- Memenuhi kebutuhan belajar sepanjang hayat (selama masyarakat itu ada). Masyarakat memperoleh pengetahuan, keterampilan dan pemahaman lainnya tidak hanya cukup dengan pendidikan formal saja, akan tetapi masyarakat perlu memperoleh pendidikan lain sebagai (complementary) baik melalui pendidikan informal maupuan pendidikan nonformal. Maka pendidikan formal, informal dan nonformal akan secara terintegrasi dibutuhkan oleh masyarakat agar pengetahuan dan kemampuan yang diperolehnya menjadi lebih utuh (komplit).
- Pengembangan pendidikan sepanjang hayat melalui pendidikan formal, informal dan nonformal yang terintegrasi akan memudahkan masyarakat dalam memilih pendidikan mana yang paling cocok dan sesuai dengan kebutuhan pengembangan diri serta sesuai dengan keahlian (kompetensi) yang diperlukan bagi kehidupannya.
Ketika seseorang memilih pendidikan formal, kemudian berhenti pada satu titik tertentu karena pendidikan formal dibatasi kesempatan dan waktu, atau dia tidak diperkenankan untuk memperoleh pendidikan formal karena usia, atau putus pendidikan formal (drop out), dan karena berbagai hal sehingga seseorang tidak memiliki kesempatan untuk mengikutinya, maka pada saat itulah pendidikan informal dan nonformal dibutuhkan untuk melayaninya (subtitute). Ketika seseorang tidak cocok dengan pendidikan formal atau ada beberapa materi yang tidak diperoleh melalui pendidikan formal dia akan mendapat tambahan secara bebas melalui pendidikan nonformal atau informal (suplementary).
Secara lebih jelas bagaimana konsep complementary antara pendidikan formal, informal dan nonformal dijelaskan UNESCO (1985) sebagai berikut: mutual support between the formal education and nonformal education or others system of education in respect of mobilization and utilization of physical facilities, personel (providers, trainers, and teachers), administrative structure, curriculum and manual books (materials), training of trainers, training of teachers, supervisors and evaluation certification procedure and techniques that have developed within formal and nonformal education.
Secara mendasar pendidikan formal, informal dan nonformal sebagai sebuah konsep pendidikan dalam rangka pendidikan sepanjang hayat dan belajar sepanjang hayat, memiliki berbagai ragam program sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyatakat masa kini maupun masa depan. Masyarakat tidak akan berkembang pengetahuan dan keterampilannya apabila hanya mengandalkan pendidikan formal, oleh karena itu kebutuhan akan layanan pendidikan informal dan nonformal sangat dirasakan dalam menunjang kehidupan masyarakat terutama dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Sehingga variasi layanan program pendidikan nonformal yang terintegrasi dengan kehidupan masyarakat merupakan sebuah wujud dari lifelong education.
Membicarakan pendidikan nonformal bukan berarti hanya membahas pendidikan nonformal sebagai sebuah pendidikan alternatif bagi masyarakat, akan tetapi berbicara pendidikan nonformal adalah berbicara tentang konsep, teori dan kaidah-kaidah pendidikan yang utuh yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kehidupan masyarakat. Karena pendidikan nonformal sebuah layanan pendidikan yang tidak dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku, keturunan), kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dll. Meskipun pendidikan formal merupakan komponen penting dalam pendidikan sepanjang hayat. Akan tetapi, peran pendidikan nonformal dan informal dalam rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi masyarakat sangat dibutuhkan saat ini dan kedepan. Pada bagian ini akan dibahas lebih mendasar tentang bagaimana peran pendidikan nonformal dalam membangun dan memberdayakan masyarakat melalui dua kasus yang dikembangkan di Indonesia melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan kasus model pengembangan pendidikan sosial yang dikembangkan di Jepang melalui Kominkan (Community Cultural Learning Centre atau disebut dengan Citizens’ Public Halls), yang dalam konsep pendidikan Jepang Pendidikan nonformal lebih dikenal dengan istilah social education (Hideaki Teuchi, 2006).
Pendidikan nonformal menjadi bagian dari pembicaraan internasional terutama berkaitan dengan berbagai kebijakan tentang pendidikan pada era sebelum tahun 1960 dan akhir tahun 1970-an. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana kaitan antara konsep pendidikan berkelanjutan dengan konsep pendidikan sepanjang hayat. Tight (1996:68) mengajukan konsep tentang penyatuan pendidikan extention dan belajar sepanjang hayat secara utuh dan menyeluruh, sehingga untuk menyatukan itu pendidikan nonformal dianggap memiliki peran dalam 'acknowledging the importance of
education, learning and training which takes place outside recognized educational institutions'. Begitu pula dengan yang diungkapkan Fordham (1993), menyatakan bahwa sejak tahun 1970-an, ada empat karakteristik dasar yang berkaitan dengan peran pendidikan nonformal di masyarakat:
- relevan dengan kebutuhan kelompok masyarakat (orang-orang) yang tidak beruntung,
- ditujukan dan memiliki perhatian khusus pada kategori sasaran-sasaran tertentu,
- terfokus pada program yang sesuai dengan kebutuhan,
- fleksibel dalam pengorganisasian dan dalam metoda pembelajaran.
Dalam banyak negarapun pembicaraan masalah pendidikan nonformal menjadi topik-topik khusus, serta dianggap sebagai pendidikan yang mampu memberikan jalan mserta pemecahan bagi persoalan-persoalan layanan pendidikan masyarakat, terutama masyarakat yang tidak terlayani pendidikan formal. Alan Rogers dalam satu bukunya menyatakan bahwa: There is a renewed interest in non-formal education (NFE) today. And it is significant that this interest comes not so much from the so-called 'Third World' (I use this term to refer to poor countries in receipt of aid from rich countries, because many other persons use it as a short-hand). The assembly recognizes that formal educational systems alone cannot respond to chalange of modern society and therefore welcomes to reinforcement by nonformal education. (Alan Rogers, 2004).
Namun demikian dalam membahas pendidikan nonformal selayaknya tidak terlepas dari konsep yang mendasari bagaimana pendidikan nonformal berkembang dengan utuh sesuai dengan prinsip-prinsip dasarnya, oleh karena itu keterkaitan analisis antara pendidikan nonformal dengan community learning, informal education, dan social pedagogi merupakan sesuatu hal yang tetap
harus manjadi acuan.
Pembahasan secara original tentang konsep pendidikan nonformal muncul pada
tahun 1968 (Coombs 1968), perkembangan pendidikan nonforml begitu pesat terutama
ketika pendidikan dirasakan masih banyak kekurangan (Illich 1973), hal tersebut
dirasakan tidak hanya di Negara-negara berkembang tetapi merambah sampai ke
belahan dunia barat (western) juga sampai ke belahan dunia utara (northern). (Bowles
dan Gintis 1976 dan kawan-kawan). Di belahan dunia barat reformasi pendidikan
bergerak melalui berbagai perbedaan format, akan tetapi dalam semua perencanaan dan
kebijakan-kebijakan yang diambil sangat berkaitan erat dengan pendidikan yang
diperlukan bagi negara-negara berkembang mulai tahun 1968 sampai tahun 1986, pada
saat itu pendidikan nonformal dirasakan sebagai obat mujarab untuk semua penyakit
pendidikan yang dirasakan di tengah-tengah masyarakat (Freire 1972 dan kawankawan).
Berbagai lembaga pendidikan nonformal dan lembaga lain dibidang
pendidikan melakukan intervensi kuat serta mendorong terjadinya perubahan di bidang
pendidikan khususnya di negara-negara barat termasuk Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat perubahan pendidikan dilakukan pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah
akademik, di pusat-pusat penelitian, tempat konsultasi, publikasi dan laporan-laporan
lainnya.
Pada banyak hal pendidikan nonformal dirasakan sebagai sebuah formula yang
sangat ideal serta lebih resfect dibandingkan dengan pendidikan formal. Namun
demikian kita tetap harus merasa bahwa pendidikan nonformal tetap merupakan bagian
dari sistem pendidikan yang keberadaannya tidak dapat terpisahkan dengan pendidikan
formal apalagi dalam konteks pendidikan sepanjang hayat. Sehingga tidak dirasakan,
bahwa pendidikan nonformal lebih hebat dari pendidikan formal, atau pendidikan
nonformal lebih rendah dari pendidikan formal. Namun itu harus tetap menjadi catatan
penting agar pendidikan formal tidak dirasakan sebagai sesuatu yang menakutkan bagi
masyarakat Pigozzi, menyebutkan bahwa: It could even be described as a temporary
‘necessary evil’ in situations of crisis until formal schooling could be restored
(Pigozzi, 1999).
Membicarakan pendidikan nonformal seperti halnya membicarakan salah satu
bagian dunia yang terbagi dua secara dikotomis. Salah satu bagian tentang pendidikan
formal dan pada bagian lainnya adalah pendidikan nonformal. Namun ketika
membicarakan pendidikan nonformal harus sangat hati-hati, karena ada sebagian
Negara yang menerjemahkan pendidikan nonformal sesuai dengan kebijakannya
masing-masing. Seperti halnya di Jepang secara implementatif pendidikan nonformal
tidak terlalu dikenal secara utuh, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Masyarakat dan pemerintah Jepang menganggap bahwa pendidikan sosial (social
education) itu adalah pendidikan nonformal, karena program-program yang
dikembangkan social education sama dengan program-program yang dikembangkan
pendidikan nonformal, seperti pendidikan untuk orang dewasa, pendidikan
keterampilan dan pendidikan untuk masyarakat pada umumnya melalui Citizens’
public halls atau dikenal dengan Kominkan (Community cultural learning centre).
Pada negara-negara lainpun program-program pendidikan, seperti halnya
pengembangan sekolah dan perguruan tinggi, dilakukan oleh menteri pendidikan
termasuk di dalamnya program (kelas) pendidikan keaksaraan bagi orang dewasa. Ada
0 komentar:
Posting Komentar