Ketika membahas kepemimpinan kita akan berbicara antara lain mengenai perihal pemimpin, konsep kepemimpinan, dan mekanisme pemilihan pemimpin. Sebelum membicarakan lebih jauh soal kepemimpinan, ada baiknya dilakukan peninjauan terlebih dahulu definisi konsep pemimpin. Pendefinisian ini dapat membantu kita untuk memahami dan melakukan pembahasan menurut alur yang sistematis.
Banyak definisi tentang pemimpin baik itu menurut ahli politik, ekonomi, sosial, antropologi (budaya) maupun agama. Saya hanya akan menyampaikan definisi yang relevan dengan pokok pembahasan. Seorang ahli sosiologi, Soerjono Soekanto, menghubungkan kepemimpinan (leadership) dengan kemampuan seseorang sebagai pemimpin (leader) untuk mempengaruhi orang lain (anggotanya), sehingga orang lain itu bertingkah laku sebagaimana dikehendaki oleh pemimpinannya (Soekanto, 1984: 60). Ahli sosiologi yang lain, Wahyusumijo, lebih melihat kepemimpinan sebagai suatu proses dalam mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam usahanya mencapai tujuan yang sudah ditetapkan (Wahyusumijo, 1984: 60).
Di pihak lain, dalam antropologi budaya, muncul pandangan yang membedakan antara kepemimpinan sebagai suatu kedudukan sosial dan sebagai suatu proses sosial (Koentjaraningrat, 1969: 181). Kepemimpinan sebagai kedudukan sosial merupakan kompleks dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sementara sebagai suatu proses sosial, kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau suatu badan yang mendorong gerak warga masyarakat.
Apabila kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain sehingga mereka mengikuti kehendaknya, maka seseorang itu dapat disebut mempunyai pengaruh terhadap oarang lain. Pengaruh itu dinamakan kekuasaan atau wewenang. Istilah kekuasaan dalam hal ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang atau pihak lain, sedangkan wewenang merupakan kekuasaan seseorang atau sekelompok orang yang mendapat dukungan atau pengakuan dari masyarakat. Dalam hubungan dengan kepemimpinan, Kartini Kartono (1982) mengatakan bahwa kepemimpinan harus dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
Sementara itu dilihat dari sudut pandang agama (Islam), istilah kepemimpinan berasal dari kata ‘pemimpin’, artinya orang yang berada di depan dan memiliki pengikut, terlepas dari persoalan apakah orang yang menjadi pemimpin itu menyesatkan atau tidak. Dalam konteks Islam, setidaknya ada dua konsep penting yang berkaitan dengan kepemimpinan, yaitu imamah dan khilafah. Masing-masing kelompok Islam memiliki pendefinisian berbeda tentang kedua konsep itu, meskipun ada juga yang menyamakannya.
Kaum Sunni menyamakan pengertian khilafah dan imamah. Dengan perkataan lain, imamah disebut juga sebagai khilafah. Bagi kaum Sunni, orang yang menjadi khilafah adalah penguasa tertinggi yang menggantikan Rasulullah SAW. Oleh karena itu khilafah juga disebut sebagai imam (pemimpin) yang wajib ditaati (As-Salus, 1997: 16).
Sebaliknya, kaum Syiah membedakan pengertian khilafah dan imamah. Hal ini dapat dilihat dalam sejarah kepemimpinan Islam setelah Rasulullah SAW wafat. Kaum Syiah bersepakat bahwa pengertian imam dan khilafah itu sama ketika Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi pemimpin. Namun sebelum Ali bin Abu Thalib menjadi pemimpin, mereka membedakan pengertian antara imam dan khilafah. Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Ustman adalah khalifah namun mereka bukanlah imam (Amini, 205: 18). Dalam pandangan kaum Syiah, sikap seorang imam haruslah mulia sehingga menjadi panutan para pengikutnya. Imamah didefinisikan sebagai kepemimpinan masyarakat umum, yakni seseorang yang mengurus persoalan agama dan dunia sebagai wakil dari Rasulullah SAW. Rasulullah SAW yang menjaga agama dan kemuliaan umat wajib dipatuhi dan diikuti. Imam mengandung makna lebih sakral daripada khalifah. Secara implisit kaum Syiah menganut pandangan bahwa khalifah hanya mencakup ranah jabatan politik, tidak melingkupi ranah spiritual-keagamaan; sedangkan imamah meliputi seluruh ranah kehidupan manusia baik itu agama maupun politik.
Seperti halnya kaum Sunni dan Syiah, kalangan Islam sekular memiliki pandangan sendiri tentang kepemimpinan. Konsep kepemimpinan kelompok Islam sekular dalam hal ini cenderung mengacu pada kepemimpinan model Barat.
Meskipun kelompok Sunni, Syiah, dan Islam sekular mempunyai sudut pandang yang berbeda mengenai kepemimpinan, ketiganya menunjukkan kesepaahaman bahwa suatu masyarakat haruslah memiliki seseorang pemimpin. Setiap masyarakat dengan demikian tidak mungkin dapat dipisahkan dari masalah kepemimpinan.
0 komentar:
Posting Komentar