Anomali
adalah penyimpangan atau ketidak teraturan bahasa. Suatu satuan dapat dikatakan
anomalis apabila satuan tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan
konvensi-konvensi yang berlaku.
Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan
dalam bahasa Indonesia disini adalah sama dengan metode yang digunakan untuk
menetapkan analogi bahasa yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari
bahasa penerima pengaruh, suatu kata yang tampak sebagai kata serapan
dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa Indonesia.
Apabila kata tersebut ternyata tidak menunjukkan kesesuaian dengan kaidah yang
berlaku berarti kata tersebut masuk kata yang anomalis. Sama seperti pada kata
yang analogis, kata-kata yang anomalis juga bisa dalam bentuk fonologi, ejaan
maupun struktur.
Anomali Dalam Sistem Fonologi
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia secara utuh tanpa
mengalami perubahan penulisan memiliki kemungkinan untuk dibaca bagaimana
aslinya, sehingga menyebabkan timbulnya anomali dalam Fonologi.
Contoh-contoh anomali dalam fonologi antara lain adalah :
Export asalanya export Expose asalanya expose
Exodus asalanya exodus
Anomali Dalam Sistem Ejaan
Semua kata-kata yang asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui
penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata
yang anomalis di dalam bahasa Indonesia.
Contoh kata-kata tersebut antara lain adalah :
Bank - bank (Inggris)
Intern - intern (Inggris)
Modem - modem (Inggris)
qur'an - qur'an (Arab)
jum'at - jum'at (Arab)
fardhu - fardhu (Arab)
Kata-kata seperti tersebut di atas temasuk anomali bahasa karena tidak sesuai
dengan kaidah di dalam bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai disini
adalah : <nk>, <m>, <'> dan <dh>. Ejaan-ejaan ini tidak
sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap kedalam bahasa
Indonesia dan ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai
gejala anomalis karena secara kebetulan kata-kata tersebut tidak rnenyimpang
dengan kaidah dalam bahasa Indonesia.
Contoh kata-kata ini antara lain adalah :
Indonesia aslinya
era - era (Inggris)
label - label (Inggris)
formal - formal (Inggris)
edit - edit (Inggris)
Anomali Dalam Struktur
Karena pembicaraan kita adalah tentang kata maka yang dimaksud disini adalah
juga struktur tentang kata. Kata adakalanya terdiri dari satu morfem, tetapi
adakalanya tersusun dari dua morfem atau lebih.
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia adalah kata-kata sebagai
satu satuan utuh baik terdiri dari satu morfem, dua morfem atau lebih.
Misalnya :
Indonesia aslinya
federalisme - federalism (Inggris)
bilingual - bilingual (Inggris)
dedikasi - dedication (Inggris)
edukasi - education (Inggris)
eksploitasi - exploitation (Inggris)
Kata-kata seperti tersebut dalam contoh, proses penyerapannya dilakukan secara
utuh sebagaii satu satuan. Jadi kata "Federalisme" tidak diserap
secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme". Kata
"bilingual" tidak diserap "bi", "lingua" dan
"aI". Kata dedikasi tidak diserap dari "dedicate" dan
"tion" demikian seterusnya kata "edukasi" tidak diserap
dari "educate" dan "tion".
Kata serapan dari bahasa Inggris yang aslinya berakhir dengan "tion” yang
diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mengalami penyesuaian sehingga berubah
menjadi "si" diakhir kata berlangsung dengan frekwensi sangat tinggi.
kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang
melekat pada kata-kata yang tidak berasal dari bahasa Inggris sehingga timbul
kata-kata seperti :
Islamisasi - islam + sasi
kristenisasi - kristen + sasi
neonisasi - neon + sasi
polarisasi - pola + sasi
jawanisasi - jawa + sasi
Proses pembentukan seperti ini dalam linguistik lazim disebut “anologi"
(bedakan istilah analogi dalam linguistik dengan istilah dalam filsafat
bahasa). Penggunaan istilah anologis ini memang wajar karena maksudnya adalah
menggunakan bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. artinya penggunaan
struktur neonisasi didasar kata pada kata: mekanisasi dan sejenisnya yang telah
ada.
Akan tetapi apabila kita bandingkan dengan kaidah gramatikal khususnya yang
berkaitan dengan struktur morfologi kata, sebenanya akhiran (sasi) di dalam
bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini termasuk gejala anomali
bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah tinggal masalah pengakuan dari para
pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini
dianggap resmi atau tidak di dalam bahasa Indonesia, kalau dianggap tidak resmi
berarti akhiran (sasi) ini benar murupakan gejala anomali. Tetapi kalau akhiran
(sasi) inii sudah bisa diterima sebagai akhiran yang lazim dalam bahasa
Indonesia maka Ada perubahan dari anomali menjadi anologi.
Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada proses penyerapan dari bahasa
Inggris, tetapi ternyata terjadi juga pada bahasa Arab, yaitu adanya akhiran
(i), (wi), (ni). Pada awalnya akhiran ini memang melekat langsung pada kosa
kata bahasa Arab yang diserap secara utuh ke dalam bahasa ldonesia. Kata kata
seperti :
Indonesia aslinya
insani - insani
duniawi - dunyawi
ruhani - ruhani
Diserap secara utuh dari bahasa Arab, akhirnya akhiran (i), (wi) dan (ni) ini
digunakan di dalam bahasa Indonesia, dilekatkan pada kata-kata yang tidak
berasal dari bahasa Arab, seperti :
aslinya
gerejani - gereja + ni
ragawi - raga + wi
Kasus akhiran (ni) dan (wi) dalam bahasa Indonesia ini sama seperti kasus
akhiran (sasi) hanya saja berbeda dari sudut frekwensinya yakni frekwensi
akhiran (wi) dan (ni) lebih jarang dibandingkan dengan akhiran (sasi).
0 komentar:
Posting Komentar