IDEOLOGI-IDEOLOGI DARI ASIA

Secara historis, berbagai ideologi politik yang dideskripsikan di atas, merupakan ideologi-ideologi yang lahir dan berkembang di Barat. Liberalisme misalnya, merupakan reaksi kritis terhadap absolutisme yang tumbuh subur dalam masyarakat feudal-klerikal dan bentuk monarki absolut di Eropa. Jawaban liberalisme atas absolutisme tersebut adalah dengan mengajukan ide-ide jaminan hukum atas hak-hak dan kebebasan individu, serta kesetaraan sosial. Berikutnya, sosialisme dan marxisme merupakan reaksi kritis terhadap liberalisme dan kapitalisme.

Sungguhpun ideologi-ideologi tersebut lahir dalam kultur masyarakat Barat, tidaklah berarti bangsa-bangsa lain seperti Asia, Afrika maupun Amerika Latin tidak pernah mengembangkan ideologi masing-masing, ketiga kawasan ini sebenarya telah banyak melahirkan ideologi-ideologi politik, sebagai contoh sosialisme Arab dicetuskan oleh Gamal Abdel Nasser dari Mesir, Maoisme digagas oleh Mao Tse Tung dari China, Ujamaa, dirumuskan oleh Julius Nyerere dari Afrika, serta ide-ide tentang hak milik dan masyarakat komunitarian dikumandangkan oleh Jaimee Castillo dari Amerika Latin.

Terbentuknya ideologi-ideologi politik di ketiga kawasan tersebut merupakan reaksi kritis terhadap ideologi kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme Barat, sehingga unsur-unsur dalam ideologi-ideologi bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin ini sarat dengan ide-ide nasionalisme, antikolonialisme dan sangat menekankan ide keadilan sosial. Untuk mengenal dan memahami ideologi dari ketiga kawasan, di sini ditampilkan dua ideologi dari Asia untuk mewakili  yakni Hind Swaraj (Indian Home Rule) yang digagas Mahatma Gandhi dan Pancasila dari Indonesia.

a). Hind Swaraj
Hind Swaraj (berasal dari kata Hind yang berarti bangsa India dan Swaraj yang berarti pemerintahan sendiri), adalah ideologi yang digagas oleh Mohandas Karamchand Gandhi (1869-1948). Ia dikenal sebagai Bapak dan Guru bangsa India yang wafat karena ditembak pada tahun 1948.

Sebagai sebuah ideologi, Hind Swaraj terdiri dari beberapa ide dasar yaitu nasionalisme humanistis, sarvodaya (kesejahteraan sosial), ekonomi khadi serta pemerintahan yang demokratis.

Nasionalisme humanistis Gandhi bertumpu pada ajaran ahimsa (prinsip menghormati kehidupan, dalam arti khusus adalah tidak melakukan tindakan kekerasan apalagi pembunuhan) dan satyagraha (prinsip kekuatan jiwa, cinta  akan kebenaran. Dalam bahasa Inggris sering dipadankan dengan passive resistance, non-violence atau perlawanan tanpa kekerasan/pasif). Dengan kedua prinsip tersebut, gerakan kemerdekaan India di bawah Gandhi memiliki ciri-ciri seperti tidak melakukan tindakan kekerasan tapi lebih memilih aksi-aksi semacam boikot dan mengedepankan peralihan kekuasan secara damai melalui negosiasi dan gentlemen agreement.

Sarvodaya (kesejahteraan untuk semua). Hind Swaraj juga meliputi ide tentang tatanan sosial-ekonomi yang ideal yakni kesejahteraan dan kesetaraan sosial bagi bangsa India. Ide tentang kesetaraan diangkat mengingat India masih menganut sistem kasta, di mana kaum Pariah atau kaum Harijan (kelompok yang terpinggirkan) perlu diangkat, baik secara sosial maupun ekonomi agar di dalam India yang merdeka, kelompok ini juga memiliki tempat dan kekuatan.

Ide tentang ekonomi khadi. Khadi adalah kain tenun yang ditenun dengan charkha (alat tenun yang dijalankan oleh tenaga manusia). Bagi Gandhi, kedua alat ini merupakan simbol sekaligus sarana untuk yang mendukung sarvodaya, keduanya merupakan alat sederhana namun dapat menjadi tumpuan jutaan rakyat miskin untuk memproduksi kain sendiri, hingga lepas dari ketergantungan kain impor dari Inggris. Ekonomi khadi dengan demikian merupakan simbol kemandirian ekonomi dari ketergantungan impor dan simbol kebebasan dari eksploitasi sistem industri pabrik yang diyakini Gandhi dapat menimbulkan pengangguran di desa-desa.

Ide Ramrajya (negara yang demokratis) dan Gram Swaraj (pemerintahan lokal berbasis desa), merupakan dua ide Gandhi tentang negara dan kedaulatan negara yang dicirikan oleh desentralisasi kekuasaan. Bentuk-bentuk pemerintahan semacam ini diyakini Gandhi dapat mewujudkan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya, serta dapat memberi ruang bagi semua bantuk aliran atau pemikiran individu (Peorbasari, 2007:183-189)

Dalam konstitusi India, tidak semua ide-ide dasar Gandhi termaktub di dalamnya, sebagai contoh ide tentang ekonomi khadi sulit diadopsi, namun sebagai suatu jiwa atau semangat kemandirian ekonomi, ide tersebut tetap hidup dalam kalbu bangsa India.

b). Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dikumandangkan pertama kali oleh Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945, yakni pada saat berlangsungnya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).

Pada awal pidato dalam sidang tersebut, Soekarno menekankan pentingnya sebuah dasar negara. Istilah dasar negara ini kemudian disamakan dengan fundamen, filsafat, pemikiran yang mendalam, jiwa dan hasrat yang mendalam. Sementara di bagian lain, Soekarno juga menyebut dasar negara sebagai weltanschauungWeltanschauung menurut Soekarno adalah dasar yang mempersatukan seluruh perjuangan bangsa karena ia merupakan cita-cita dan tujuan bersama, yaitu melawan imperialisme bangsa asing dan mencapai kemerdekaan. Dan perjuangan suatu bangsa senantiasa memiliki karakter sendiri yang berasal dari kepribadian bangsa. Sesuai dengan rumusan ini, maka sejak pertama kali dikumandangkan, Pancasila diartikan sebagai ideologi (dalam arti weltanschauung), yang mencerminkan identitas, kepribadian bangsa sekaligus merupakan alat pemersatu seluruh bangsa untuk mencapai tujuan perjuangan kemerdekaan. Tujuan kemerdekaan tersebut seperti tertuang dalam Pembukaan UUD’45 adalah sebagai berikut : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dunia dan keadilan sosial.

Pancasila, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Panca yang berarti lima dan Sila berarti dasar. Pancasila dari akar kata berarti lima dasar, tepatnya adalah dasar bagi negara Indonesia yang merdeka.

Semenjak dikumandangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami beberapakali perubahan urutan sila maupun kata. Dalam rumusan Soekarno sebagai berikut: 1) Kebangsaan Indonesia, 2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, 3) Mufakat atau demokrasi, 4) Kesejahteraan sosial dan 5) Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau prinsip Ketuhanan.

Berikut dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, terdapat perubahan kata dalam Pancasila sebagai berikut , 1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Perubahan berikutnya terlihat dalam Mukaddimah UUD RIS tahun 1950, di mana kata-kata dalam Pancasila adalah 1) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2) Peri kemanusiaan, 3) Kebangsaan, 4) Kerakyatan dan 5) Keadilan sosial.

Adapun urutan dan kata-kata dalam Pancasila yang digunakan saat ini adalah seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD’45 yakni 1) Ketuhanan yang Maha Esa, 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3) Persatuan Indonesia, 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijakasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penempatan sila Ketuhanan yang Maha Esa pada sila pertama dimaksudkan agar tidak hanya menjadi dasar untuk saling menghormati antar agama, melainkan juga menjadi dasar yang kuat untuk memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan. Dengan penempatan sila Ketuhanan di bagian atas dimaksudkan agar negara dan pemerintah mendapat dasar moral.

Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan kelanjutan dari praktek hidup dari Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua sila ini bercorak universal, tidak terikat oleh batas negara maupun bangsa. Dengan sila kedua, maka dalam perundang-undangan, hak dan kewajiban warga negara diberi tempat seperti dengan adanya jaminan hak hidup dan hak atas keselamatan seseorang.

Dalam sila Persatuan Indonesia, terkandung pengertian bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tak terpecah belah dan hal ini diperkuat dengan lambang kesatuan Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia merupakan kesatuan di tengah luasnya wilayah dan keragaman suku bangsa, adat, bahasa daerah, agama dan bahasa. Hanya dengan dasar persatuan ini bangsa dan negara tetap utuh dan bila persatuan ini terpecah belah, Indonesia pun runtuh. Oleh sebab itu, persatuan Indonesia merupakan syarat hidup bangsa dan negara Indonesia.

Sila berikutnya, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, menunjukan bahwa kerakyatan yang dianut oleh bangsa Indonesia bukanlah kerakyatan yang mencari suara terbanyak tapi dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dengan sila Ketuhanan dan Kemanusiaan yang adil dan beradab, maka kerakyatan harus berpijak pada kebenaran, keadilan, kebaikan dan kejujuran. Dasar moral ini akan memelihara dasar kerakyatan dari bujukan korupsi dan anarki yang senantiasa mengancam demokrasi. Sila kerakyatan ini juga terkait erat dengan sila kelima, Keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan ini, maka demokrasi yang tepat bukanlah demokrasi liberal ataupun yang bercorak totaliter. Sila kerakyatan dan keadilan sosial diharapkan mampu mewujudkan demokrasi dan keadilan di bidang ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.

Terakhir, sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sila ini merupakan salah satu tujuan negara yakni mencapai Indonesia yang adil dan makmur,  untuk itu menjadi jiwa bagi pasal-pasal dalam UUD’45, seperti  dalam pasal 27 disebutkan bahwa warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, Pancasila dapat diterima sebagai ideologi nasional karena sifatnya yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat, memberi arah dan pedoman tingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadi prosedur penyelesaian konflik (Surbakti, 1992, 48).

0 komentar:

Posting Komentar

 

Serba Ada Blog Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger