Perkembangan Emosi (psikososial) Anak Usia Sekolah menurut Erik Erikson

Erik Erikson adalah seorang ahli psikologi yang menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia. Teori Erikson membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya yang dianggap lebih realistis.Melalui teorinya, Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini, salah satunya masalah perkembangan emosi (psikososial) anak usia sekolah.

Ada 8 tahap yang saling berkaitan dikemukakan oleh Erik Erikson (Jess Feist dan Gregory J. Feist, 2008: 218-228) dalam perkembangan emosi (psikososial) :

  1. Bayi (rasa percaya versus rasa tidak percaya mendasar); 
  2. Masa kanak-kanak awal pada tahun ke-2 sampai ke-3 (otonomi versus rasamalu dan ragu-ragu); 
  3. Anak usia bermain (play age) usia 3 sampai 5 tahun (inisiatif versus rasa bersalah); 
  4. Anak usia sekolah usia 6 samapi 12 atau 13 tahun (Produktivitas versus Inferioritas); 
  5. Masa remaja (identitas versus kebingungan identitas); 
  6. Masa dewasa muda usia 19 sampai 30 tahun (keintiman versus isolasi); 
  7. Masa dewasa usia 31 sampai 60 tahun (generativitas versus stagnasi); 
  8. Usia senja, usia 60 tahun sampai akhir hayat (integritas versus rasa putus asa). 


Tahap keempat adalah tahap dimana anak mengalami usia sekolah. Tahap perkembangan emosi (psikososial) pada usia sekolah menurut Erik Erikson(Jess Feist dan Gregory J. Feist, 2008: 222-223) mencakup perkembangnanak sekitar usia 6 tahun sampai kira-kira 12 atau 13 tahun. Pada tahap ini bagi anak-anak usia sekolah, harapan mereka untuk mengetahui sesuatu akan bertambah kuat dan terkait erat dengan perjuangan dasar untuk mencapai kompetensi. Dalam perkembangan yang normal anak-anak berjuang secara produktif untuk bisa belajar kemampuan-kemampuan yang diperlukan.

Tahap keempat ini meliputi produktivitas versus Infenrioritas (kemampuan menghasilkan versus rasa tidak berguna ). Pada masa Sekolah(School Age) ditandai adanya kecenderungan industry inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Dorongan untuk mengetahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar, tetapi di pihaklainkarenaketerbatasanketerbatasankemampuan dan pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatanbahkan kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa dirinya tidak berguna, tidak bisa berbuat apa-apa. Tahap ini dikatakan juga sebagai tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umur 6 sampai 12 atau13 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adalah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan tidak berguna.

Dari paparan mengenai perkembangan emosi (psikososial) anak usia sekolah menurut Erik Erikson, dapat diketahui pada tahapan ini anak harus belajar bekerja keras mengembangkan sikap rajin. Dapat pula anak merasa tidak mampu (inferioritas) sehingga anak merasa dirinya tidak dapat dapat melakukan apa-apa, tidak dapat menghasilkan sesuatu .Hal ini berkaitan dengan bagaimana anak dapat mengembangkan rasa percaya dirinya untuk memotivasi diri, bersemangat dan bekerja keras untuk keberhasilannya dalam belajar.Kecerdasan emosi tetap memegang peranan penting di dalamnya. Apalagi setelah memahami teori Erikson tentang tahapan emosi (psikososial) anak di usia sekolah guna meningkatkan hasil belajar matematika pada materi pecahan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger