Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar
adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan
menjadi :
- Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa
- Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut, perubahan pH
- Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Indikator yang umum diketahui pada
pemeriksaan pencemaran air adalah pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen
terlarut (Dissolved Oxygen, DO),
kebutuhan oksigen biokimia (Biochemiycal
Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD).
pH atau
Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk
suatu kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5 – 7,5. Air akan bersifat asam atau
basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH normal, maka air
tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH normal
bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang
akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik.
Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimiawi perairan , misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH
yang rendah. Pengaruh nilai pH pada komunitas biologi perairan dapat dilihat
pada table di bawah ini :
Tabel : Pengaruh pH
Terhadap Komunitas Biologi Perairan
Pada pH < 4,
sebagian besar tumbuhan air mati karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH
rendah. Namun ada sejenis algae yaitu Chlamydomonas
acidophila mampu bertahan pada pH =1 dan algae Euglena pada pH 1,6.
Oksigen terlarut
(DO)
Tanpa
adanya oksegen terlarut, banyak mikroorganisme dalam air tidak dapat hidup
karena oksigen terlarut digunakan untuk proses degradasi senyawa organic dalam
air. Oksigen dapat dihasilkan dari atmosfir atau dari reaksi fotosintesa algae.
Oksigen yang dihasilkan dari reaksi fotosintesa algae tidak efisien, karena
oksigen yang terbentuk akan digunakan kembali oleh algae untuk proses
metabolisme pada saat tidak ada cahaya. Kelarutan oksigen dalam air tergantung
pada temperature dan tekanan atmosfir. Berdasarkan data-data temperature dan
tekanan, maka kalarutan oksigen jenuh dalam air pada 25o C dan
tekanan 1 atmosfir adalah 8,32 mg/L (Warlina, 1985).
Kadar
oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi
manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan
jumlah cukup banyak. Kebutuhan oksigen ini bervariasi antar organisme.
Keberadaan logam berta yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi system
respirasi organisme akuatik, sehingga pada saat kadar oksigen terlarut rendah
dan terdapat logam berat dengan konsentrasi tinggi, organisme akuatik menjadi
lebih menderita (Tebbut, 1992 dalam Effendi, 2003).
Pada
siang hari, ketika matahari bersinar terang, pelepasan oksigen oleh proses
fotosintesa yang berlangsung intensif pada lapisan eufotik lebih besar daripada
oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dapat
melebihi kadar oksigen jenuh, sehingga perairan mengalami supersaturasi.
Sedangkan pada malam hari, tidak ada fotosintesa, tetapi respirasi terus
berlangsung. Pola perubahan kadar oksigen ini mengakibatkan terjadinya
fluktuasi harian oksigen pada lapisan eufotik perairan. Kadar oksigen maksimum
terjadi pada sore hari dan minimum pada pagi hari.
Kebutuhan Oksigen
Biokimia (BOD)
Dekomposisi
bahan organic terdiri atas 2 tahap, yaitu terurainya bahan organic menjadi
anorganik dan bahan anorganik yang tidak stabil berubah menjadi bahan anorganik
yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit atau nitrat
(nitrifikasi). Pada penentuan nilai BOD, hanya dekomposisi tahap pertama ynag
berperan, sedangkan oksidasi bahan anorganik (nitrifikasi) dianggap sebagai zat
pengganggu.
Dengan
demikian, BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
dalam lingkungan air untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organic yang
ada dalam air menjadi karbondioksida dan air. Pada dasarnya, proses oksidasi
bahan organic berlangsung cukup lama. Menurut Sawyer dan McCarty, 1978
(Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organic melalui proses oksidasi
oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobic adalah :
CnHaObNc + (n
+ a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2
– 3c/2) H2O + c NH3
Bahan
organic oksigen bakteri aerob
Untuk kepentingan praktis, proses
oksidasi dianggap lengkap selama 20 hari, tetapi penentuan BOD selama 20 hari
dianggap masih cukup lama. Penentuan BOD
ditetapkan selam 5 hari inkubasi, maka biasa disebut BOD5. Selain memperpendek waktu yang
diperlukan, hal ini juga dimaksudkan untuk meminimumkan pengaruh oksidasi
ammonia yang menggunakan oksigen juga. Selama 5 hari masa inkubasi,
diperkirakan 70% - 80% bahan organic telah mengalami oksidasi. (Effendi,
2003).
Jumlah mikroorganisme dalam air
lingkungan tergantung pada tingkat kebersihan air. Air yang bersih relative
mengandung mikroorganisme lebih sedikit dibandingkan yang tercemar. Air yang
telah tercemar oleh bahan buangan yang bersifat antiseptic atau bersifat racun,
seperti fenol, kreolin, detergen, asam cianida, insektisida dan sebagainya,
jumlah mikroorganismenya juga relative sedikit. Sehingga makin besar kadar BOD
nya, maka merupakan indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar, sebagai
contoh adalah kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk
kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 – 6,0
mg/L berdasarkan UNESCO/WHO/UNEP, 1992. Sedangkan berdasarkan
Kep.51/MENKLH/10/1995 nilai BOD5 untuk baku mutu limbah cair bagi
kegiatan industri golongan I adalah 50 mg/L dan golongan II adalah 150
mg/L.
Kebutuhan Oksigen
Kimiawi (COD)
COD
adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air
dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan
dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2
dan gas H2O serta sejumlah ion chrom. Reaksinya sebagai berikut :
HaHbOc + Cr2O7
2- + H +
→ CO2 + H2O + Cr 3+
Jika pada perairan terdapat bahan
organic yang resisten terhadap degradasi biologis, misalnya tannin, fenol,
polisacharida dansebagainya, maka lebih cocok dilakukan pengukuran COD daripada
BOD. Kenyataannya hampir semua zat organic dapat dioksidasi oleh oksidator kuat
seperti kalium permanganat dalam suasana asam, diperkirakan 95% - 100% bahan
organic dapat dioksidasi.
Seperti
pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan
perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya
kurang dari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/L
dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/L (UNESCO,WHO/UNEP, 1992).
0 komentar:
Posting Komentar