dimungkinkan jika
secara hukum tidak dapat dipertahankan atau karena adanya tuntutan masyarakat
yang sama sekali tidak dapat dipertahankan atau dihindari. Namun pada dasarnya,
tidak ada alasan untuk menutup SMK selama institusi tersebut masih dapat
menjalankan peran dan fungsi serta tidak bertentangan dengan hukum yang
berlaku.
Upaya untuk mempertahan SMK yang dapat menjawab tuntutan
kebutuhan masyarakat, dalam hal ini SMK harus mampu menjalankan peran dan
fungsinya dengan baik. Dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut, maka
pendidikan dan pelatihan di SMK perlu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan
kejuruan yang dikemukakan Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :
a. Pendidikan kejuruan akan efisien
jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika lingkungan dimana nanti
ia akan bekerja.
b. Pendidikan kejuruan yang efektif
hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat
dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
c. Pendidikan kejuruan akan efektif
jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang
diperlukan dalam pekerjaan itu sendri
d. Pendidikan kejuruan akan efektif
jika dia dapat memampukan setiap individu memodali minatnya, pengetahuannya dan
keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi
e. Pendidikan kejuruan yang efektif
untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat diberikan kepada
seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang dapat untung
darinya
f. Pendidikan kejuruan akan efektif
jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir
yang benar diulangkan sehingga pas seperti yang diperlukan dalam pekerjaan
nantinya
g. Pendidikan kejuruan akan efektif
jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan
keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan
h. Pada setiap jabatan ada kemampuan
minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar dia tetap dapat bekerja pada
jabatan tersebut
i. Pendidikan kejuruan harus
memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-tanda pasar kerja)
j. Proses pembinaan kebiasaan yang
efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan diberikan pada pekerjaan yang
nyata
k. Sumber yang dapat dipercaya untuk
mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tersebut
l. Setiap okupasi mempunyai
ciri-ciri isi (body of content) yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya
m. Pendidikan kejuruan akan
merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan kebutuhan seseorang
yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika dilakukan lewat
pengajaran kejuruan
n. Pendidikan kejuruan akan efisien
jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik
mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut
o. Administrasi pendidikan kejuruan
akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada kaku dan terstandar
p. Pendidikan kejuruan memerlukan
biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan kejuruan tidak boleh
dipaksakan beroperasi.
3. Tuntutan pengelolaan pendidikan kejuruan
Tuntutan
pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sesuai dengan kebijakan link and match, yaitu perubahan dari
pola lama yang cenderung berbentuk pendidikan demi pendidikan ke suatu yang
lebih terang, jelas dan konkrit menjadi pendidikan kejuruan sebagai program
pengembangan sumber daya manusia. Dimensi pembaharuan yang diturunkan dari
kebijakan link and match, yaitu :
a. Perubahan dari
pendekatan Supply Driven ke Demand Driven
Dengan deman driven ini mengharapkan dunia
usaha dan dunia industri atau dunia kerja lebih berperan di dalam menentukan,
mendorong dan menggerakkan pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yang
lebih berkepentingan dari sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya,
dunia kerja ikut berperan serta karena proses pendidikan itu sendiri lebih
dominan dalam menentukan kualitas tamatannya, serta dalam evaluasi hasil
pendidikan itupun dunia kerja ikut menentukan supaya hasil pendidikan kejuruan
itu terjamin dan terukur dengan ukuran dunia kerja.
Sebagai salah satu
bentuk penerapan prinsip demand driven,
maka dalam pengembangan kurikulum SMK harus melakukan sinkronisasi kurikulum
yng direalisasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan
melakukan sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK diupayakan
sedekat mungkin dengan kebutuhan dan kondisi dunia kerja/industri, serta
memiliki relevansi dan fleksibilitas tinggi dengan tuntutan lapangan. Melalui
sinkronisasi kurikulum ini, diharapkan sekolah dapat membaca keahlian dan performansi
apa yang dibutuhkan dunia usaha atau industri untuk dapat dimasuki oleh lulusan
SMK.
b. Perubahan
dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem berbasis
ganda (Dual Based Program)
Perubahan dari
pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda sesuai dengan
kebijakan link and match, mengharapkan
supaya program pendidikan kejuruan itu dilaksanakan di dua tempat. Sebagian
program pendidikan dilaksanakan di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar
kejuruan, dan sebagian lainnya dilaksanakan di dunia kerja, yaitu keterampilan
produktif yang diperoleh melalui prinsip learning
by doing. Pendidikan yang dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja
akan memberikan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak
mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu, wawasan
keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos kerja.
c. Perubahan
dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke model pengajaran
berbasis kompetensi
Perubahan ke model
pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud menuntun proses pengajaran secara
langsung berorientasi pada kompetensi atau satuan-satuan kemampuan. Pengajaran
berbasis kompetensi ini sekaligus memerlukan perubahan kemasan kurikulum
kejuruan ke dalam kemasan berbentuk paket-paket kompetensi.
d. Perubahan
dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke program dasar yang mendasar,
kuat dan luas (Broad Based)
Kebijakan link and match menuntut adanya
pembaharuan, mengarah kepada pembentukan dasar yang mendasar, kuat dan lebih
luas. Sistem baru yang berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan mutu dan
keunggulan menganut prinsip, bahwa : tidak mungkin membentuk sumberdaya manusia
yang berkualitas dan yang memiliki keunggulan, kalau tidak diawali dengan
pembentukan dasar yang kuat. Dalam rangka penguatan dasar ini, maka peserta
didik perlu diberi bekal dasar yang berfungsi untuk membentuk keunggulan,
sekaligus beradaptasi terhadap perkembangan IPTEK, dengan memperkuat penguasaan
matematika, IPA, Bahasa Inggris dan Komputer. Sistem baru ini harus memberi dasar
yang lebih luas tetapi kuat dan mendasar, yang memungkinkan seseorang tamatan
SMK memiliki kemampuan menyesuaikan diri terhadap kemungkinan perubahan
pekerjaan.
e. Perubahan
dari sistem pendidikan formal yang kaku, ke sistem yang luwes dan menganut
prinsip multy entry, multy exit
Dengan adanya
perubahan dari supply driven ke demand driven, dari schools based program ke dual
based program, dari model pengajaran mata pelajaran ke program berbasis
kompetensi; diperlukan adanya keluwesan yang memungkinkan pelaksanaan praktek
kerja industri dan pelaksanaan prinsip multy
entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan peserta didik SMK yang telah
memiliki sejumlah satuan kemampuan tertentu (karena program pengajarannya
berbasis kompetensi), mendapatkan kesempatan kerja di dunia kerja, maka peserta
didik tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan kalau peserta didik
tersebut ingin masuk sekolah kembali menyelesaikan program SMK nya, maka
sekolah harus membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai dan mengakui
keahlian yang diperoleh peserta didik yang bersangkutan dari pengalaman
kerjanya. Di samping itu, sistem program berbasis ganda juga memerlukan
pengaturan praktek kerja di industri sesuai dengan aturan kerja yang berlaku di
industri yang tidak sama dengan aturan kalender belajar di sekolah.
f. Perubahan
dari sistem yang tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh sebelumnya, ke
sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari mana dan dengan cara apapun
kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)
Sistem baru
pendidikan kejuruan harus mampu memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap
kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini akan memotivasi banyak
orang yang sudah memiliki kompetensi tertentu, misalnya dari pengalaman kerja,
berusaha mendapatkan pengakuan sebagai bekal untuk pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu menyiapkan diri sehingga memiliki instrument
dan kemampuan menguji kompetensi seseorang darimana dan dengan cara apapun
kompetensi itu didapatkan.
g. Perubahan
dari pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sistem baru yang
mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan kejuruan secara terpadu
Program baru
pendidikan yang mengemas pendidikannya dalam bentuk paket-paket kompetensi
kejuruan, akan memudahkan pengakuan dan penghargaan terhadap program pelatihan
kejuruan dan program pendidikan kejuruan. Sistem baru ini memerlukan
standarisasi kompetensi, dan kompetensi yang terstandar itu bisa dicapai
melalui program pendidikan, program pelatihan atau bahkan dengan pengalaman
kerja yang ditunjang dengan inisiatif belajar sendiri.
h. Perubahan dari sistem
terminal ke sistem berkelanjutan
Sistem baru tetap
mengharapkan dan mengutamakan tamatan SMK langsung bekerja, agar segera menjadi
tenaga produktif, dapat memberi return
atas investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yang
potensial, dan potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi setelah
bekerja. Terhadap mereka ini diberi peluang untuk melanjutkan pendidikannya ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi (misalnya program Diploma), melalui suatu
proses artikulasi yang mengakui dan menghargai kompetensi yang diperoleh dari
SMK dan dari pengalaman kerja sebelumnya.
Untuk mendapatkan
sistem artikulasi yang efisien diperlukan “program antara” (bridging program) guna memantapkan
kemampuan dasar tamatan SMK yang sudah berpengalaman kerja, supaya siap
melanjutkan ke program pendidikan yang lebih tinggi.
i. Perubahan
dari manajemen terpusat ke pola manajemen mandiri (prinsip desentralisasi)
Pola baru manajemen
mandiri dimaksudkan memberi peluang kepada propinsi dan bahkan sekolah untuk
menentukan kebijakan operasional, asal tetap mengacu kepada kebijakan nasional.
Kebijakan nasioanl dibatasi pada hal-hal yang bersifat strategis, supaya
memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan berimprovisasi dan melakukan
inovasi. Proses pendewasaan SMK perlu ditekankan, untuk menumbuhkan rasa
percaya diri sekolah melakukan apa yang baik menurut sekolah, dengan prinsip
akuntabilitas (accountability) yang
secara taat azas memberikan penghargaan kepada mereka yang pantas dihargai, dan
menindak mereka yang pantas ditindak.
j. Perubahan
dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah pusat, ke swadana
dengan subsidi pemerintah pusat
Sejalan dengan
prinsip demand driven, dual based program, pendewasaan
manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah, sistem baru
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan swadana pada SMK, dan posisi lokasi dana
dari pemerintah pusat bersifat membantu atau subsidi. Sistem ini juga
diharapkan mampu mendorong SMK berpikir dan berperilaku ekonomis.
0 komentar:
Posting Komentar