Teori-teori
ini melihat secara ante factum (sebelum kejadian/in abstracto) apakah diantara
serentetan syarat itu ada perbuatan manusia yang pada umumnya dapat menimbulkan
akibat semacam itu, artinya menurut pengalaman hidup biasa, atau menurut
perhitungan yang layak, mempunyai kadar (kans) untuk itu. Dalam teori ini
dicari sebab yang adequate untuk timbulnya akibat yang bersangkutan (ad-aequare
artinya dibuat sama). Oleh karena itu teori ini disebut teori adequat (teori
adequate, Ada-quanzttheorie). Contoh-contoh tentang ada atau tidaknya hubungan
sebab akibat yang adequat :
a. Suatu
jotosan ang mengenai hidung, biasanya dapat mengakibatkan hidung keluar darah.
Akan tetapi apabila orang yang pukul itu menjadi buta itu bukan akibat yang
adequate. Ini suatu akibat yang abnormal, yang tidak biasa.
b. Seorang
yang menyetir mobil terpaksa mengerem sekonyong-konyong, oleh karena ada pengendara
sepeda hendak menyebrang jalan yang membelok, sedang ini tidak disangka-sangka
oleh pengendara mobil. Pengendara mobil ini mendapat penyakit trauma karena
menekan urat. Dianipun dapat dikatakan bahwa perbuatan pengendara sepeda itu
tidak merupakan penyebab yang adequate untuk timbulnya penyakit trauma tersebut.
c. Seorang
petani membakar tumpukan rumput kering (hooi), dimana secara kebetulan
bersembunyi / tidur seorang penjahat hingga ikut mati terbakar. Adakah
pen-sebab-an yang adequate ? Jawabannya tergantung dari keadaan. Jika biasanya
menurut pengalaman sehari-hari, tidak timbul akibat semacam itu maka perbuatan
petani itu bukanlah sebab. Akan tetapi apabila di daerah itu merupakan
kebiasaan orang untuk bersembunyi atau menginap dalam tumpukan rumput, maka
perbuatan petani itu benar-benar mempunyai kadar untuk matinya seseorang.
Hal
yang merupakan persoalan dalam teori ini ialah : bagaimanakah penentuannya,
bahwa suatu sebab itu pada umumnya cocok untuk menimbulkan akibat tertentu itu
? Mengenai hal ini ada beberapa pendirian. Disini disebut antara lain :
1. Penentuan
subyektif (subjective ursprungliche Prognose). Disini yang dianggap sebab ialah
apa yang oleh sipembuat dapat diketahui / diperkirakan bahwa apa yang dilakukan
itu pada umumnya dapat menimbulkan akibat semacam itu (Von Kries jadi pandangan
atau pengetahuan si pembuatlah yang menentukan).
2. Penentuan
obyektif.
Dasar
penentuan apakah suatu perbuatan itu dapat menimbulkan akibat ialah keadaan
atau hal-hal yang secara obyektif kemudian diketahui atau pada umumnya
diketahui. Jadi bukan yang diketahui atau yang dapat diketahui oleh sipembuat,
melainkan pengetahuan dari hakim.
Dasar
penentuan (Beurteilungs standpunkte) ini disebut “objektive nachtragliche
Prognose” (Rumelin).
Sebenarnya
dalam teori kausal adequat subyektif (Von Kries) itu tersimpul unsur penentuan
tentang kesalahan); oleh karena itu dapat dikatakan bahwa teori adequate
subyektif dari von Kries ini bukan teori kausalitas yang murni. Sebab suatu
perbuatan baru dianggap sebagai sebab yang adequate apabila sipembuat dapat
mengira-ngirakan atau membayangkan (voor zien) akan terjadinya akibat atau
kalau orang umumnya membayangkan terjadinya akibat itu; jadi sipembuat dapat
membayangkan dan seharusnya dapat membayangkan. Oleh karena dalam ajaran
tersebut tersimpul unsur kesalahan, maka ia juga menentukan pertanggunganjawab
(pidana), jadi bukan teori kausalitas dalam arti yang sesungguhnya.
Contoh : seorang majikan, yang sangat
membenci pekerjanya, tetapi tidak berani melepasnya, ingin sekali agar pekerja
itu mati. Pada waktu hujan yang disertai petir ia menyuruh pekerjanya itu pergi
ke suatu tempat dengan harapan agar orang itu disambar petir. Harapan itu
terkabul dan pekerjanya itu mati disambar petir.
Menurut
teori ekivalensi : ya, sebab seandainya pekerja itu tidak disuruh keluar oleh
majikan, maka ia tidak mati. Konsekwensi ini umumnya dipandang terlalu jauh.
Oleh karena itu lebih memuaskan apabila dipakai teori adequate. Menurut teori
ini : perbuatan menyuruh orang ke tempat lain pada umumnya tidak mempunyai
kadar untuk kematian seseorang karena disambar petir. Penyambaran petir adalah
hal yang kebetulan. Dengan ini maka tidak ada hubungan kausal, sehingga juga
tidak ada pemidanaan.
Beberapa
penganut teori adequat yang lain :
1. Simons
:
Dikatakan
olehnya : “suatu perbuatan dapat disebut sebagai sebab dari suatu akibat,
apabila menuntut pengalaman manusia pada umumnya harus diperhitungkan
kemungkinan, bahwa dari perbuatan sendiri akan terjadi akibat itu”.
2. Kami
(Ringkasan Hukum Pidana hal. 47) berpendirian senada dengan Simons. Beliau
katakan : “Kehidupan hukum dan perhubungan hukum itu terdiri atas persangkaan,
(presumptie), bahwa alur peristiwa di dunia ini ada biasa dan normal. Ini
kesimpulan pengalaman kita sebagai manusia. Syarat yang pada umumnya, biasanya,
dengan mengikuti hal ikhwal yang berada dan menurut pengalaman kita, dengan
kadarnya memadai sesuatu akibat, itulah yang dianggap sebagai suatu
sebab”.
3. Pompe
: yang disebut sebab ialah perbuatan-perbuatan yang dalam keadaan tertentu itu
mempunyai strekking untuk menimbulkan akibat yang bersangkutan.
Tinjauan terhadap teori-teori kausalitas
tersebut di atas : teori ekuivalentie dapat dikatakan teori kausalitas yang
benar, akan tetapi selalu diberi suatu penambahan. Teori ini ditambah dengan
penentuan ada dan tidaknya unsur kesalahan pada sipembuat, dan memberi
keterangan yang cukup memuaskan apakah sesuatu perbuatan itu merupakan sebab
dari sesuatu akibat yang dimaksudkan dalam rumusan delik yang bersangkutan.
Mengenai teori adequat dari von Kries, itu
dapat juga dikatakan, bahwa teori tersebut sesuai dengan jiwa hukum pidana.
Hukum Pidana itu mempunyai tugas untuk melindungi kepentingan hukum terhadap
perkosaan dan perbuatan yang membahayakan. Berhubung dengan tugas tersebut maka
hukum pidana harus membuat “pagar” terhadap perbuatan-perbuatan yang agaknya
mendatangkan kerugian. Dalam hal ini teori adequat dapat menunjukkan
perbuatan-perbuatan tersebut. Akan tetapi kelemahan teori ini tidak mudah dalam
kenyataan, ia menggunakan istilah-istilah yang tidak terang misalnya biasanya,
kadar, pengalaman manusia pada umumnya dan sebagainya.
Dalam yurisprudensi Hindia Belanda, yang
sesuai dengan asas konkordantie pada waktu itu, mengikuti yurisprudensi Negeri
Belanda, tidak terlihat dengan nyata teori mana yang dipakai. Hooggerechtshof condong ke teori
adequate. Akan tetapi dalam pada itu di dalam berbagai putusan pengadilan dapat
ditunjukkan adanya persyaratan, bahwa antara perbuatan dan akibat harus ada
hubungan yang langsung dan seketika (onmiddellijk en rechtsreeks)
Sebuah mobil menabrak
sepeda motor. Pengendara sepeda motor terpental ke atas rel dan seketika itu
dilindas oleh kereta api. Terlindasnya pengendara sepeda motor oleh kereta api
itu dipandang oleh pengadilan sebagai akibat langsung dan segera dari
penabrakan sepeda motor oleh mobil. Maka matinya si korban dapat
dipertanggungjawabkan atas kesalahan si terdakwa (pengendara mobil).
Seorang
ayah yang membiarkan anaknya yang berumur 14 tahun mengendarai sepeda motornya.
Anak tersebut menabrak orang. Disini memang perbuatan si ayah dapat disebut
syarat (voorwaarde) dari tabrakan itu, akan tetapi tidak boleh disebut sebab
dari tabrakan itu, oleh karena antara perbuatan ayah dan tabrakan itu tidak ada
hubungan kausal yang langsung.
Perbuatan
terdakwa yang tidak menarik seorang pengemudi mobil yang sembrono dari tempat
kemudi (stuur) dan membiarkan pengemudi tersebut terus menyopir tidak dianggap
sebagai sebab dari kecelakaan yang terjadi, oleh karena antara perbuatan
terdakwa dan terjadinya kecelakaan itu tidak terdapat hubungan yang langsung.
Perbuatan terdakwa, yang membiarkan pengemudi itu tetap menyopir, hanya
dipandang sebagai suatu syarat dan bukan sebab.
Terdakwa
sebagai kerani bertanggung jawab atas tenggelamnya satu kapal yang disebabkan
oleh terlalu berat muatannya dan yang mengakibatkan 7 orang meninggal dunia,
oleh karena terdakwa sebagai orang yang mengatur pemasukan barang-barang
angkutan dalam kapal in casu tidak mempedulikan peringatan-peringatan dari
berbagai pihak tentang terlalu beratnya muatan pada waktu kapal akan berangkat.
Di
dalam pertimbangan juga disebut bahwa perbuatan terdakwa mempunyai “hubungan
erat” dengan “kecelakaan itu”.
0 komentar:
Posting Komentar