Dalam latar belakang tesis ini telah dijelaskan pengertian falsafah Dalihan Na Tolu. Untuk dapat menerapkan prinsip perilaku Dalihan Na Tolu dalam perkawinan adat Batak Toba maka yang paling pokok dan penting adalah semua unsurnya harus lengkap yaitu ada paranak/ dongan tubu yakni orang tua laki-laki dan yang semarga dengannya, ada hulahula/ tulang yaitu keluarga yang semarga dengan ibunya dan harus ada boru yaitu keluarga yang semarga dengan marga calon istrinya.
Kesemuanya itu harus lengkap dan apabila tidak ada yang keluarga kandung dapat di gantikan keluarga yang paling dekat dengan itu sesuai dengan hubungan kekerabatannya. Dongan tubu dan hula-hula serta boru tersebut diatas mempunyai kedudukan dan tugas serta tanggung jawab masing-masing dalam pelaksanakan suatu perkawinan. Misalnya dalam hal pemberian jujur (sinamot/mas kawin) disiapkan dan ditanggung sepenuhnya oleh pihak laki-laki penyerahannya dilakukan oleh yang semarga dengan laki-laki dongan tubu, sedangkan yang menerimanya adalah orang-tua perempuan sebagai pihak hula-hula dan kelengkapan untuk proses pelaksanaanya dikerjakan oleh pihak boru.
Secara garis besarnya tahapan perkawinan adat Batak Toba yang masih tetap dilaksanakan sampai saat ini, antara lain:
- Martandang
Pada tahap ini merupakan masa berkenalan / berpacaran biasanya pada saat perta naposo yang merupakan ciri khas bergaul muda-mudi adat Batak. Kemudian dilanjutkan memberian janji dengan tanda jadi berupa tukar cincin, dengan demikian mereka resmi bertunangan.
- Marhata sinamot
Laki-laki dan perempuan memberitahukan hubungannya kepada orangtua masing-masing. Barulah dilakukan marhusip merupakan kegiatan penjajakan akan kelanjutan kegiatan tukar cincin di atas. Pada tahap ini pertemuan keluarga dekat kedua pihak terjai tawar menawar tentang; tangggal dan hari meminang, bentuk dan berapa besar mahar (sinamot), hewan adatnya apa, berapa ulos sampai mengenai jumlah undangan. Untuk menindak lanjuti hasil pertemuan marhusip di atas kemudian dilakukan lagi pertemuan marhata sinamot sebagai wujud nyata dan kepastian tentang kapan pelaksanaan perkawinan adat itu.
- Upacara perkawinan
Upacara perkawinan adat Batak Toba dilakukan penuh hikmat karena disertai dengan acara agama yang saling melengkapi. Keterlibatan gereja yang paling mutlak dalam perkawinan adat ini adalah saat martumpol/marpadan (akad) dan sata pamasu masuon (peresmian). Upacara perkawinan adat Batak Toba dapat dilakukan dalam bentuk :
- Upacara perkawinan adat nagok, yaitu pelaksanaannya sesuai dengan prosedur adat yang melibatkan unsur dalihan na tolu yang terdiri dari upacara perkawinan dialap jual dan perkawinan di taruhon jual;
- Upacara perkawinan bukan adat na gok, yaitu pelaksanaan perkawinan adat tetapi pelaksanaannya tidak penuh sebagaimana adat yang berlaku. Artinya ada acara tahapan tertentu yang dihilangkan dengan maksud menghindarkan biaya yang besar. Namun perkawinan ini dilakukan tetap dengan pembayaran uang jujur (sinamot/mas kawin) jadi tetap sah. Dalam perkawinan adat Batak .
Dalam adat Batak Toba, pria/wanita Batak Toba yang menikah dengan orang luar Batak terlebih dahulu/sesudah menikah orang dari suku Batak harus diberikan marga untuk dapat masuk dalam kekerabatan suku batak, ini berkaitan dengan kedudukannya dalam acara-acara adat. Orang yang disahkan terlebih dahulu dilakukan dengan mangelek/memohon kepada orang yang memberikan marganya.
Pemberian marga dilakukan agar dapat diterima menjadi kerabat marganya. Pemberian marga mempunyai aspek yang lebih luas karena menyangkut urusan kerabat marga yang dipilih sehingga perlaksanaannya menggunakan upacara adat yang lengkap dengan melibatkan seluruh unsur Dalihan Na Tolu. Pemberian marga pada pasangan yang akan menikah antar suku, pemberian marga tersebut dilakukan sebelum atau pada saat dilangsungkan perkawinan, namun dengan perkembangan adat perkawinan Batak Toba pemberian dapat dilakukan setelah keluarga tersebut mempunyai anak dengan melaksanakan acara mangadati. Pemberian marga dalam pelaksanakan perkawinan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aturan adat perkawinan itu sendiri. Penyatuan acara adat ini dilakukan untuk menghemat biaya; tenaga; dan waktu.
Menurut Helman Billy Situmorang bahwa pelaksanaan adat pengesahan marga:
- Dapat dilaksanakan sebelum atau sesudah perkawinan.
- Memohon kepada kerabat yang dituakan dari marga yang dipilih, dilanjutkan penentuan hari, tempat dan bentuk adat yang dilaksanakan.
- Penyerahan sinamot (mahar) wanita berupa uang atau barang, kemudian upacara pesta dan makan bersama serta penyerahan ulos dan parjambaran berupa makanan. Setelah itu pemberian adat berupa upa suhut, upa paramaan, upa tulang pariban dohot ale-ale.
Adapun proses pemberian marga, yaitu:
- Orang-tua pihak pria meminta pamanya untuk bersedia menerima calon istri keponakannya semarga dengannya.
- Setelah disetujui dan diterima maka diadakan adat pengesahan marga dihadapan pemuka adat dan masyarakat adat Batak Toba yang dilakukan secara terang dan tunai. Tunai dimasukkan dengan membayar sejumlah uang kepada pamannya agar mau memberikan marganya dan menganggap seperti anak kandungnya sendiri.
Dengan dilaksanakan pengesahan atau peresmian marga menurut adat Batak Toba, maka wanita bukan suku Batak menjadi warga masyarakat adat Batak dan bagian dari persekutuan marga yang dipilihnya, sehingga pemberian marga menimbulkan dua konsekwensi hukum, yaitu: sejak pemberian maka secara formal wanita bukan suku Batak yang diangkat sudah menjadi warga Batak Toba sesuai dengan marga yang disahkan dan mempunyai kedudukan; hak; dan kewajiban yang sama dengan warga adat lainnya.
Menurut Gultom Rajamarpodang berpendapat bahwa yang perlu bagi suku Batak Toba bagi perkawinan antar suku di Indonesia agar si menantu benar-benar menjadi masyarakat adat Batak.
Oleh karena itu pemberian marga harus diikuti perubahan sikap dan prilaku sehingga yang bersangkutan benar-benar dapat diterima sebagai masyarakat adat.
0 komentar:
Posting Komentar