Mempelajari bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (termasuk
mempelajari bahasa lain sebagai bahasa
asing) memiliki tujuan, yaitu tercapainya keterampilan berbahasa pada diri si
belajar (learner). Ia menjadi dapat
berbahasa, dapat berhubungan dengan masyarakat pemakai bahasa tersebut. Namun
demikian, perlu dibedakan adanya dua jenis tujuan, yaitu umum dan khusus. Jika
seseorang mempelajari bahasa asing semata-mata untuk dapat berkomunikasi
keseharian dengan penutur bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan
umum. Tercapainya tujuan umum seperti ini mempersyaratkan tercapainya
keterampilan yang disebut BICS (basic
interpersonal communication skills). Oleh karena itu, tekanan penguasaan
adalah bahasa sehari-hari sehingga dapat dipergunakan untuk kepentingan
praktis, misalnya bagaimana si belajar menyapa, menawar, menolak,
mempersilakan, mengucapkan terima kasih, menyatakan penyesalan, mengajak,
meminta izin, memintakan izin, menyela, menyudahi percakapan, berpamitan,
memperkenalkan diri, memperkenalkan temannya, mengeluh, memuji, memberi dan
membalas salam, berobat, menelepon, pergi ke bank, dan sebagainya.
Sebaliknya, jika seseorang
ingin mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang diungkapkan dalam
bahasa itu, maka tujuan yang tercapai adalah tujuan khusus. Misalnya, ia ingin
mempelajari kepercayaan yang dianut suatu suku bangsa, atau mempelajari
kebudayaan suatu suku bangsa. Tercapainya tujuan seperti ini mempersyaratkan
tercapainya keterampilan yang disebut CALP (cognitive/academic
language proficiency).
Tentu saja, bahan yang
diajarkan untuk dua jenis tujuan itu berbeda meskipun pendekatan yang
dipergunakan sama; bahkan ciri-ciri kebahasaan bahasa Indonesia yang diajarkan
juga berbeda. Soewandi (1993) menyingkat ciri khas bahasa untuk tujuan
tercapainya BICS menjadi lima kecenderungan:
- Dipergunakannya bentuk- bentuk kata yang tidak formal,
- Dipergunakannya kosa kata tidak baku,
- Dihilangkannya imbuhan-imbuhan kata (afiks) dan kata-kata tugas yang tidak menimbulkan salah tafsir,
- Penulisan yang tidak baku, dan
- Dipakainya susunan kalimat yang sederhana dan lebih cenderung tidak lengkap.
Sebaliknya,
ciri khas bahasa untuk tujuan tercapainya CALP ada lima kecenderungan, yaitu
ditekankannya penggunaan:
- Bentuk-bentuk kata yang baku,
- Kosa kata teknis dan baku,
- Imbuhan dan kata-kata tugas secara lengkap,
- Kaidah-kaidah penulisan, dan
- Susunan kalimat yang baku, lengkap unsurnya, dan pada umumnya lebih kompleks.
Pembelajar bahasa Indonesia
sebagai bahasa asing dapat memilih salah satu dari kedua tujuan itu meskipun
dapat saja keduanya. Hanya saja, untuk dapat.menguasai CALP, dituntut
dimiliknya BICS lebih dahulu. Mengapa? Karena mereka yang mempelajari bahasa
dengan tujuan CALP pada umunya mereka yang ingin mendalami salah satu aspek
dari kegiatan manusia Indonesia, entah mendalami kebudayaannya, kehidupan
sosialnya, atau politiknya, atau manusianya sebagai paguyupan tertentu
(antropologis). Untuk dapat mencapai tujuan itu, secara metodologis ia harus
menjadi bagian dari kehidupan yang ingin dikenali. Oleh karena itu, mau tidak
mau, penguasaan BICS menjadi penolong yang penting dalam penemuan data yang
diinginkan.Karena pada umumnya pembelajaran bahasa dibedakan menjadi tiga
tingkat--permulaan, tengahan dan lanjutan--kiranya pembelajaran dengan diskusi
hanya cocok diterapkan pada pembelajaran bahasa dengan tujuan tercapainya CALP;
berarti hanya cocok bagi mereka yang sudah ada di tingkat lanjutan.
Judul makalah itu mengacu,
tentu saja, pada tercapainya tujuan belajar bahasa pada tingkat CALP. Mengapa?
Karena belajar dengan diskusi mengandaikan "penguasaan bahasa" sudah
terpenuhi. Pada tingkat CALP ini, pada
umumnya kursus-kursus bahasa Indonesia bagi orang asing menuntut tercapainya
profil kompetensi :
- Mampu berbicara tentang topik-topik tertentu sesuai dengan bidang minatnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar;
- Mampu mendengarkan pembicaraan dalam seminar, mendengarkan berita-berita dari radio dan televisi;
- Mampu membaca teks-teks asli (di majalah, atau surat kabar, terutama untuk memahami ide-ide yang ada di dalamnya), dan
- Mampu mengungkapkan gagasannya secara tertulis dalam bentuk karangan ilmiah.
Jika
pembelajaran pada tingkat BICS si belajar masih lebih berkutat pada penguasaan
bahasa sebagai bekalnya, maka tekanan pembelajaran pada tingkat CALP
lebih-lebih pada bagaimana dengan bekal bahasanya itu ia dapat memahami dan
mengungkapkan idenya kepada mitra diskusi. Ini tidak berarti bahwa bekal
bahasanya sudah dikuasainya secara sempurna. Si belajar masih tetap mempelajari
bahasanya, tetapi boleh dikatakan sudah pada tingkat
"menyempurnakan/memperbaiki".
0 komentar:
Posting Komentar