Durkheim keturunan Yahudi, dan beberapa dari nenek moyangnya adalah rabbi (guru), Pendeta Agama Yahudi, yang bekerja di Prancis sejak tahun 1784. Sesungguhnya Durkheim diharapkan menjadi seorang rabbi, mengikuti jejak ayahnya, namun pada kehidupan selanjutnya ia beralih perhatian pada pendidikan, filsafat dan sosiologi.
Sesudah mendapatkan pendidikan dasar dan lulus dengan gemilang, Durkheim melanjutkan studinya di Paris, mempersiapkan diri masuk di École Normale Superiéur, di mana nanti ia menemukan sahabat-sahabat yang setia sepanjang hayatnya. Suasana akademik yang bertingkat tinggi yang meliputi École Normale Superiéur itu, dengan mahasiswa pilihan, membangkitkan jiwa Durkheim secara penuh, untuk aktif berdiskusi, mengajukan argumentasi-argumentasi yang bernada politik, moral dan filsafati. Filsuf yang sangat berpengaruh pada Durkheim adalah A. Comte (Bapak Sosiologi). Pengaruh Comte pada Durkheim adalah bersifat formatif.
Durkheim membangun suatu kerangka berfikir yang luas untuk memberikan analisis sistem sosial yang tetap penting bagi sosiologi dan sejumlah disiplin ilmu lain yang berkaitan, khususnya antropologi hingga saat ini. Bahkan orang-orang yang pada dasarnya tidak sependapat dengannya tetap memandang Durkheim sebagai kerangka acuan utama.
Beberapa karya utama Emile Durkheim diantaranya The Division of Labour in Society (1893), The Rules of Sociological Method (1895), Suicide (1897) dan diakhiri dengan The Elementary Forms of The Religious Life (1912) serta sejumlah artikel, monografi dan beberapa makalah serta materi kuliahnya yang telah diterjemahkan dan dipublikasikan dalam bentuk buku berbahasa Inggris.
Sosiologi Durkheim ditandai oleh tegangan antar ilmu pengetahuan, kesusilaan, politik dan ideologi. Banyak dari pekerjaan ilmiahnya menampilkan perubahan moral dengan tujuan umumnya adalah untuk menggambarkan kondisi yang stabil ditengah-tengah masyarakat modern.
Pribadi Durkheim dapat dikatakan aneh. Dengan wajah yang tampak dingin dan keras, hati sanubarinya sangat halus. Kematian sahabatnya, Victor Hommay, akibat bunuh diri sangat memukul perasaan Durkheim, hingga ide tentang bunuh diri ini nanti menjadi salah satu unsur dalam teorinya tentang masyarakat. Durkheim meninggal pada 15 November 1917 sebagai seorang tokoh intelektual Perancis tersohor.
Durkheim melihat masyarakat sebagai wadah yang paling sempurna bagi kehidupan bersama antara sesama manusia, sesuatu yang berada di atas segala-galanya. Ia bersifat menentukan dalam perkembangannya. Hal-hal yang paling dalam jiwa manusia pun berada di luar diri manusia sebagai individu, misalnya kepercayaan keagamaan, kategori alam pikir, kehendak, bahkan hasrat untuk bunuh diri. Hal-hal tersebut bersifat sosial dan terletak dalam masyarakat.
Masyarakat adalah suatu realitas yang bersifat sui generis, memiliki ciri-ciri khusus yang tidak ditemukan kesamaannya di seluruh mayapada ini. Pengertian “masyarakat” yang dimaksud Durkheim dan peranannya yang dimainkan dalam menganalisis tindakan-tindakan kemanusiaan, orang harus melepaskan diri dari pengertian abstrak dan orang harus lebih melihatnya dari penggunaan perspektif masyarakat itu.
Masyarakat merupakan sumber dan dasar segala-galanya yang di dalamnya individu sama sekali tidak mempunyai arti dan kedudukan. Hal-hal seperti kejahatan, sakit jiwa, kesusilaan, kompetisi, ekonomi, undang-undang dan sebagainya, semuanya diterangkan berdasarkan prioritas masyarakat. Masyarkat itu ada tidak tergantung pada anggota-anggota, melainkan terdiri sebagai suatu struktur adat istiadat, kepercayaan, sebagai suatu lingkungan hidup terorganisasi. Sebagaimana tampak dengan jelas setiap individu itu lahir dan hidup dalam satu lingkungan, berbicara satu bahasa, memiliki satu lembaga dan tanpa persetujuan si individu sejak waktu yang sangat dini dalam hidupnya, lingkungan telah membuktikannya dan memaksanya mengikuti arah tertentu. Meskipun dalam bahasa Prancis digunakan kata societe dan dalam bahasa Inggris society, masyarakat bagi Durkheim berakar pada kata Latin communitas, bukan societas.
Durkheim mengajukan tesis bahwa masyarakat adalah suatu sistem yang hidup atau dinamik dan merupakan tempat kedudukan kehidupan moral. Ia bukan robot mekanik dan bukan pula sebuah organisme yang dibatasi oleh tubuh dan organ tubuh serta segala kemungkinan yang ada dari lingkungannya. Benang merahnya menunjukkan secara dialektiks bahwa suatu fenomena baik sosiologis maupun psikologis, relatif bebas dari matriksnya, dengan pengertian dapat disebut sebagai Essay dalam Spritualisme Sosiologis.
Seandainya saya di tanya tentang apa sebenarnya yang menjadi pokok permasalahan bahasan Durkheim dalam sosiologinya itu dan apa pula garis pemikirannya, maka akan saya jawab: Yang dibahas oleh Durkheim adalah hubungan antara Rata-rata (Average), Normal dan Ideal serta konsepsinya tentang Syntesis Kreatif. Pertama, yang average ini membatasi pokok bahasan sosiologi; sedang yang kedua atau yang normal menunjukkan indeks utama sistem sosial Durkheim. Kedua faham ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Keduanya timbul dari konsepsi tertentu mengenai pokok bahasan dan merupakan bagian dari metodologi yang sama.
Rata-rata, Normal dan Ideal
Dengan segala keterbatasan yang penulis miliki dan kesulitan memperoleh bacaan tentang Emile Durkheim. Pada bagian ini penulis mencoba menelusuri benang merah hubungan antara Rata-rata, Normal dan Ideal.
Individu menurut konsep Durkheim adalah homodupleks, mengandung unsur saya dan kita. Ini adalah dua hal yang berbeda, bukan suatu sintesis yang berakar pada konsepsinya tentang masyarakat dan kekuatan-kekuatan penggerak yang terdapat di masyarakat tersebut.
Dalam penelitian beliau tentang bunuh diri (Suicide). Durkheim mengkritik sosiologi ahli statistik asal Belgia Quelete, karena ia menjelaskan kerutinan perilaku tertentu yang dihubungkan dengan masing-masing masyarakat dengan mempostulasikan suatu “manusia rata-rata”, yakni sebuah tipe kepribadian khas setiap masyarakat, dan tipe ini dijumpai dalam mayoritas individu.
Pengetahuan akan perilaku manusia rata-rata ini didapat dengan membalik proses yaitu dari mayoritas ke individu sehingga kerutinan diatribusikan dalam bentuk perilaku individu. Tipe kepribadian ini dijumpai dalam rata-rata individu. Rata-rata dan prototipe adalah satu.
Kalau begitu bagaimanakah pendapat Durkheim sendiri mengenai masalah keseragaman sosial atau social uniformity dan peranan individu dalam pembentukan keseragaman tersebut?
Durkheim mengatakan bahwa suatu gejala sosiologis berhubungan generalitasnya dapat mempunyai dua bentuk. Sesuatu yang umum dalam seluruh species: yang umum ini dijumpai setidaknya dalam sebagian besar “individu”. Diantara kedua istilah yang berdekatan ini terdapat beberapa variasi. Sedang variasi lain adalah perkecualian. Dan bahwa setiap penyimpangan dari bentuk standart ini akan berbahaya sekali (bisa menyebabkan kematian). Di sini perilaku yang sering terulang tidak saja disamakan dengan perilaku normal tetapi juga merupakan pertanda perilaku yang sehat.
Negarawan sendiri tidak dianjurkan merencenakan sesuatu yang lebih baik, suatu yang ideal bagi masyarakat di hari mendatang cukuplah mempertahankan apa adanya saja, jika keadaan ini dipandang sebagai keadaan masyarakat yang “umum = rata-rata = normal = sehat/ideal”
Ini mirip pendekatan klinis dokter yang dalam hal mendiagnosis keadaan organisme yang sedang ia tangani ia membandingkan dengan kondisi organisme yang sedang ditanganinya itu dengan kondisi rata-rata organisme dari usia dan jenis kelamin yang sama dengan menggunakan kriteria tingkat frekuensi keadaan rata-rata sebagai tolok ukur normalitas dan kesehatan.
Jika gejala sosial tertentu adalah normal dan umum bagi masyarakat tertentu maka mau tidak mau seseorang harus menerima gejala itu dan tidak dapat menerima gejala lainnya jika ia tidak bersedia merubah sistem sosial dan kondisi-kondisi eksistensinya. Pada tingkat analisis ini “desirability” mempunyai konotasi nilai guna yang artinya: “Sesuatu itu dilakukan dalam masyarakat tertentu karena ada gunanya”
Sintesis tidak saja membebaskan individu dari ikatannya yang telalu dekat kepada masyarakat tetapi juga membebaskan orang dari fungsi pengaruh dari sebab dan dunia ide dari aspek-aspek materil morfologinya. Kita dapat mengatakan bahwa kreasi membebaskan kreator dari ciptaannya maupun ciptaan itu dari ciptaannya jika pencipta dan ciptaannya itu dipandang sebagai konsep parlementer yang pengertian penuhnya hanya dapat dipahami bila keduanya dilihat dalam kaitan satu sama lain.
Beberapa contoh yang dikatakan Durkheim sebagai “sifat-sifat kreatif” yang akan lenyap antara lain krisis besar yang dialami Kristen, Reformasi, Renaisanse dan Revolusi Perancis, perstiwa-peristiwa tertentu “karena keadaan yang berbeda-beda” menghidupkan larangan-larangan sosial. Intensitas kehidupan sosial mengambil bentuk pertemuan privat dan publik yang berlangsung terus menerus di antara para anggotanya. Semakin besar intensitas kehidupan sosial maka semakin besarlah kemungkinan bahwa dari kumpulan ide-ide ini akan muncul ide-ide baru yaitu suatu cerminan yang dimurnikan dari momen historis yang unik ini.
Menurut Durkheim apa yang dipelajari oleh sosiolog, bukanlah kekuatan-kekuatan sosial iu sendiri tetapi tanda-tanda eksternal melalui mana kekuatan sosial tersebut menjadi tampak.
Setelah membaca dan mencoba menelaah ide-ide Durkheim tentang masyarakat, moral dan religi, dapatlah dikritisi bahwa ide-ide tersebut memilki kekuatan dan kelemahannya.
Makluk manusia itu mengembangkan aktivitas religi tidak karena ia kagum terhadap kekuatan-kekuatan alam, juga tidak karena ia mempunyai perasaan bahwa di belakang kegaiban alam ada suatu kekuatan sakti, juga tidak karena ia mempunyai di dalam pikirannya bayangan-bayangan abstrak tentang suatu kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak di dalam alam, tetapi karena suatu getaran jiwa, suatu emosi keagamaan yang timbul di dalam alam jiwa manusia karena pengaruh suatu rasa sentimen kemasyarakatan.
Sentimen kemasyarakatan itu berupa kompleks perasaan-perasaan yang mengandung rasa terikat, rasa bakti, rasa cinta dan sebagainya terhadap masyarakat dan disebabkan karena manusia merasakan kekuasaan dari padan anggapan-anggapan kolektif kepada segala kelakuan di dalam hidupnya. Sentimen kemasyarakatan yang menyebabkan timbulnya emosi keagamaan, yang sebaliknya merupakan pangkal dari segala kelakukan keagamaan manusia, yaitu tidak selalu berkobar-kobar di dalam alam jiwa manusia. Apabila tidak dipelihara maka sentimen kemasyarakatan itu menjadi lemah dan latent.
0 komentar:
Posting Komentar