Secara
etimologi kata, kata pelestarian ini berasal dari kata “lestari” yang mempunyai
makna langgeng, tidak berubah, abadi, sesuai dengan keadaan seperti semula.
Apabila kata lestari ini dikaitkan dengan lingkungan hidup maka berarti bahwa lingkungan hidup itu tidak
boleh berubah, harus langgeng dan harus sesuai dengan keadaan seperti semula
atau tetap dalam keadaan seperti aslinya semula (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 :
98).
Pelestarian fungsi lingkungan hidup diartikan sebagai
rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Pelestarian
daya dukung lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan
lingkungan hidup terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Daya tampung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain
yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pelestarian daya tampung lingkungan
hidup adalah rangkaian upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya (Pasal 1 butir 5,6,7,8,9 UUPLH)
Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kehutanan adalah sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang
diselenggarakan secara terpadu. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang
ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan
turunannya serta jasa yang berasal dari hutan (Pasal 1 butir a, b, c, k, dan m, Bab I tentang Ketentuan Umum UU No.
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang selanjutnya disebut dengan UUK).
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Untuk menjamin pelestarian fungsi lingkungan hidup, setiap usaha
dan/atau kegiatan dilarang melanggar baku mutu dan kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup. Setiap rencana uasaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan
dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib
memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan hidup yang disingkat dengan AMDAL (Pasal 1 butir 1, Pasal 14 ayat 1 dan Pasal 15 ayat 1, Bab I tentang Ketentuan
Umum dan Bab V tentang Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup UUPLH).
“Pelestarian kemampuan fungsi hutan dan
fungsi lingkungan hidup yang serasi dan seimbang” membawa kepada kesarasian
antara “pembangunan” dan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup”, sehingga
kedua pengertian itu tidak dipertentangkan satu dengan yang lain. Adapun
“pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup” yang bermakna
melestarikan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup itu an sich digunakan dalam rangka kawasan pelestarian hutan, sumber
daya alam lingkungan hidup dan kawasan suaka alam.
Pembangunan
di berbagai aspek hidup dan kehidupan bertujuan dan mempunyai arti untuk
mengadakan perubahan, membangun adalah merubah sesuatu untuk mencapai tarap
peningkatan dan tarap yang lebih baik. Apabila dalam proses pembangunan itu
terjadi dampak yang kurang baik terhadap
fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup, maka haruslah dilakukan upaya untuk
meniadakan atau mengurangi dampak
negatif tersebut sehingga keadaan fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup
menjadi serasi dan seimbang lagi. Dengan demikian maka yang dilestarikan
bukanlah “lingkungannya an sich”,
akan tetapi “kemampuan lingkungan hidup”. Kemampuan lingkungan hidup yang
serasi dan seimbang inilah yang perlu dilestarikan sehingga setiap perubahan
yang diadakan selalu disertai dengan upaya mencapai keserasian dan keseimbangan
lingkungan pada tingkatan yang baru.
Perhatian terhadap pelestarian fungsi hutan ditindaklanjuti
oleh masyarakat internasional dan organisasi PBB terjadi pada Konferensi
Tingkat Tinggi Bumi yang diadakan oleh PBB di Rio de Janeiro Brazil
pada tanggal 3-14 Juni 1992. konferensi ini dinamakan United Nations Conference on Environment and Development
yang disingkat UNCED dihadiri oleh
177 kepala-kepala negara dan wakil-wakil pemerintah yang berkumpul di Rio de Janeiro dan dihadiri juga oleh
wakil badan-badan lingkungan PBB dan lembaga-lembaga lainnya.
Konferensi
ini telah melahirkan sebuah konsensus dokumen perjanjian yang dinamakan Concervation and Sustainable Development of
all Types of Forrest (Forrestry
Principles). Konsensus perjanjian ini membuat prinsip-prinsip kehutanan dan
merupakan konsensus internasional yang terdiri dari 16 pasal yang mencakup
aspek pengelolaan, aspek konservasi serta aspek pemanfaatan dan pengembangan,
bersifat tidak mengikat secara hukum dan berlaku untuk semua jenis hutan (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 19-21).
Selanjutnya
Koesnadi Hardjasoemantri menguraikan bahwa dalam Mukadimah Forrestry Prnciples dicantumkan kandungan prinsip-prinsip kehutanan
sebagai berikut :
- Persoalan kehutanan terkait dengan keseluruhan jangkauan masalah dan kesempatan lingkungan dan pembangunan termasuk hak atas pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan.
- Tujuan arahan dari prinsip-prinsip ini adalah untuk memberikan saham pada pengelolaan, konservasi dan pembangunan hutan berkelanjutan serta untuk menjamin fungsi dan pemanfaatannya yang beragam dan saling melengkapi.
- Masalah dan kesempatan kehutanan harus dilihat dengan cara yang holistik dan seimbang dalam keseluruhan konteks lingkungan hidup dan pembangunan dengan mempertimbangkan fungsi dan pemanfaatan hutan yang beragam termasuk pemanfaatan tradisional, dan tekanan ekonomi dan sosial yang mungkin timbul bila pemanfaatannnya dihambat atau dibatasi, sebagaimana pula potensinya bagi pembangunan yang dapat diberikan oleh pengelolaan hutan berkelanjutan.
- Prinsip-prinsip ini mencerminkan konsensus global pertama mengenai hutan. Dalam memberikan komitmennya untuk melaksanakan prinsip-prinsip ini dengan tepat, negara-negara juga memutuskan untuk senantiasa membuat penilaian tentang prinsip-prinsip ini apakah masih memadai sehubungan dengan pengembangan kerja sama internasional dalam masalah-masalah hutan.
- Prinsip-prinsip ini berlaku untuk semua jenis hutan, baik hutan alam maupun hutan tanaman di semua wilayah geografis dan zona iklim, termasuk hutan austral, boreal, sub-temperate dan temperate, sub-tropis dan tropis .
- Semua jenis hutan mewujudkan prose-proses ekologis yang kompleks dan unik yang merupakan dasar bagi kapasitasnya sekarang dan kapasitas potensialnya untuk menyediakan sumber daya guna memenuhi kebutuhan manusia maupun nilai-nilai lingkungan dan dengan demikian pengelolaan dan konservasinya yang tepat merupakan kepentingan bagi pemerintah dari negara-negara yang mempunyai hutan tersebut serta mempunyai nilai bagi masyarakat setempat dan bagi lingkungan secara menyeluruh.
- Hutan adalah esensial bagi pembangunan ekonomi dan pemeliharaan segala bentuk kehidupan.
- Mengakui bahwa tanggung jawab pengelolaan hutan, konservasi dan pembangunan berkelanjutan di banyak negara dialokasikan di antara tingkat pemerintah federal/nasional, negara bagian/propinsi dan lokal, maka setiap negara sesuai dengan konstitusi dan atau perundang-undangan nasionalnya harus mengikuti prinsip-prinsip ini pada tingkat pemerintahan yang sesuai (Koesnadi Hardjasoemantri, 2005 : 21-22).
Di Indonesia perhatian pokok terhadap
masalah pelestarian fungsi hutan dan fungsi lingkungan hidup diatur dalam
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang ditetapkan pada
tanggal 19 Januari 2005 di dalam Peraturan Presiden RI No.7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009. Peraturan
Presiden ini mengatur tentang ketentuan pengelolaan lingkungan hidup yang
tercantum dalam Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup. Di dalam Peraturan Presiden tersebut
dikemukakan permasalahan pokok sebagai berikut :
a. terus menurunnya kondisi hutan Indonesia.
b. kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
c. habitat ekosistem pesisir dan laut semakin rusak.
d. citra pertambangan yang lingkungan hidup.
e. tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity).
f. pencemaran air semakin meningkat.
g. kualitas udara, khususnya di kota-kota besar semakin menurun.
h. sistem pengelolaan hutan secara berkelanjutan belum optimal dilaksanakan.
i. pembagian wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan belum jelsa.
j. lemahnya penegakan hukum (law enforcemant) terhadap kegiatan pembalakan (illegal logging) dan penyeludupan kayu.
k. rendahnya kapasitas pengelolaan kehutanan.
l. belum berkembangnya pemanfaatan hasil hutan non kayu dan jasa-jasa lingkungan.
m. belum terselesaikannya batas wilayah laut dengan negara tetangga.
n. potensi kelautan belum didayagunakan secara optimal.
o. merebaknya pencurian ikan dan pola penangkapan yang merusak lingkungan hidup.
p. pengelolaan pulau-pulau kecil belum optimal.
q. sistem mitigasi bernuansa alam belum dikembangkan.
r. ketidakpastian hukum di bidang pertambangan.
s. tingginya tingkat pencemaran dan belum dilaksanakannya pengelolaan limbah buangan secara terpadu dan sistematis.
t. adaptasi kebijakanterhadap perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global warming) belum dilaksanakan.
u. alternatif pendanaan lingkungan belum dikembangkan.
v. issu lingkungan global belum diteriama dan diterapkan dalam pembangunan nasional dan daerah.
w. belum harmonisnya peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
x. masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan lingkungan hidup (Bab 32 tentang Perbaikan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang RPJM Nasional Thn.2004-2009).
0 komentar:
Posting Komentar