Berikut langkah-langkah agar peserta didik tidak merasa kesulitan dalam pembelajaran matematika menurut Pitadjeng (2006: 49-57) :
a. Memastikan kesiapan anak untuk belajar matematika
James Driver (Slameto, 2003: 59) berpendapat bahwa kesiapan (readiness) adalah preparadness to respond or react (persiapan untuk menanggapi atau bereaksi). Kesiapan ini timbul dari dalam diri seseorang. Kesiapan ini juga berhubungan erat dengan kematangan intelektual peserta didik untuk mempelajari topik matematika tertentu.Adanya kematangan berarti telah ada kesiapan untukmelaksanakan kecakapan. Kesiapan harus diperhatikan dalam belajar, karena tanpakesiapan yang sungguhsungguh peserta didik anak tidak akan dapat belajar dengan maksimal, dan tentu saja hasil belajarnya tidak maksimal. Pembelajaran matematika hendaknya memastikan kesiapan peserta didik untuk belajar matematika. Cara memastikan kesiapan peserta didik antara lain :
- Memastikan kesiapan intelektual anak untuk mempelajari konsep baru dalam matematika. Yang dimaksud dengan kesiapan intelektual adalah peserta didik telah memahami konsep kekekalan tertentu yang sesuai dengan perkembangan intelektual anak untuk belajar matematika tertentu.
- Mempersiapkan penguasaan materi prasyarat untuk belajar materi baru. Guru harus mempersiapakan penguasaan peserta didik terhadap materi prasyarat dengan memberi kegiatan untuk mengulang mempelajari matari tersebut.
- Membiasakan anak untuk siap belajar matematika sejak dini dari rumah.
Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong peserta didik untuk mengerjakan PR, dan memeberikan tugas untuk membaca materi matematika yang akan dipelajari di rumah terlabih dahulu sebelum membahasnya di kelas.
b. Pemakaian media belajar yang mempermudah pemahaman anak
Saat mengajar matematika akan lebih mudah dipahami anak jika menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi, metode dan karakteristik anak, apabila penggunaan alat peraga matematika yang kurang tepat akan membuat anak menjadi merasa semakin sulit untuk mengerti apa yang sedang dipelajarinya. Hendaknya alat peraga yang digunakan sebagai media harus dapat membuat anak merasa bahwa matematika itu mudah sehingga dapat menghilangkan kesan sulit pada matematika. Karena pemilihan media atau alat peraga yang salah dapat membuat anak merasa sulit sehingga akan menimbulkan perasaan takut pada pelajaran matematika.
c. Permasalahan yang diberikan merupakan permasalahan dalam kehidupan anak sehari-hari
Matematika yang didalamnya terdapat permasalahan tentunya akan lebih mudah dipahami anak apabila permasalahan yang disuguhkan adalah permasalahan yang dijumpai pada kehidupan sehari-hari anak. Anak akan mudah untuk membayangkannya untuk setelah itu dapat diselesaikan dengan penyelesaian matematika. Permasalahan yang asing bagi anak akan sulit dipahami. Anak sudah mengalami kesulitan untuk memahami, maka akan mengalami kesulitan pula untuk mencari penyelesaiannya.
d. Tingkat kesulitan masalah sesuai dengan kemampuan anak
Tingkat kesulitan masalah yang tinggi di atas tingkat kemampuan anak akan menyebabkan anak kesulitan untuk memahami dan mencari penyelesaiannya. Anak akan merasa bahwa matematika itu sulit dan akan merasa takut pada matematika. Masalah yang diberikan pada anak sebisa mungkin harus sesuai dengan kemampuan anak sesuai dengan perkembangan kognitifnya.
e. Peningkatan kesulitan masalah sedikit demi sedikit
Sebaiknya masalah dalam matematika dimulai dari permasalahan yang mudah terlebih dahulu lalu secara bertahap pada masalah yang lebih sulit. Permulaan dengan permasalahan yang rendah akan menimbulkan keberanian pada anak dalam belajar matematika. Anak akan dapat meyelesaikan soal yang pertama dengan tingkat kesulitan masalah yang rendah, akan merasa senang dan menjadi bersemangat dalam menyelesaikan soal-soal selanjutnya sehingga tanpa disadari anak ternyata dapat menyelesaikan soal yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding soal yang pertama.
f. Memberi kebebasan anak untuk menyelesaikan masalah menurut caranya, atau sesuai dengan kemampuannya
Pengalaman dan kemampuan matematis setiap anak untuk menyelesaikan masalah berbeda-beda. Oleh karena itu cara mereka mencari penyelesaian masalahnya juga berbeda, sesuai dengan pengalaman dan kemampuannya. Guru hendaknya bersikap lebih bijaksana saat memeriksa dan menilai pekerjaan anak. Untuk itu guru harus memahami suatu topik matematika. Dengan memeriksa pekerjaan anak guru dapat mengetahui sampai dimana pemahaman dan penguasaan anak terhadap suatu topik matematika tertentu.
g. Menghilangkan rasa takut anak untuk belajar matematika
Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa takut pada anak antara lain dengan bersikap ramah, memberi bimbingan dan tuntunan dengan rasa sabar pada setiap peserta didik, memberi motivasi dan dorongan agar berani mencoba menyelesaikan permasalahan matematika. Jika anak melakukan kesalahan saat mencari penyelesaian masalah, sebaiknya guru tidak langsung menyalahkan, tetapi membimbing anak untuk mencari penyelesaian masalah yang tepat, sehingga anak dapat melakukan pembetulan pada pekerjaannya yang salah sehingga anak dapat lebih memahami serta kemampuan tersebut akan selalu diingat anak. Setelah anak dapat melakukan pembetulan atas pekerjaannya yang salah maka anak akan merasa matematika tidak sulit dan akan timbul keberanian untuk belajar matematika lebih lanjut.
Dari paparan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa matematika itu tidak sulit, jika anak dapat memahami dan menyelesaikan atau menjawab dengan benar.Untuk dapat memberi kesan matematika tidak sulit, dibutuhkan pendekatan psikologis pada anak. Salah satunya dengan mengetahui tingkat kecerdasan emosinya.
0 komentar:
Posting Komentar